Dalam proses konseling, pihak BNNK memberikan pendampingan berupa wawancara motivasi, terapi perilaku kognitif, serta edukasi lengkap tentang bahaya narkoba. Peserta didorong untuk menuliskan sendiri keuntungan dan kerugian dari penggunaan narkoba, sehingga timbul kesadaran mendalam bahwa kerugiannya jauh lebih besar.
“Kita tidak memberikan obat khusus untuk penyalahgunaan ganja. Sama halnya dengan penyakit mental, yang perlu diubah adalah pola pikir dan kesadarannya. Konseling adalah kuncinya,” ungkapnya.
Ia menambahkan, program rehabilitasi biasanya dilakukan 6–12 kali pertemuan dalam kurun waktu tiga bulan, bahkan bisa berlanjut hingga enam bulan bila ada komitmen. Untuk tahap pasca rehabilitasi, peserta akan menjalani setidaknya lima kali pendampingan lanjutan.
“Di Papua, sangat jarang ada yang mau datang rutin selama enam bulan penuh. Karena itu, kasus pelajar yang datang sukarela ini sangat berharga dan patut diapresiasi,” tegasnya.
Dengan pola konseling yang menekankan kesadaran diri, BNNK Jayapura berharap semakin banyak generasi muda yang berani mengambil langkah serupa: meninggalkan narkoba, menjemput masa depan yang sehat, dan hidup normal tanpa ketergantungan.
Yang bisa dipetik adalah di balik topi hitam yang JY kenakan, tersimpan tekad seorang remaja Papua yang ingin membuktikan bahwa masa depan tak boleh dikubur oleh narkoba. Langkah kecilnya menuju ruang konseling sejatinya menjadi adalah langkah besar untuk sebuah kehidupan yang lebih sehat, bermakna, dan penuh harapan. (*)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos