Monday, April 29, 2024
26.7 C
Jayapura

Antar Jemput Naik Motor, Eril di Belakang, Adiknya di Depan

Kenangan Panjang Hendar Bersama Eril sedari Kecil

Eril dan sang adik sedari kecil dididik orang tua mereka untuk tidak termanjakan fasilitas. Selama masih bisa mengerjakan sendiri, tak boleh bergantung kepada orang lain. Eril pula yang mengajari Hendar Zaehanan berenang.

ZALZILATUL HIKMIA, Bandung

PANDANGAN Hendar Zaehanan tertunduk. Mimik wajah pria 33 tahun itu tiba-tiba berubah. Matanya pun mulai memerah kala melihat layar televisi yang sengaja diletakkan di salah satu sudut ruang ekspresi, Gedung Pakuan, Kota Bandung, kemarin. Di sana tampak Emmeril Kahn Mumtadz alias Eril yang sedang tertawa dalam banyak jepretan foto.

”Saya masih nggak bisa. Belum sanggup lihat foto Aa’ Eril,” katanya terbata.

Kemarin (12/6) jadi momen pertama Hendar memberanikan diri berkunjung ke Pakuan untuk melihat ruang ekspresi. Ruangan khusus yang disediakan Pemprov Jawa Barat (Jabar) untuk masyarakat yang ingin turut menyampaikan doa dan ucapan bagi Ridwan Kamil dan keluarga atas berpulangnya Eril.

Hendar sangat dekat dengan Eril. Dia pengasuh putra gubernur Jabar yang tenggelam dan kemudian ditemukan meninggal di Sungai Aare, Bern, Swiss, itu. Mereka sudah seperti saudara.

Hendar sudah membersamai keluarga Emil –sapaan akrab Ridwan Kamil– dan Atalia Praratya kurang lebih 15 tahun. Sejak Eril dan adiknya, Camillia Laetitia Azzahra atau Zahra, masih bocah. Eril masih duduk di jenjang sekolah dasar, sementara Zahra masih playgroup.

Bahkan, setahun terakhir, Eril memilih tinggal di rumah pribadi RK (Ridwan Kamil), bertiga bersama Hendar dan sang istri. ”Dikenalin ibu ke anak-anak, A’ Eril, Teh Zahra, ini A’ Hendar yang mau kerja di sini. Antar jemput Zahra sama Eril. Anggap aja A’ Hendar itu saudara sendiri ya,” ujar Hendar di sela tangisnya.

Hendar yang masih berusia 15 tahun saat itu pun cepat akrab dengan Eril dan Zahra. Apalagi, dia ditugaskan untuk mengantar jemput keduanya.

Baca Juga :  Banyak Warga Belum Paham Hukum, Tidak Semua Persoalan Harus ke Pengadilan

Meski lahir dari keluarga berkecukupan, kakak beradik itu tak lantas difasilitasi dengan mobil. Mereka terbiasa diantar jemput menggunakan motor. Zahra akan duduk di depan, Hendar di tengah, sementara Eril akan berpegangan erat dari belakang.

”Dulu pernah, pulang sekolah, Teh Zahra kayaknya kecapekan banget, terus ketiduran. Jadi saya iket badannya sama saya pakai jaket gitu di depan biar gak jatuh. Sementara A’ Eril di belakang. Boncengan bertiga,” kenang pria asal Garut, Jabar, tersebut.

Hendar bahkan jadi orang pertama yang mengajari mereka mengendarai motor. Diam-diam, tanpa diketahui oleh kedua orang tuanya.

Awalnya, Eril yang sudah remaja mulai meminta untuk diajari naik motor. Hendar pun mengamini. Biasanya, Hendar akan mengizinkan Eril duduk di depan dan memegang kemudi, namun tetap sambil ia pegangi bagian setirnya.

Jalan yang dipilih pun bukan jalan raya yang ramai pengendara kendaraan bermotor. Jalan Kanayakan, Bandung, jadi saksi bagaimana kegiatan itu menjadi rutinitas mereka sepulang sekolah dari SMP Darul Hikam Bandung. ”Tapi, ngajarinnya bertahap ya. Selama beberapa tahun sampai bisa sendiri,” tuturnya.

Kegiatan antar jemput itu berhenti saat Emil menjadi wali kota Bandung. Hendar dialihtugaskan untuk mengurusi keperluan Emil dan Atalia. Saat itu Eril sudah duduk di kelas II SMA.

Alih-alih meminta antar jemput dengan fasilitas lainnya, Eril justru memutuskan untuk berangkat sekolah dengan menggunakan sepeda. Sesekali ia akan meminjam motor Hendar yang memang jadi inventaris untuk mengantar jemput mereka.

Lain waktu, ganti Eril yang mengajarinya. Kala itu Hendar tiba-tiba diajak berenang bersama Eril dan Zahra. Hendar yang memang tak bisa berenang langsung to the point mengatakan tak bisa berenang. Eril tanpa ragu mengajarinya berbagai gaya, mulai gaya katak sampai gaya bebas. Diajarinya Hendar dengan sabar. Tiap kali Hendar salah mempraktikkan gerak yang telah diajarkan olehnya, Eril hanya memintanya mengulangi.

Baca Juga :  Melihat Air Masuk, Nakhoda Langsung Teriak Mama...Mamaaa

Eril memang sejak kecil sudah jago berenang. Bahkan, dulu Hendar kerap mengantarkannya untuk pergi les renang. Kecakapannya berada di air itu pun kian lengkap ketika ia berhasil mendapatkan sertifikat diving (menyelam). ”Sampai saya sekarang sudah bisa berenang gaya katak,” katanya sambil mengusap air mata.

Hendar benar-benar menjadi saksi Eril kecil tumbuh menjadi dewasa. Jadi pemuda tampan yang suka membantu sesama. Ia tak ragu turun langsung ke masyarakat untuk melakukan kegiatan sosial. Sebagai leader dari Jabar Bergerak Zillenial, Eril menggerakkan anak muda untuk berkontribusi langsung ke masyarakat. Misalnya membuat panel tenaga surya untuk warga di Garut, kampung asal Hendar.

Beranjak dewasa tak membuat sifat Eril berubah. Ia tetap sama, tak pernah membedakan pekerja, mandiri, bertanggung jawab, dan tidak suka mengumbar apa yang telah dilakukan.

Kemandirian dan rasa tanggung jawab ini memang sudah diajarkan Atalia sejak mereka kecil. Untuk urusan membersihkan kamar saja, meski sudah ada Hendar, mereka diminta melakukannya sendiri. Pria berkacamata itu hanya ditugasi untuk mendampingi dan membantu bila ada kesulitan. ”Aa’ tuh gak segan gitu, bahkan makan bekas sendok saya. Disuapin, suruh nyoba masakannya,” ucapnya.

Tangis Hendar kembali meluncur. Ia teringat saat bertanya kepada Eril kapan wisuda. Alumnus Institut Teknologi Bandung itu hanya meminta doa agar bisa segera. Semoga bisa wisuda di tahun ini. ”Tapi, Aa’ gak jadi wisuda,” ujarnya sambil terisak, lalu terdiam lama.

Namun, Hendar meyakini, Eril sudah ditempatkan di tempat terbaik oleh Allah. Husnulkhatimah. ”Allah sangat menyayangi almarhum. Almarhum ditemukan dalam kondisi tubuh yang wangi dan utuh, bahkan diizinkan untuk kembali pulang ke tanah air,” tuturnya.

Salah satu yang paling ia sesalkan adalah tak pernah foto berdua Eril. Sebab, Hendar merasa toh setiap hari bertemu. ”Kalau dibilang menyesal, menyesal sekali,” ungkapnya. (*/c9/ttg/JPG)

Kenangan Panjang Hendar Bersama Eril sedari Kecil

Eril dan sang adik sedari kecil dididik orang tua mereka untuk tidak termanjakan fasilitas. Selama masih bisa mengerjakan sendiri, tak boleh bergantung kepada orang lain. Eril pula yang mengajari Hendar Zaehanan berenang.

ZALZILATUL HIKMIA, Bandung

PANDANGAN Hendar Zaehanan tertunduk. Mimik wajah pria 33 tahun itu tiba-tiba berubah. Matanya pun mulai memerah kala melihat layar televisi yang sengaja diletakkan di salah satu sudut ruang ekspresi, Gedung Pakuan, Kota Bandung, kemarin. Di sana tampak Emmeril Kahn Mumtadz alias Eril yang sedang tertawa dalam banyak jepretan foto.

”Saya masih nggak bisa. Belum sanggup lihat foto Aa’ Eril,” katanya terbata.

Kemarin (12/6) jadi momen pertama Hendar memberanikan diri berkunjung ke Pakuan untuk melihat ruang ekspresi. Ruangan khusus yang disediakan Pemprov Jawa Barat (Jabar) untuk masyarakat yang ingin turut menyampaikan doa dan ucapan bagi Ridwan Kamil dan keluarga atas berpulangnya Eril.

Hendar sangat dekat dengan Eril. Dia pengasuh putra gubernur Jabar yang tenggelam dan kemudian ditemukan meninggal di Sungai Aare, Bern, Swiss, itu. Mereka sudah seperti saudara.

Hendar sudah membersamai keluarga Emil –sapaan akrab Ridwan Kamil– dan Atalia Praratya kurang lebih 15 tahun. Sejak Eril dan adiknya, Camillia Laetitia Azzahra atau Zahra, masih bocah. Eril masih duduk di jenjang sekolah dasar, sementara Zahra masih playgroup.

Bahkan, setahun terakhir, Eril memilih tinggal di rumah pribadi RK (Ridwan Kamil), bertiga bersama Hendar dan sang istri. ”Dikenalin ibu ke anak-anak, A’ Eril, Teh Zahra, ini A’ Hendar yang mau kerja di sini. Antar jemput Zahra sama Eril. Anggap aja A’ Hendar itu saudara sendiri ya,” ujar Hendar di sela tangisnya.

Hendar yang masih berusia 15 tahun saat itu pun cepat akrab dengan Eril dan Zahra. Apalagi, dia ditugaskan untuk mengantar jemput keduanya.

Baca Juga :  Banyak Warga Belum Paham Hukum, Tidak Semua Persoalan Harus ke Pengadilan

Meski lahir dari keluarga berkecukupan, kakak beradik itu tak lantas difasilitasi dengan mobil. Mereka terbiasa diantar jemput menggunakan motor. Zahra akan duduk di depan, Hendar di tengah, sementara Eril akan berpegangan erat dari belakang.

”Dulu pernah, pulang sekolah, Teh Zahra kayaknya kecapekan banget, terus ketiduran. Jadi saya iket badannya sama saya pakai jaket gitu di depan biar gak jatuh. Sementara A’ Eril di belakang. Boncengan bertiga,” kenang pria asal Garut, Jabar, tersebut.

Hendar bahkan jadi orang pertama yang mengajari mereka mengendarai motor. Diam-diam, tanpa diketahui oleh kedua orang tuanya.

Awalnya, Eril yang sudah remaja mulai meminta untuk diajari naik motor. Hendar pun mengamini. Biasanya, Hendar akan mengizinkan Eril duduk di depan dan memegang kemudi, namun tetap sambil ia pegangi bagian setirnya.

Jalan yang dipilih pun bukan jalan raya yang ramai pengendara kendaraan bermotor. Jalan Kanayakan, Bandung, jadi saksi bagaimana kegiatan itu menjadi rutinitas mereka sepulang sekolah dari SMP Darul Hikam Bandung. ”Tapi, ngajarinnya bertahap ya. Selama beberapa tahun sampai bisa sendiri,” tuturnya.

Kegiatan antar jemput itu berhenti saat Emil menjadi wali kota Bandung. Hendar dialihtugaskan untuk mengurusi keperluan Emil dan Atalia. Saat itu Eril sudah duduk di kelas II SMA.

Alih-alih meminta antar jemput dengan fasilitas lainnya, Eril justru memutuskan untuk berangkat sekolah dengan menggunakan sepeda. Sesekali ia akan meminjam motor Hendar yang memang jadi inventaris untuk mengantar jemput mereka.

Lain waktu, ganti Eril yang mengajarinya. Kala itu Hendar tiba-tiba diajak berenang bersama Eril dan Zahra. Hendar yang memang tak bisa berenang langsung to the point mengatakan tak bisa berenang. Eril tanpa ragu mengajarinya berbagai gaya, mulai gaya katak sampai gaya bebas. Diajarinya Hendar dengan sabar. Tiap kali Hendar salah mempraktikkan gerak yang telah diajarkan olehnya, Eril hanya memintanya mengulangi.

Baca Juga :  Sate Kambing Favorit Delegasi Konferensi Asia-Afrika

Eril memang sejak kecil sudah jago berenang. Bahkan, dulu Hendar kerap mengantarkannya untuk pergi les renang. Kecakapannya berada di air itu pun kian lengkap ketika ia berhasil mendapatkan sertifikat diving (menyelam). ”Sampai saya sekarang sudah bisa berenang gaya katak,” katanya sambil mengusap air mata.

Hendar benar-benar menjadi saksi Eril kecil tumbuh menjadi dewasa. Jadi pemuda tampan yang suka membantu sesama. Ia tak ragu turun langsung ke masyarakat untuk melakukan kegiatan sosial. Sebagai leader dari Jabar Bergerak Zillenial, Eril menggerakkan anak muda untuk berkontribusi langsung ke masyarakat. Misalnya membuat panel tenaga surya untuk warga di Garut, kampung asal Hendar.

Beranjak dewasa tak membuat sifat Eril berubah. Ia tetap sama, tak pernah membedakan pekerja, mandiri, bertanggung jawab, dan tidak suka mengumbar apa yang telah dilakukan.

Kemandirian dan rasa tanggung jawab ini memang sudah diajarkan Atalia sejak mereka kecil. Untuk urusan membersihkan kamar saja, meski sudah ada Hendar, mereka diminta melakukannya sendiri. Pria berkacamata itu hanya ditugasi untuk mendampingi dan membantu bila ada kesulitan. ”Aa’ tuh gak segan gitu, bahkan makan bekas sendok saya. Disuapin, suruh nyoba masakannya,” ucapnya.

Tangis Hendar kembali meluncur. Ia teringat saat bertanya kepada Eril kapan wisuda. Alumnus Institut Teknologi Bandung itu hanya meminta doa agar bisa segera. Semoga bisa wisuda di tahun ini. ”Tapi, Aa’ gak jadi wisuda,” ujarnya sambil terisak, lalu terdiam lama.

Namun, Hendar meyakini, Eril sudah ditempatkan di tempat terbaik oleh Allah. Husnulkhatimah. ”Allah sangat menyayangi almarhum. Almarhum ditemukan dalam kondisi tubuh yang wangi dan utuh, bahkan diizinkan untuk kembali pulang ke tanah air,” tuturnya.

Salah satu yang paling ia sesalkan adalah tak pernah foto berdua Eril. Sebab, Hendar merasa toh setiap hari bertemu. ”Kalau dibilang menyesal, menyesal sekali,” ungkapnya. (*/c9/ttg/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya