Friday, April 26, 2024
26.7 C
Jayapura

Sempat Broken Home, Sedih Beli Nasi Sebungkus Untuk Sekeluarga

Perjuangan Musikus Melkisedek Nebore, Pengamen Biola Asli Papua

Namanya perjuangan akan lebih nikmat dimulai dari nol. Dari bawah. Namanya perjuangan hidup, tak enak jika tanpa aral. Melkisedek Nebore tengah melaluinya dengan sebuah biola.

Laporan : Abdel Gamel Naser – Jayapura

Suasana ruangan mal yang besar terdengar nyaman dengan alunan musik yang keluar dibalik tiang-tiang tembok. Lebih seperti alunan instrument yang diputar di meja operator untuk  menemani pengunjung berbelanja.

  Lama kelamaan suara ini semakin besar justru ketika mau keluar dari mal tersebut. Setelah diperhatikan dengan seksama barulah ketahuan jika suara instrument tadi bukan dari meja operator melainkan dari sebuah speaker portable 15 inch yang ditempel di tiang tengah pintu masuk.

   Disitu juga berdiri sosok pria dengan tinggi sekitar 178 cm menggunakan topi dan celana pendek serta sepatu kets. Penampilannya mirip skeater.  Hanya anehnya  pemuda yang akhirnya diketahui bernama Melkisedek Nebore atau yang biasa dipanggil Billy Nebore ini tengah memainkan alat musik biola.

  Dan suara instrument yang masuk di lantai yang penuh pakaian itu ternyata berasal dari speakernya.  Selain speaker, ada sebuah karton yang disiapkan dengan tertera tulisan: Mau belajar biola? dan terlihat ada nomor Whastapp serta alamat IG.

   Kotak ini ternyata kotak untuk mengisi duit. Jadi Billy ketika itu sedang ngamen di Mal Abepura atau Mal Ramayana. Ia juga terlihat ramah dengan setengah menunduk ketika ada pengunjung yang mengisi karton tersebut dengan uang. Ya, Billy ketika itu memang sedang ngamen. Ia mendatangi beberapa pusat perbelanjaan untuk memainkan biolanya seraya menghibur dengan meletakkan kotak donasi sukarela.

  Cenderawasih Pos akhirnya berbincang – bincang dan mendapati banyak cerita menarik di balik usahanya ini. Billy mengaku tak mudah untuk bisa berjuang seperti sekarang, sebab ada banyak hal yang tak mengenakkan di balik perjalanan hidupnya.

   Dimulai dari catatan sebagai anak broken home, menjadi anak yang lambat membaca  hingga menjadi pengangguran, karena tak pernah diterima pekerjaan. Ia pun memutuskan untuk mencari jalannya sendiri dan yang dipilih adalah musik. Ia menceritakan bahwa ia mulai menyukai dunia musik sejak kecil. Pada usia 4 tahun, tepatnya di tahun 1999 -2000 Billy sudah ikut dalam tarian drama musikal Papua di Expo Waena.

   Namun setelah pusat kesenian dan budaya Papua di expo tidak lagi berjalan, iapun mulai kebingungan dan kehilangan panggung. “Sebagai seniman cilik kala itu, saya tidak lagi tampil sebagai pemeran atau  penari musikal etnis Papua. Hanya saja jiwa seni tetap ada dalam diri saya karena banyak berinteraksi dengan seniman – seniman Papua lainnya ketika itu,” kenang Billy belum lama ini.

Baca Juga :  Efek Jera Miskinkan Bandar Narkoba

   Lalu hal tak mengenakkan itupun terjadi. Pada tahun 2001 ia mulai merasakan broken home, dimana  ayah dan ibunya selalu bertengkar  hingga membuat ia yang masih kecil ketika itu mengalami kondisi spikologi yang tidak baik. Ia bahkan menyaksikan sendiri kekerasan yang dialami sang ibu sampai – sampai itu terbawa dalam pikirannya. Iapun susah memahami pelajaran yang diberikan oleh gurunya.

  “Otak saya lambat menangkap pelajaran. Saat  kelas 5 SD saya baru bisa membaca, itu pun masih mengeja sedangkan yang lain sejak kelas 2 dan 3 sudah banyak yang bisa membaca dan berhitung,” kenangnya. Akan tetapi dikatakan bahwa ia tak ingin patah semangat, sebab meski lambat namun ia  terus berupaya.

  “Saya juga mengalami kekerasan pada saat itu. Tapi Tuhan membuat saya menjadi kuat dan tangguh hingga kedua orang tuanya resmi berpisah pada tahun 2007 dan saya memilih mengikuti ibu saya kemudian meninggalkan rumah masa kecil di Buper,” ceritanya.

   Ia dan sang ibu numpang dari rumah ke rumah dan sempat tinggal di kos – kosan. Namun di sini Billy tak mau menyalahkan siapa – siapa dari kondisi ini. Ia memaafkan semuanya dan berharap semua baik – baik saja.  Hingga tahun 2013 ia memberanikan diri untuk keluar dari kebiasaan ikut – ikut sang mama. Ia memilih tidak menjadi beban ibunya lagi dan berusaha mandiri.

   Ia ingat pada tahun 2007-2012 ia pernah mendalami musik hip hop, rap dan RnB. Ia bahkan pernah membuat 7 lagu bersama teman – temannya yang sudah ngerap.  Billy pun melampiaskan semua rasa yang ada dalam diri lewat lirik. “Apapun yang saya rasakan, baik itu pahit atau manis, susah atau senang semua saya tuangkan dalam buku yang ditemani dengan music. Hingga tahun 2014 ia memilih mengambil kuliah musik dan memiliki banyak teman musisi dan dosen-dosen handal,” katanya.

  Bahkan di antara dosennya, ada 8 dosen yang menjadi motivator baginya. Sosok yang memberi semangat saat susah ataupun putus asa. Untungnya dalam masa-masa sulit ini Billy punya banyak teman  mulai teman sekolah hingga teman PAM GKI Onomi Flavouw Sentani.

   Ada juga dari Sahabat Yosua Sentani, Abe, Jayapura, hingga Ant Worship Sentani. Teman-teman Worship Everywhere. “Teman dari Pondok Kemuliaan, kelompok Papua trada sampah hingga dari Forum Komunitas Jayapura. Saya memiliki banyak sekali teman yang baik dan selalu mendukung. Ini menjadi energy positif,” akunya.

   Hingga tahun 2015 di situlah titik balik semuanya, dimana Billy dibelikan Biola oleh seorang kaka rohani, Rose Sarareni. Ia memberikan Biola karena tahu Billy suka musik. “Saya belajar biola dengan dipandu selama 3 bulan oleh guru biola saya, dari Korea Selatan, namanya Tabitha Park dan selama 3 bulan ia belajar hingga bulan berikutnya pak Tabitha ini pulang ke negaranya Korea Selatan dan setelah itu ia mulai belajar secara otodidak lewat youtube,” tambah Billy. Hingga pertengahan tahun 2015 atau selama 3 tahun ia belajar  via youtube.

Baca Juga :  Tetap Jalan Seperti Biasa, Tapi Sebagian Stok Obat Kosong dan CT Scan Rusak

    Nah selama hampir 3 tahun inilah ia mulai menyukai musik – musik kuno dan  tradisional dari berbagai belahan dunia. Mulai dari musik klasik, jazz, blues dan smua genre music. Dan akhirnya pada 16 Desember 2018  Billy meraih gelar sarjana pendidikan dan semangatnya untuk bekerja mulai tumbuh, dimana awal tahun 2019 dirinya melamar pekerjaan. Namun ini tak sesuai harapan. Selama 3 tahun Billy justru menjadi pengangguran.

  “Saya ingin bekerja apa saja  yang penting bisa menghasilkan uang dan bisa bertanggung jawab atas diri saya sendiri dan membangun apa yang saya mau termasuk  ayah dan ibunya bangga. Tapi sepanjang tahun 2019-2021 saya justru menjadi pengangguran,” akunya.

   Billy sempat depresi, stress karena merasa sebagai laki – laki yang sudah dewasa, namun masih disuap oleh orang tua. Kebutuhan apapun masih ditanggung oleh orang tua. Hingga diawal Desember tahun 2021 Billy memberanikan diri meminta izin untuk ngamen di Saga Kemiri. Dan di situlah awal mula dirinya menjadi pegamen biola. Musisi jalanan mengelilingi kota dan Kabupaten Jayapura hanya untuk mengamen dan bertanggung jawab atas diri sendiri.

   “Saya ingat, saya bisa membeli nasi kuning harga Rp 15 ribu untuk makan satu keluarga itu membuat saya terharu, menangis namun bangga,” ucapnya.

   Iapun menanamkan tekad bisa membantu banyak orang meski dirinya belum bekerja. Dengan kemampuannya mengamen ia yakin Tuhan akan membantu memberi jalan untuk membantu banyak orang. “Jika saya tidak diperhatikan Gubernur, Wali Kota, apalagi Bupati Jayapura, saya akan tetap ngamen biola sampai sa tua. Saya  akan ngamen biola sampai bisa memberi makan orang – orang susah. Saya akan memberi makan orang – orang gila, untuk membayar orang sakit , untuk mereka yang tidak sekolah termasuk untuk lingkungan hidup. Saya tidak peduli sekeras apa itu apakah diperhatikan pemerintah atau tidak saya tetap jalan,” tegasnya.

   Di sini Billy memang menyukai biola, namun alat musik lain juga ia kuasai seperti gitar maupun keyboard. “Saya juga seorang penyanyi paduan suara dalam suatu kelompok paduan suara untuk ajang pesparawi. Saat ini misi saya dalam hidup adalah menjadi berkat bagi banyak orang. Saya mau jadi motivator dan menginspirasi inpirasi anak – muda Papua. Saya hidup untuk kemuliaan Allah,” tutupnya. (*/tri)

Perjuangan Musikus Melkisedek Nebore, Pengamen Biola Asli Papua

Namanya perjuangan akan lebih nikmat dimulai dari nol. Dari bawah. Namanya perjuangan hidup, tak enak jika tanpa aral. Melkisedek Nebore tengah melaluinya dengan sebuah biola.

Laporan : Abdel Gamel Naser – Jayapura

Suasana ruangan mal yang besar terdengar nyaman dengan alunan musik yang keluar dibalik tiang-tiang tembok. Lebih seperti alunan instrument yang diputar di meja operator untuk  menemani pengunjung berbelanja.

  Lama kelamaan suara ini semakin besar justru ketika mau keluar dari mal tersebut. Setelah diperhatikan dengan seksama barulah ketahuan jika suara instrument tadi bukan dari meja operator melainkan dari sebuah speaker portable 15 inch yang ditempel di tiang tengah pintu masuk.

   Disitu juga berdiri sosok pria dengan tinggi sekitar 178 cm menggunakan topi dan celana pendek serta sepatu kets. Penampilannya mirip skeater.  Hanya anehnya  pemuda yang akhirnya diketahui bernama Melkisedek Nebore atau yang biasa dipanggil Billy Nebore ini tengah memainkan alat musik biola.

  Dan suara instrument yang masuk di lantai yang penuh pakaian itu ternyata berasal dari speakernya.  Selain speaker, ada sebuah karton yang disiapkan dengan tertera tulisan: Mau belajar biola? dan terlihat ada nomor Whastapp serta alamat IG.

   Kotak ini ternyata kotak untuk mengisi duit. Jadi Billy ketika itu sedang ngamen di Mal Abepura atau Mal Ramayana. Ia juga terlihat ramah dengan setengah menunduk ketika ada pengunjung yang mengisi karton tersebut dengan uang. Ya, Billy ketika itu memang sedang ngamen. Ia mendatangi beberapa pusat perbelanjaan untuk memainkan biolanya seraya menghibur dengan meletakkan kotak donasi sukarela.

  Cenderawasih Pos akhirnya berbincang – bincang dan mendapati banyak cerita menarik di balik usahanya ini. Billy mengaku tak mudah untuk bisa berjuang seperti sekarang, sebab ada banyak hal yang tak mengenakkan di balik perjalanan hidupnya.

   Dimulai dari catatan sebagai anak broken home, menjadi anak yang lambat membaca  hingga menjadi pengangguran, karena tak pernah diterima pekerjaan. Ia pun memutuskan untuk mencari jalannya sendiri dan yang dipilih adalah musik. Ia menceritakan bahwa ia mulai menyukai dunia musik sejak kecil. Pada usia 4 tahun, tepatnya di tahun 1999 -2000 Billy sudah ikut dalam tarian drama musikal Papua di Expo Waena.

   Namun setelah pusat kesenian dan budaya Papua di expo tidak lagi berjalan, iapun mulai kebingungan dan kehilangan panggung. “Sebagai seniman cilik kala itu, saya tidak lagi tampil sebagai pemeran atau  penari musikal etnis Papua. Hanya saja jiwa seni tetap ada dalam diri saya karena banyak berinteraksi dengan seniman – seniman Papua lainnya ketika itu,” kenang Billy belum lama ini.

Baca Juga :  Pastikan Stok Kebutuhan Aman, Diharapkan Harga Tetap Stabil

   Lalu hal tak mengenakkan itupun terjadi. Pada tahun 2001 ia mulai merasakan broken home, dimana  ayah dan ibunya selalu bertengkar  hingga membuat ia yang masih kecil ketika itu mengalami kondisi spikologi yang tidak baik. Ia bahkan menyaksikan sendiri kekerasan yang dialami sang ibu sampai – sampai itu terbawa dalam pikirannya. Iapun susah memahami pelajaran yang diberikan oleh gurunya.

  “Otak saya lambat menangkap pelajaran. Saat  kelas 5 SD saya baru bisa membaca, itu pun masih mengeja sedangkan yang lain sejak kelas 2 dan 3 sudah banyak yang bisa membaca dan berhitung,” kenangnya. Akan tetapi dikatakan bahwa ia tak ingin patah semangat, sebab meski lambat namun ia  terus berupaya.

  “Saya juga mengalami kekerasan pada saat itu. Tapi Tuhan membuat saya menjadi kuat dan tangguh hingga kedua orang tuanya resmi berpisah pada tahun 2007 dan saya memilih mengikuti ibu saya kemudian meninggalkan rumah masa kecil di Buper,” ceritanya.

   Ia dan sang ibu numpang dari rumah ke rumah dan sempat tinggal di kos – kosan. Namun di sini Billy tak mau menyalahkan siapa – siapa dari kondisi ini. Ia memaafkan semuanya dan berharap semua baik – baik saja.  Hingga tahun 2013 ia memberanikan diri untuk keluar dari kebiasaan ikut – ikut sang mama. Ia memilih tidak menjadi beban ibunya lagi dan berusaha mandiri.

   Ia ingat pada tahun 2007-2012 ia pernah mendalami musik hip hop, rap dan RnB. Ia bahkan pernah membuat 7 lagu bersama teman – temannya yang sudah ngerap.  Billy pun melampiaskan semua rasa yang ada dalam diri lewat lirik. “Apapun yang saya rasakan, baik itu pahit atau manis, susah atau senang semua saya tuangkan dalam buku yang ditemani dengan music. Hingga tahun 2014 ia memilih mengambil kuliah musik dan memiliki banyak teman musisi dan dosen-dosen handal,” katanya.

  Bahkan di antara dosennya, ada 8 dosen yang menjadi motivator baginya. Sosok yang memberi semangat saat susah ataupun putus asa. Untungnya dalam masa-masa sulit ini Billy punya banyak teman  mulai teman sekolah hingga teman PAM GKI Onomi Flavouw Sentani.

   Ada juga dari Sahabat Yosua Sentani, Abe, Jayapura, hingga Ant Worship Sentani. Teman-teman Worship Everywhere. “Teman dari Pondok Kemuliaan, kelompok Papua trada sampah hingga dari Forum Komunitas Jayapura. Saya memiliki banyak sekali teman yang baik dan selalu mendukung. Ini menjadi energy positif,” akunya.

   Hingga tahun 2015 di situlah titik balik semuanya, dimana Billy dibelikan Biola oleh seorang kaka rohani, Rose Sarareni. Ia memberikan Biola karena tahu Billy suka musik. “Saya belajar biola dengan dipandu selama 3 bulan oleh guru biola saya, dari Korea Selatan, namanya Tabitha Park dan selama 3 bulan ia belajar hingga bulan berikutnya pak Tabitha ini pulang ke negaranya Korea Selatan dan setelah itu ia mulai belajar secara otodidak lewat youtube,” tambah Billy. Hingga pertengahan tahun 2015 atau selama 3 tahun ia belajar  via youtube.

Baca Juga :  Pastikan Kondisi Anak Sehat dan Ada Izin dari Orang Tua

    Nah selama hampir 3 tahun inilah ia mulai menyukai musik – musik kuno dan  tradisional dari berbagai belahan dunia. Mulai dari musik klasik, jazz, blues dan smua genre music. Dan akhirnya pada 16 Desember 2018  Billy meraih gelar sarjana pendidikan dan semangatnya untuk bekerja mulai tumbuh, dimana awal tahun 2019 dirinya melamar pekerjaan. Namun ini tak sesuai harapan. Selama 3 tahun Billy justru menjadi pengangguran.

  “Saya ingin bekerja apa saja  yang penting bisa menghasilkan uang dan bisa bertanggung jawab atas diri saya sendiri dan membangun apa yang saya mau termasuk  ayah dan ibunya bangga. Tapi sepanjang tahun 2019-2021 saya justru menjadi pengangguran,” akunya.

   Billy sempat depresi, stress karena merasa sebagai laki – laki yang sudah dewasa, namun masih disuap oleh orang tua. Kebutuhan apapun masih ditanggung oleh orang tua. Hingga diawal Desember tahun 2021 Billy memberanikan diri meminta izin untuk ngamen di Saga Kemiri. Dan di situlah awal mula dirinya menjadi pegamen biola. Musisi jalanan mengelilingi kota dan Kabupaten Jayapura hanya untuk mengamen dan bertanggung jawab atas diri sendiri.

   “Saya ingat, saya bisa membeli nasi kuning harga Rp 15 ribu untuk makan satu keluarga itu membuat saya terharu, menangis namun bangga,” ucapnya.

   Iapun menanamkan tekad bisa membantu banyak orang meski dirinya belum bekerja. Dengan kemampuannya mengamen ia yakin Tuhan akan membantu memberi jalan untuk membantu banyak orang. “Jika saya tidak diperhatikan Gubernur, Wali Kota, apalagi Bupati Jayapura, saya akan tetap ngamen biola sampai sa tua. Saya  akan ngamen biola sampai bisa memberi makan orang – orang susah. Saya akan memberi makan orang – orang gila, untuk membayar orang sakit , untuk mereka yang tidak sekolah termasuk untuk lingkungan hidup. Saya tidak peduli sekeras apa itu apakah diperhatikan pemerintah atau tidak saya tetap jalan,” tegasnya.

   Di sini Billy memang menyukai biola, namun alat musik lain juga ia kuasai seperti gitar maupun keyboard. “Saya juga seorang penyanyi paduan suara dalam suatu kelompok paduan suara untuk ajang pesparawi. Saat ini misi saya dalam hidup adalah menjadi berkat bagi banyak orang. Saya mau jadi motivator dan menginspirasi inpirasi anak – muda Papua. Saya hidup untuk kemuliaan Allah,” tutupnya. (*/tri)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya