Sunday, April 28, 2024
30.7 C
Jayapura

Buku Pelajaran Tak Sempat Terbawa Mengungsi, Hanya Beberapa Diktat

Mereka Kangen Sekolah Lagi…tapi di Tempat yang Aman

Bisa bertemu dengan kawan-kawan sekolah dan para guru lagi, seperti para murid SDN Supiturang 03 kemarin, adalah setitik kegembiraan di tengah pengungsian. Ada yang bahkan tidak tahu nasib teman-teman sekelasnya sekarang.

AZAMI RAMADHAN, Lumajang

TIDAK semua datang. Suasananya juga masih darurat pengungsian. Namun, keceriaan khas anak-anak yang menguar dari balai dusun itu tak lantas berkurang.

Maklum, untuk kali pertama sejak Gunung Semeru mengalami erupsi pada Sabtu (4/12), para siswa SDN Supiturang 03, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, kembali bertemu bersama para guru mereka kemarin (9/12). Bukan di sekolah, melainkan di Balai Dusun Watu Kandang, Desa Penanggal, Kecamatan Candipuro, di kabupaten yang sama.

”Kangen sekolah lagi,” kata Febriani Cahyaningtyas, siswi kelas VI SDN Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, kemarin.

Sekolah mereka yang berlokasi di Dusun Curah Kobokan tidak bisa ditempati lagi. Curah Kobokan termasuk dusun yang paling parah terdampak letusan. SDN Supiturang 03 juga bermandikan pasir. Sebagian atapnya ambruk.

Ada 31 siswa yang berkumpul di balai dusun kemarin siang itu. Para guru sengaja mengadakannya untuk mengembalikan kondisi para siswa yang rata-rata terpukul oleh erupsi yang telah menewaskan puluhan orang tersebut.

Febriani termasuk di antaranya. Dia merasa trauma kembali ke sekolah lamanya. ”Pengin belajar lagi, tapi di tempat yang aman,” katanya.

Baca Juga :  Di Kamar Mandi Juga Main Lato-lato, Mampu Kalahkan Pesaing yang Lebih Besar

Saat awan panas guguran (APG) disemburkan Semeru, dia harus mengungsi bersama keluarga ke posko Desa Penanggal tanpa sempat membawa buku pelajaran. Hanya beberapa diktat.

”Tertinggal. Nggak papa. Yang penting bisa ketemu bu guru dan temen-temen,” ucap siswi yang tinggal di Dusun Curah Kobokan, Desa Supiturang, tersebut.

Candra Hakiki, dari dusun dan sekolah yang berbeda, juga tak kalah kangennya bersekolah lagi. ”Senin ini (13/12) harusnya ada latihan untuk ujian, tapi libur,” ujar siswa kelas VI SDN Sumberwuluh 04 itu.

Kiki –sapaan akrabnya– tidak tahu libur akibat APG Gunung Semeru itu sampai kapan. Dia juga tidak tahu kabar sebagian teman sekelasnya yang berasal dari dusun yang sama dengannya: Kampung Renteng. Kampung Renteng, sebagaimana Curah Kobokan, juga parah terkena efek letusan.

”Pengin sekolah lagi, tapi nggak di sini,” kata siswa 12 tahun yang mengungsi di Candipuro bersama keluarganya tersebut.

Dia hanya membawa buku pelajaran tematik saat APG Gunung Semeru terjadi. Namun, karena rumahnya hanya terdampak abu vulkanis, Kiki bisa kembali ke rumah untuk sekadar belajar mengulang pembelajaran yang sudah-sudah.

Kepala SDN Supiturang 03 Martoyo mengungkapkan, mempertemukan para siswa ditujukan untuk menumbuhkan semangat dan optimisme siswa dan guru. ”Mereka ini harus bangkit. Kami dibantu PGRI Ranting Pronojiwo Wilayah Timur,” ujarnya.

Baca Juga :  Komoditi Pertanian yang Tak Laku Bisa Diolah Lagi Daripada Dibuang

Dia menjelaskan, para siswa SDN Supiturang 03 tersebar mengungsi ke posko Penanggal, Sumbermujur, Candipuro, dan Sumberwuluh bersama keluarga masing-masing. Dia menyatakan bahwa pertemuan dengan siswa dan wali murid bakal tetap dilakukan. ”Ya, kami isi dengan pendampingan psikososial, belajar sedikit-sedikit. Masa depan mereka masih panjang,” tuturnya.

Martoyo sempat mengevakuasi berbagai berkas penting milik sekolah pada Rabu (8/12). Termasuk buku rapor dan beragam buku pelajaran yang dapat diselamatkan. ”Alhamdulillah, dengan dibantu relawan, berkas penting bisa kami evakuasi. Ini modal berharga untuk bangkit,” tegasnya.

Untuk memulihkan kondisi psikologis siswa dan anak-anak korban APG Gunung Semeru, sejumlah lembaga dari intansi pemerintahan dan relawan juga melakukan pendampingan psikososial di posko-posko pengungsian.

Sri Rumpoko, pendamping anak layanan dukungan psikososial (LDP) Kementerian Sosial, menuturkan bahwa pendampingan secara langsung dilakukan sejak Minggu (5/12). Salah satu tujuan LDP adalah mengembalikan mental dan kejiwaan anak. ”Termasuk bersama orang tua. Karena itu, aktivitas kami selalu libatkan orang tua dan saudaranya,” jelasnya.

Dia menambahkan, pendampingan itu juga melibatkan psikolog lintas instansi. ”Harapannya, pelaksanaan itu dapat mengurangi dan menghilangkan trauma para korban AGP Semeru. Khususnya anak-anak,” katanya. (*/c14/ttg/JPG)

Mereka Kangen Sekolah Lagi…tapi di Tempat yang Aman

Bisa bertemu dengan kawan-kawan sekolah dan para guru lagi, seperti para murid SDN Supiturang 03 kemarin, adalah setitik kegembiraan di tengah pengungsian. Ada yang bahkan tidak tahu nasib teman-teman sekelasnya sekarang.

AZAMI RAMADHAN, Lumajang

TIDAK semua datang. Suasananya juga masih darurat pengungsian. Namun, keceriaan khas anak-anak yang menguar dari balai dusun itu tak lantas berkurang.

Maklum, untuk kali pertama sejak Gunung Semeru mengalami erupsi pada Sabtu (4/12), para siswa SDN Supiturang 03, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, kembali bertemu bersama para guru mereka kemarin (9/12). Bukan di sekolah, melainkan di Balai Dusun Watu Kandang, Desa Penanggal, Kecamatan Candipuro, di kabupaten yang sama.

”Kangen sekolah lagi,” kata Febriani Cahyaningtyas, siswi kelas VI SDN Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, kemarin.

Sekolah mereka yang berlokasi di Dusun Curah Kobokan tidak bisa ditempati lagi. Curah Kobokan termasuk dusun yang paling parah terdampak letusan. SDN Supiturang 03 juga bermandikan pasir. Sebagian atapnya ambruk.

Ada 31 siswa yang berkumpul di balai dusun kemarin siang itu. Para guru sengaja mengadakannya untuk mengembalikan kondisi para siswa yang rata-rata terpukul oleh erupsi yang telah menewaskan puluhan orang tersebut.

Febriani termasuk di antaranya. Dia merasa trauma kembali ke sekolah lamanya. ”Pengin belajar lagi, tapi di tempat yang aman,” katanya.

Baca Juga :  Tak Lagi Harus ke Bali, Titik Lokasi Diambil Dari Hasil Ritual 

Saat awan panas guguran (APG) disemburkan Semeru, dia harus mengungsi bersama keluarga ke posko Desa Penanggal tanpa sempat membawa buku pelajaran. Hanya beberapa diktat.

”Tertinggal. Nggak papa. Yang penting bisa ketemu bu guru dan temen-temen,” ucap siswi yang tinggal di Dusun Curah Kobokan, Desa Supiturang, tersebut.

Candra Hakiki, dari dusun dan sekolah yang berbeda, juga tak kalah kangennya bersekolah lagi. ”Senin ini (13/12) harusnya ada latihan untuk ujian, tapi libur,” ujar siswa kelas VI SDN Sumberwuluh 04 itu.

Kiki –sapaan akrabnya– tidak tahu libur akibat APG Gunung Semeru itu sampai kapan. Dia juga tidak tahu kabar sebagian teman sekelasnya yang berasal dari dusun yang sama dengannya: Kampung Renteng. Kampung Renteng, sebagaimana Curah Kobokan, juga parah terkena efek letusan.

”Pengin sekolah lagi, tapi nggak di sini,” kata siswa 12 tahun yang mengungsi di Candipuro bersama keluarganya tersebut.

Dia hanya membawa buku pelajaran tematik saat APG Gunung Semeru terjadi. Namun, karena rumahnya hanya terdampak abu vulkanis, Kiki bisa kembali ke rumah untuk sekadar belajar mengulang pembelajaran yang sudah-sudah.

Kepala SDN Supiturang 03 Martoyo mengungkapkan, mempertemukan para siswa ditujukan untuk menumbuhkan semangat dan optimisme siswa dan guru. ”Mereka ini harus bangkit. Kami dibantu PGRI Ranting Pronojiwo Wilayah Timur,” ujarnya.

Baca Juga :  Sejak Semester Awal Dibekali Kemampuan Wirausaha untuk Jadi Pengusaha

Dia menjelaskan, para siswa SDN Supiturang 03 tersebar mengungsi ke posko Penanggal, Sumbermujur, Candipuro, dan Sumberwuluh bersama keluarga masing-masing. Dia menyatakan bahwa pertemuan dengan siswa dan wali murid bakal tetap dilakukan. ”Ya, kami isi dengan pendampingan psikososial, belajar sedikit-sedikit. Masa depan mereka masih panjang,” tuturnya.

Martoyo sempat mengevakuasi berbagai berkas penting milik sekolah pada Rabu (8/12). Termasuk buku rapor dan beragam buku pelajaran yang dapat diselamatkan. ”Alhamdulillah, dengan dibantu relawan, berkas penting bisa kami evakuasi. Ini modal berharga untuk bangkit,” tegasnya.

Untuk memulihkan kondisi psikologis siswa dan anak-anak korban APG Gunung Semeru, sejumlah lembaga dari intansi pemerintahan dan relawan juga melakukan pendampingan psikososial di posko-posko pengungsian.

Sri Rumpoko, pendamping anak layanan dukungan psikososial (LDP) Kementerian Sosial, menuturkan bahwa pendampingan secara langsung dilakukan sejak Minggu (5/12). Salah satu tujuan LDP adalah mengembalikan mental dan kejiwaan anak. ”Termasuk bersama orang tua. Karena itu, aktivitas kami selalu libatkan orang tua dan saudaranya,” jelasnya.

Dia menambahkan, pendampingan itu juga melibatkan psikolog lintas instansi. ”Harapannya, pelaksanaan itu dapat mengurangi dan menghilangkan trauma para korban AGP Semeru. Khususnya anak-anak,” katanya. (*/c14/ttg/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya