Sunday, April 28, 2024
24.7 C
Jayapura

Mengenal Sosok Perempuan Port Numbay Masuk Kandidat Penerima Kalpataru

Sudah cukup lama Papua absen dalam bursa kandidat peraih Kalpataru. Yang terakhir di tahun 2017, sosok Alex Waisimon dari Kabupaten Jayapura yang terpilih. Tahun 2023 menjadi special karena ada wakil Kota Jayapura dan ia perempuan.

Laporan : Abdel Gamel Naser – Jayapura

Penghargaan Kalpataru untuk sosok individu maupun kelompok hebat yang peduli terhadap lingkungan mulai bergulir. Penghargaan dari kementerian lingkungan hidup ini diberikan kepada perorangan maupun kelompok yang dianggap berjasa dalam lingkungan. Kalpataru diambil dari Bahasa sanskerta yang artinya pohon kehidupan. Diharapkan dari pemerima Kalpataru bisa terus menumbuhkan semangat dan inspirasi, sekaligus memberi manfaat bagi orang lain.
Untuk Papua rasanya sudah cukup lama tak ada yang dijagokan. Jika dilihat dari catatan, baru tiga nama yang pernah memegang penghargaan Kalpataru tersebut yakni Soleman Nari dari Ormu Wari, Marcel Suebu (2005) dan Alex Waisimon (2017) yang semuanya dari Kabupaten Jayapura.

Namun yang membanggakan adalah nama Soleman Nari menerima penghargaan ini jauh sebelum ada perkembangan teknologi seperti saat ini. Ia mendapatkan penghargaan tersebut ketika menteri lingkungan hidup masih dijabat oleh Prof Emil Salim atau sekitar tahun 80 an silam. Nah tahun 2023 ini ada satu nama wanita dari Jayapura yang masuk dalam nominasi penerima penghargaan Kalpataru tahun 2023 kategori pembina lingkungan.

Bisa dibilang ia merupakan wanita pertama yang diusulkan dan merupakan anak asli Kampung Engros. Petronela Merauje namanya. Tentunya butuh perjuangan panjang dan hingga kini perjuangan tersebut belum berakhir. Pasalnya provinsi lain juga akan mengirimkan wakilnya masing – masing dan semua bagus – bagus.

Petronela dipilih lantaran dianggap paling menonjol dalam upaya mengadvokasi isu – isu lingkungan untuk kalangan perempuan. Selain menjadi aktifis perempuan, ia kini menjabat sebagai Ketua Kelompok Pembibitan Mangrove Ibayauw, Ketua Sadar Wisata Cibery dan Ketua PHKOM Ibayau di Kampung Engros. Dari kerja – kerja yang dilakukan berkaitan dengan lingkungan terutama upaya reboisasi hutan mangrove, Petronela juga menjadikan mangrove sebagai produk UMKM.

Baca Juga :  Pernah Mencicipi Semua Es Krim yang Ada di Menu

Alumni Akademi Sekretaris dan Managemen Indonesia (Asmi) Jayapura ini terlibat sebagai pendorong kelompok perempuan lebih aktif melindungi kampungnya dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang dimiliki. Petronela Meraudje selain berbicara soal perlindungan hutan perempuan atau Tonotwiyat, ia juga berbicara soal hutan bakau termasuk dinilai mampu meningkatkan kebebasan berpendapat perempuan di Kampung Engros yang selama ini dalam adat perempuan hampir tidak memiliki ruang untuk berbicara.

Disini wanita kelahiran 1981 ini akan bertarung dengan empat kandidat lainnya yakni Febri Sugana dari Sumatera Barat, Eko Sumartono dari Bengkulu, Iskandar Haka dari Aceh dana Nugroho Widiasmadi dari Jawa Tengah. “Sehari – hari saya dan teman – teman lebih banyak berbicara soal Hutan Mangrove. Hutan yang harus dijaga karena ini menjadi dapur bagi kami di kampung,” kata perempuan yang akrab disapa mama Nela ini, Rabu (12/4).

Kampung Engros sendiri merupakan kampung di Jayapura yang penuh keunikan karena berada di dalam Teluk Yotefa. Kampung ini dikelilingi dengan hutan bakau yang kondisinya kini setiap waktu tergerus pembangunan. Dari potensi yang ada, Petronela mencoba melakukan sejumlah kegiatan yang berkaitan dengan pemberdayaan mulai dari memberikan pelatihan pembuatan sirup, pembuatan selai kepada ibu – ibu dan pemuda GKI di Tanjung Ria dan semua bahan dari pohon bakau.

Ia juga membuat pelatihan pembuatan Hand Zaniteser dari daun bakau kepada perempuan adat Kampung Enggros, hingga memanfaatkan sampah plastic untuk kerajinan tangan. “Biasa kalau ada barang bekas seperti gelas atau sendok plastic kami mengajarkan membuat handicraft untuk anak – anak sekolah di kampung Engros,” jelasnya. Ia mengaku banyak belajar dari para pihak yang mendampingi selama ini. Itulah yang membuat dia mau turun langsung dengan melakukan kerja – kerja nyata dalam menjaga lingkungan sekaligus mengembangkan diri memanfaatkan potensi alam sekitar.

Baca Juga :  Butuhkan KIS dan KIP Untuk Jaminan Pendidikan dan Kesehatan 

“Kalau orang di luar bisa, maka saya juga ahrus bisa. Itu yang saya yakini,” tambahnya. Ia juga masih membangun hubungan kerja yang baik dengan pemerintah Kampung Enggros, ASTRA Grup Papua dan juga PW GKI untuk pelatihan pembuatan sirup dari buah bakau, hand zaniteser dri daun pohon bakau dan juga daur ulang sampah. “Kalau kita mau menjaga alam saya pikir nantinya anak cucu juga yang akan menikmati. Tapi kalau cuek, tidak peduli nanti anak cucu juga yang menerima dampak kerusakannya,” imbuhnya.

“Ada banyak hal positif yang bisa diperoleh, banyak teman, banyak pengetahuan dan juga bisa mendatangkan nilai ekonomi tentunya,” beber mama Nela. Dinas Kehutanan Lingkungan Hidup Provinsi Papua juga mensuport. Lewat UPTD KPHP, Petronela diusulkan untuk menjadi wakil Jayapura, Papua. “Harus ada yang bisa mewakili Papua atau Jayapura dan ini membanggakan sebab yang masuk nominasi adalah seorang perempuan sehingga penting untuk disuport karena dampaknya sangat positif,” ujar Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Ir Jan Jap Ormuserai.

Tak hanya dinas kehutanan, Penjabat Wali Kota Jayapura, Frans Pekei juga mengapresiasi masuknya Petronela sebagai nominasi. “Saya sangat mendukung atas kerja – kerja untuk melestarikan lingkungan. Saya pikir ini akan dibutuhkan di kota ini bagaimana mendorong sebuah upaya untuk melestarikan selain itu ada kebanggaan karena yang masuk adalah anak Port Numbay,” singkat Pekey. (*)

Sudah cukup lama Papua absen dalam bursa kandidat peraih Kalpataru. Yang terakhir di tahun 2017, sosok Alex Waisimon dari Kabupaten Jayapura yang terpilih. Tahun 2023 menjadi special karena ada wakil Kota Jayapura dan ia perempuan.

Laporan : Abdel Gamel Naser – Jayapura

Penghargaan Kalpataru untuk sosok individu maupun kelompok hebat yang peduli terhadap lingkungan mulai bergulir. Penghargaan dari kementerian lingkungan hidup ini diberikan kepada perorangan maupun kelompok yang dianggap berjasa dalam lingkungan. Kalpataru diambil dari Bahasa sanskerta yang artinya pohon kehidupan. Diharapkan dari pemerima Kalpataru bisa terus menumbuhkan semangat dan inspirasi, sekaligus memberi manfaat bagi orang lain.
Untuk Papua rasanya sudah cukup lama tak ada yang dijagokan. Jika dilihat dari catatan, baru tiga nama yang pernah memegang penghargaan Kalpataru tersebut yakni Soleman Nari dari Ormu Wari, Marcel Suebu (2005) dan Alex Waisimon (2017) yang semuanya dari Kabupaten Jayapura.

Namun yang membanggakan adalah nama Soleman Nari menerima penghargaan ini jauh sebelum ada perkembangan teknologi seperti saat ini. Ia mendapatkan penghargaan tersebut ketika menteri lingkungan hidup masih dijabat oleh Prof Emil Salim atau sekitar tahun 80 an silam. Nah tahun 2023 ini ada satu nama wanita dari Jayapura yang masuk dalam nominasi penerima penghargaan Kalpataru tahun 2023 kategori pembina lingkungan.

Bisa dibilang ia merupakan wanita pertama yang diusulkan dan merupakan anak asli Kampung Engros. Petronela Merauje namanya. Tentunya butuh perjuangan panjang dan hingga kini perjuangan tersebut belum berakhir. Pasalnya provinsi lain juga akan mengirimkan wakilnya masing – masing dan semua bagus – bagus.

Petronela dipilih lantaran dianggap paling menonjol dalam upaya mengadvokasi isu – isu lingkungan untuk kalangan perempuan. Selain menjadi aktifis perempuan, ia kini menjabat sebagai Ketua Kelompok Pembibitan Mangrove Ibayauw, Ketua Sadar Wisata Cibery dan Ketua PHKOM Ibayau di Kampung Engros. Dari kerja – kerja yang dilakukan berkaitan dengan lingkungan terutama upaya reboisasi hutan mangrove, Petronela juga menjadikan mangrove sebagai produk UMKM.

Baca Juga :  Hak Pilih Masyarakat  Jadi  Korban Kepentingan Money Politik

Alumni Akademi Sekretaris dan Managemen Indonesia (Asmi) Jayapura ini terlibat sebagai pendorong kelompok perempuan lebih aktif melindungi kampungnya dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang dimiliki. Petronela Meraudje selain berbicara soal perlindungan hutan perempuan atau Tonotwiyat, ia juga berbicara soal hutan bakau termasuk dinilai mampu meningkatkan kebebasan berpendapat perempuan di Kampung Engros yang selama ini dalam adat perempuan hampir tidak memiliki ruang untuk berbicara.

Disini wanita kelahiran 1981 ini akan bertarung dengan empat kandidat lainnya yakni Febri Sugana dari Sumatera Barat, Eko Sumartono dari Bengkulu, Iskandar Haka dari Aceh dana Nugroho Widiasmadi dari Jawa Tengah. “Sehari – hari saya dan teman – teman lebih banyak berbicara soal Hutan Mangrove. Hutan yang harus dijaga karena ini menjadi dapur bagi kami di kampung,” kata perempuan yang akrab disapa mama Nela ini, Rabu (12/4).

Kampung Engros sendiri merupakan kampung di Jayapura yang penuh keunikan karena berada di dalam Teluk Yotefa. Kampung ini dikelilingi dengan hutan bakau yang kondisinya kini setiap waktu tergerus pembangunan. Dari potensi yang ada, Petronela mencoba melakukan sejumlah kegiatan yang berkaitan dengan pemberdayaan mulai dari memberikan pelatihan pembuatan sirup, pembuatan selai kepada ibu – ibu dan pemuda GKI di Tanjung Ria dan semua bahan dari pohon bakau.

Ia juga membuat pelatihan pembuatan Hand Zaniteser dari daun bakau kepada perempuan adat Kampung Enggros, hingga memanfaatkan sampah plastic untuk kerajinan tangan. “Biasa kalau ada barang bekas seperti gelas atau sendok plastic kami mengajarkan membuat handicraft untuk anak – anak sekolah di kampung Engros,” jelasnya. Ia mengaku banyak belajar dari para pihak yang mendampingi selama ini. Itulah yang membuat dia mau turun langsung dengan melakukan kerja – kerja nyata dalam menjaga lingkungan sekaligus mengembangkan diri memanfaatkan potensi alam sekitar.

Baca Juga :  Kebakaran Berulang, Harus Ada Evaluasi Besar-besaran

“Kalau orang di luar bisa, maka saya juga ahrus bisa. Itu yang saya yakini,” tambahnya. Ia juga masih membangun hubungan kerja yang baik dengan pemerintah Kampung Enggros, ASTRA Grup Papua dan juga PW GKI untuk pelatihan pembuatan sirup dari buah bakau, hand zaniteser dri daun pohon bakau dan juga daur ulang sampah. “Kalau kita mau menjaga alam saya pikir nantinya anak cucu juga yang akan menikmati. Tapi kalau cuek, tidak peduli nanti anak cucu juga yang menerima dampak kerusakannya,” imbuhnya.

“Ada banyak hal positif yang bisa diperoleh, banyak teman, banyak pengetahuan dan juga bisa mendatangkan nilai ekonomi tentunya,” beber mama Nela. Dinas Kehutanan Lingkungan Hidup Provinsi Papua juga mensuport. Lewat UPTD KPHP, Petronela diusulkan untuk menjadi wakil Jayapura, Papua. “Harus ada yang bisa mewakili Papua atau Jayapura dan ini membanggakan sebab yang masuk nominasi adalah seorang perempuan sehingga penting untuk disuport karena dampaknya sangat positif,” ujar Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Ir Jan Jap Ormuserai.

Tak hanya dinas kehutanan, Penjabat Wali Kota Jayapura, Frans Pekei juga mengapresiasi masuknya Petronela sebagai nominasi. “Saya sangat mendukung atas kerja – kerja untuk melestarikan lingkungan. Saya pikir ini akan dibutuhkan di kota ini bagaimana mendorong sebuah upaya untuk melestarikan selain itu ada kebanggaan karena yang masuk adalah anak Port Numbay,” singkat Pekey. (*)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya