Saturday, April 27, 2024
27.7 C
Jayapura

80 % Mirip  Jalan Tol, Patroli Berkala Kecepatan Diperlukan

Peluang Terjadinya Kecelakaan di Jalan Holtekamp dari Kacamata Pengamat Transportasi

Banyak yang mensyukuri keberadaan Jl Hamadi – Holtekamp yang diresmikan Oktober 2018 lalu. Pasalnya lebih cepat menuju ke daerah distrik Muara Tami. Namun dengan kondisi rata dan halus justru membuka peluang terjadinya kecelakaan.

Laporan: Abdel Gamel Naser – Jayapura

Dengan kondisi jalan yang rata dan diaspal hot mix, jalan Hamadi-Holtekamp nampak sangat memanjakan untuk dilewati. Mulus dan nyaman baik untuk kecepatan rendah maupun kecepatan tinggi.

Dr Petrus Bahtiar (Foto:Petrus For Cepos)

Namun siapa sangka dengan fasilitas yang nyaman ini justru sudah berkali-kali terjadi kecelakaan. Dampaknya tidak hanya kerugian materil tetapi juga kehilangan nyawa. Bahkan bisa dibilang hampir setiap bulan ada saja kecelakaan di lokasi yang berdekatan dengan laut tersebut.

Cenderawasih Pos mencatat kebanyakan kecelakaan terjadi menimpa pengendara motor. Namun ada juga yang menimpa kendaraan roda empat dan sisa – sisa kecelakaan tersebut masih bisa terlihat hingga sekarang, salah satunya adalah robohnya tiang lampu di median jalan akibat ditabrak dengan kecepatan tinggi.

Berbicara soal kecepatan, salah satu Dosen Transportasi Uncen, Petrus Bahtiar menjelaskan bahwa tingkat kecelakaan di Jl Hamadi Holtekamp terbilang tinggi, tak lepas dari kontrol kecepatan kendaraan yang lemah untuk pengguna roda empat terlebih motor.  Artinya pengendara ataupun pengemudi masih belum bisa mengontrol laju kendaraan dengan baik di jalur datar dan mulus.

Dengan kondisi ini, kata Petrus, motor lebih berpotensi mengalami kecelakaan dibanding móbil. Ia mencatat 80% peluang kecelakaan terjadi menimpa pengendara motor dan sisanya berpeluang pada pengemudi móbil.

Baca Juga :  Mudahkan Dalam Pelaporan RFK dan Hindari Perbedaan Data

“Faktor di luar kendali menjadi pemicunya, di luar kendali sangat rentan terjadi jika berada pada kecepatan tinggi.  Maka motor yang melaju dengan kecepatan di atas 60 Km/jam kemungkinan peluang lepas kontrolnya sangat tinggi, dibandingkan mobil. Sedangkan mobil dengan kecepatan diatas 80 Km/jam juga rentan lepas kendali terutama di jalan umum,” beber Petrus melalui pesan singkatnya.

Iapun memberikan solusi bahwa untuk mencegah kecelakaan, maka pengguna jalan baik roda dua maupun roda empat bisa melaju dengan kecepatan normal. Petrus mencatat jika melihat kebiasaan di jalan tol kecepatan justru diberi batasan minimal yaitu 60 Km/jam. Ini  untuk tol dalam kota, sedangkan untuk tol luar kota biasanya minimal 80 Km/jam. Yang jadi pertanyaan lanjutan, kata mantan Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia Provinsi Papua ini, mengapa  di jalan  tol justru perlu dilakukan pembatasan minimal, ini menurut Petrus dikarenakan  geometrik dan rambu jalannya sudah dikondisikan untuk kecepatan tinggi khusus untuk roda 4.

“Karena itulah  motor dilarang masuk tol, karena faktor keamanan dan keselamatan,” bebernya. Lalu dari analisanya, Jalan Holtekam ini sejatinya 80 % mirip  dengan jalan tol. Hanya bedanya ia tidak berbayar, kemudian tidak memiliki pembatas kiri kanan (rail guard) dan masih banyaknya bukaan untuk mutar balik, serta penerangan jalan yang tidak standart termasuk rambu dan APILL lainnya.

Geometrik jalan holtekam dilapis dengan lapisan penutup jenis Lataston, mulus dan nyaman. Tikungan dengan jari-jari sangat besar  serta kelandaian  yang nyaris rata. Dan  pengendara roda dua bisa dipastikan akan melaju paling tidak 80 -100 Km/jam.

Baca Juga :  Pencanangan HUT RI Tak Lagi Ditaman Imbi

“Apalagi jika pengendara motornya seorang anak remaja yang masih suka memacu adrenalin dan mencari sensasi dari laju motornya. Pasti jarum spedometer dibuat kandas (penuh),” tambahnya.

Padahal dengan melaju kecepatan penuh,  persentase lepas kendali untuk situasi ini bukan lagi 80% tetapi 90%. Kemudian bila ditambah dengan penerangan jalan saat malam tidak maksimal plus dengan gesekan bersama kendaraan lain, maka 90% bisa mendekati 95 % atau bahkan 100%. “Ini yang patut dicermati,” wantinya.

Lalu solusi yang diberikan lanjut Petrus adalah pertama memberikan atau memasang rambu jalan standart atau kualitasya menyerupai yang dipasang di jalan tol. Kedua memperbaiki system penerangan yang lebih jelas, sebab selama ini persoalan penerangan khususnya malam hari menjadi keluhan pengguna jalan, ketiga, mengurangi bukaan gas dan keempat membuat pembatasan akses dari samping.

“Lalu  perlu diimbau untuk  dilakukan pembatasan kecepatan, ini harus terus disosialisasi atau bila perlu dilakukan patroli berkala,” jelas Petrus.

Selain itu, yang bisa digunakan adalah menggunakan ITS atau intellegent transportation system misalnya dengan  speed gun, CCTV serta memberikan edukasi dan sanksi. “Kami pikir ini salah satu cara yang bisa digunakan untuk menekan angka kecelakaan di Jl Hamadi – Holtekamp,” tutupnya (*/tri)

Peluang Terjadinya Kecelakaan di Jalan Holtekamp dari Kacamata Pengamat Transportasi

Banyak yang mensyukuri keberadaan Jl Hamadi – Holtekamp yang diresmikan Oktober 2018 lalu. Pasalnya lebih cepat menuju ke daerah distrik Muara Tami. Namun dengan kondisi rata dan halus justru membuka peluang terjadinya kecelakaan.

Laporan: Abdel Gamel Naser – Jayapura

Dengan kondisi jalan yang rata dan diaspal hot mix, jalan Hamadi-Holtekamp nampak sangat memanjakan untuk dilewati. Mulus dan nyaman baik untuk kecepatan rendah maupun kecepatan tinggi.

Dr Petrus Bahtiar (Foto:Petrus For Cepos)

Namun siapa sangka dengan fasilitas yang nyaman ini justru sudah berkali-kali terjadi kecelakaan. Dampaknya tidak hanya kerugian materil tetapi juga kehilangan nyawa. Bahkan bisa dibilang hampir setiap bulan ada saja kecelakaan di lokasi yang berdekatan dengan laut tersebut.

Cenderawasih Pos mencatat kebanyakan kecelakaan terjadi menimpa pengendara motor. Namun ada juga yang menimpa kendaraan roda empat dan sisa – sisa kecelakaan tersebut masih bisa terlihat hingga sekarang, salah satunya adalah robohnya tiang lampu di median jalan akibat ditabrak dengan kecepatan tinggi.

Berbicara soal kecepatan, salah satu Dosen Transportasi Uncen, Petrus Bahtiar menjelaskan bahwa tingkat kecelakaan di Jl Hamadi Holtekamp terbilang tinggi, tak lepas dari kontrol kecepatan kendaraan yang lemah untuk pengguna roda empat terlebih motor.  Artinya pengendara ataupun pengemudi masih belum bisa mengontrol laju kendaraan dengan baik di jalur datar dan mulus.

Dengan kondisi ini, kata Petrus, motor lebih berpotensi mengalami kecelakaan dibanding móbil. Ia mencatat 80% peluang kecelakaan terjadi menimpa pengendara motor dan sisanya berpeluang pada pengemudi móbil.

Baca Juga :  Proses Belajar SMA Gabungan Masih Terganggu

“Faktor di luar kendali menjadi pemicunya, di luar kendali sangat rentan terjadi jika berada pada kecepatan tinggi.  Maka motor yang melaju dengan kecepatan di atas 60 Km/jam kemungkinan peluang lepas kontrolnya sangat tinggi, dibandingkan mobil. Sedangkan mobil dengan kecepatan diatas 80 Km/jam juga rentan lepas kendali terutama di jalan umum,” beber Petrus melalui pesan singkatnya.

Iapun memberikan solusi bahwa untuk mencegah kecelakaan, maka pengguna jalan baik roda dua maupun roda empat bisa melaju dengan kecepatan normal. Petrus mencatat jika melihat kebiasaan di jalan tol kecepatan justru diberi batasan minimal yaitu 60 Km/jam. Ini  untuk tol dalam kota, sedangkan untuk tol luar kota biasanya minimal 80 Km/jam. Yang jadi pertanyaan lanjutan, kata mantan Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia Provinsi Papua ini, mengapa  di jalan  tol justru perlu dilakukan pembatasan minimal, ini menurut Petrus dikarenakan  geometrik dan rambu jalannya sudah dikondisikan untuk kecepatan tinggi khusus untuk roda 4.

“Karena itulah  motor dilarang masuk tol, karena faktor keamanan dan keselamatan,” bebernya. Lalu dari analisanya, Jalan Holtekam ini sejatinya 80 % mirip  dengan jalan tol. Hanya bedanya ia tidak berbayar, kemudian tidak memiliki pembatas kiri kanan (rail guard) dan masih banyaknya bukaan untuk mutar balik, serta penerangan jalan yang tidak standart termasuk rambu dan APILL lainnya.

Geometrik jalan holtekam dilapis dengan lapisan penutup jenis Lataston, mulus dan nyaman. Tikungan dengan jari-jari sangat besar  serta kelandaian  yang nyaris rata. Dan  pengendara roda dua bisa dipastikan akan melaju paling tidak 80 -100 Km/jam.

Baca Juga :  Libur Lebaran, Puskesmas Tetap Buka Pelayanan

“Apalagi jika pengendara motornya seorang anak remaja yang masih suka memacu adrenalin dan mencari sensasi dari laju motornya. Pasti jarum spedometer dibuat kandas (penuh),” tambahnya.

Padahal dengan melaju kecepatan penuh,  persentase lepas kendali untuk situasi ini bukan lagi 80% tetapi 90%. Kemudian bila ditambah dengan penerangan jalan saat malam tidak maksimal plus dengan gesekan bersama kendaraan lain, maka 90% bisa mendekati 95 % atau bahkan 100%. “Ini yang patut dicermati,” wantinya.

Lalu solusi yang diberikan lanjut Petrus adalah pertama memberikan atau memasang rambu jalan standart atau kualitasya menyerupai yang dipasang di jalan tol. Kedua memperbaiki system penerangan yang lebih jelas, sebab selama ini persoalan penerangan khususnya malam hari menjadi keluhan pengguna jalan, ketiga, mengurangi bukaan gas dan keempat membuat pembatasan akses dari samping.

“Lalu  perlu diimbau untuk  dilakukan pembatasan kecepatan, ini harus terus disosialisasi atau bila perlu dilakukan patroli berkala,” jelas Petrus.

Selain itu, yang bisa digunakan adalah menggunakan ITS atau intellegent transportation system misalnya dengan  speed gun, CCTV serta memberikan edukasi dan sanksi. “Kami pikir ini salah satu cara yang bisa digunakan untuk menekan angka kecelakaan di Jl Hamadi – Holtekamp,” tutupnya (*/tri)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya