Saturday, April 27, 2024
31.7 C
Jayapura

Pilih Kampus Islam karena Yakin Cari Ilmu Bisa di Mana Saja

Ni Ketut Mayoni, Mahasiswi Hindu yang Lulus Cum Laude di UIN Mataram

Ni Ketut Mayoni berkuliah di magister manajemen pendidikan Islam karena selaras dengan tugasnya sebagai kepala SD negeri. Nyaman karena tingginya toleransi, dia pun tak pernah melewatkan setiap mata kuliah.

HAMDANI WATHONI, Mataram

NI Ketut Mayoni ingat benar ketika dia kali pertama mengambil mata kuliah Alquran dan hadis. Sang dosen secara terbuka mempersilakannya memilih: meninggalkan kelas atau tetap di dalam tapi diam selama perkuliahan.

Tanpa ragu, Mayoni, seorang pemeluk Hindu, memilih opsi kedua. Perempuan 53 tahun yang sehari-hari menjabat kepala SDN 2 Batunyala, Praya Tengah, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), itu menyimak dosen menyampaikan ayat-ayat Alquran dan hadis dengan detail.

Tiap kali selesai membaca ayat, sang dosen mengartikannya ke dalam bahasa Indonesia untuk memudahkan Mayoni memahaminya. ’’Dosen saya sangat toleran. Beliau selalu menyampaikan permohonan maaf ke saya sebagai permakluman ketika menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan akidah (dalam Islam). Saya tidak masalah karena saya bisa mengambil nilai yang diajarkan dalam mata kuliah itu,’’ ucapnya.

Toleransi itulah yang membuat mahasiswi magister manajemen pendidikan Islam tersebut nyaman menjalani kuliah di Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, NTB. Sampai akhirnya bisa diwisuda pada Sabtu (30/7) dengan status cum laude alias ’’dengan pujian’’. Indeks prestasi kumulatifnya 3,80.

Baca Juga :  Mencermati BBM Subsidi  yang Mulai Langka dan Timbulkan Antrean di SPBU

’’Kebetulan saya mengikuti semua mata kuliah dengan baik. Tidak ada yang saya lewatkan, baik yang disampaikan daring maupun tatap muka langsung,’’ ungkap ibu dua anak itu kepada Lombok Post kemarin (9/8).

Perempuan kelahiran Singaraja, Bali, tersebut masuk UIN Mataram pada 2020. Dia melanjutkan kuliah magister manajemen pendidikan Islam di UIN Mataram karena selaras dengan tugasnya sebagai kepala sekolah.

Dia memilih UIN Mataram karena meyakini bahwa mencari ilmu bisa di mana pun. Tidak harus di kampus yang selaras dengan keyakinan agama yang dianut. Selain Mayoni, ada tiga mahasiswa lain beragama Hindu yang juga berkuliah di UIN Mataram. Mereka adalah I Made Oka Suwartana, I Made Windiartha, dan I Putu Kariasa. Ketiganya mengambil jurusan ekonomi syariah karena saat ini bekerja di Bank NTB Syariah.

Bagi Rektor UIN Mataram Prof Masnun Tahir, kelulusan Mayoni bisa menjadi contoh yang baik dalam konteks membangun moderasi beragama. ’’Nilai-nilai moderasi beragama ini tak sekadar menjadi komitmen qauly (perkataan), tetapi juga komitmen fi’liy (laku sosial) dan manhajiy (pola pikir),’’ terangnya.

Yang juga mendorong Mayoni untuk bersemangat berkuliah di UIN Mataram adalah beberapa rekan sesama guru penggerak yang menuntut ilmu di kampus tersebut. ’’Jadi, saya pikir kenapa tidak saya juga menimba ilmu di sini,’’ ujarnya.

Baca Juga :  Pergub KTR Bukan Sekedar Regulasi, Harus Diimplementasikan di Masyarakat

Tidak ada diskriminasi yang dia rasakan selama menjalani perkuliahan. Meskipun kadang ia merasa sedikit berbeda karena rata-rata temannya memakai hijab saat kuliah tatap muka.

Namun, hal itu tidak berdampak pada proses perkuliahan. Mayoni meyakini, setiap agama mengajarkan kebaikan. Jadi, tidak masalah jika dia mempelajari beberapa hal tentang ajaran di luar agamanya. Dia berfokus pada ilmu dan nilai baik yang diajarkan.

’’Di sekolah yang saya pimpin juga sudah selesai dibangun musala. Kemudian, kegiatan imtaq (iman dan taqwa) dilaksanakan setiap Jumat,’’ papar Mayoni. Baginya, toleran dan berbuat baik kepada orang lain itu tidak boleh pilih-pilih. ’’Harus dilakukan tidak hanya untuk umat yang satu keyakinan dengan kita,’’ urainya.

Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Kurikulum UIN Mataram Adi Fadli menyebut adanya mahasiswa nonmuslim dalam wisuda UIN Mataram sebagai bukti citra Islam yang ramah. Islam, katanya, harus mampu menarik simpati dari saudara-saudara lintas agama. ’’Agar bisa membangun interaksi keagamaan yang konstruktif dalam bingkai Pancasila dan NKRI,’’ katanya. (*/c18/ttg/JPG)

Ni Ketut Mayoni, Mahasiswi Hindu yang Lulus Cum Laude di UIN Mataram

Ni Ketut Mayoni berkuliah di magister manajemen pendidikan Islam karena selaras dengan tugasnya sebagai kepala SD negeri. Nyaman karena tingginya toleransi, dia pun tak pernah melewatkan setiap mata kuliah.

HAMDANI WATHONI, Mataram

NI Ketut Mayoni ingat benar ketika dia kali pertama mengambil mata kuliah Alquran dan hadis. Sang dosen secara terbuka mempersilakannya memilih: meninggalkan kelas atau tetap di dalam tapi diam selama perkuliahan.

Tanpa ragu, Mayoni, seorang pemeluk Hindu, memilih opsi kedua. Perempuan 53 tahun yang sehari-hari menjabat kepala SDN 2 Batunyala, Praya Tengah, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), itu menyimak dosen menyampaikan ayat-ayat Alquran dan hadis dengan detail.

Tiap kali selesai membaca ayat, sang dosen mengartikannya ke dalam bahasa Indonesia untuk memudahkan Mayoni memahaminya. ’’Dosen saya sangat toleran. Beliau selalu menyampaikan permohonan maaf ke saya sebagai permakluman ketika menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan akidah (dalam Islam). Saya tidak masalah karena saya bisa mengambil nilai yang diajarkan dalam mata kuliah itu,’’ ucapnya.

Toleransi itulah yang membuat mahasiswi magister manajemen pendidikan Islam tersebut nyaman menjalani kuliah di Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, NTB. Sampai akhirnya bisa diwisuda pada Sabtu (30/7) dengan status cum laude alias ’’dengan pujian’’. Indeks prestasi kumulatifnya 3,80.

Baca Juga :  Antre BBM Dua sampai Tiga Hari pun Belum Tentu Dapat

’’Kebetulan saya mengikuti semua mata kuliah dengan baik. Tidak ada yang saya lewatkan, baik yang disampaikan daring maupun tatap muka langsung,’’ ungkap ibu dua anak itu kepada Lombok Post kemarin (9/8).

Perempuan kelahiran Singaraja, Bali, tersebut masuk UIN Mataram pada 2020. Dia melanjutkan kuliah magister manajemen pendidikan Islam di UIN Mataram karena selaras dengan tugasnya sebagai kepala sekolah.

Dia memilih UIN Mataram karena meyakini bahwa mencari ilmu bisa di mana pun. Tidak harus di kampus yang selaras dengan keyakinan agama yang dianut. Selain Mayoni, ada tiga mahasiswa lain beragama Hindu yang juga berkuliah di UIN Mataram. Mereka adalah I Made Oka Suwartana, I Made Windiartha, dan I Putu Kariasa. Ketiganya mengambil jurusan ekonomi syariah karena saat ini bekerja di Bank NTB Syariah.

Bagi Rektor UIN Mataram Prof Masnun Tahir, kelulusan Mayoni bisa menjadi contoh yang baik dalam konteks membangun moderasi beragama. ’’Nilai-nilai moderasi beragama ini tak sekadar menjadi komitmen qauly (perkataan), tetapi juga komitmen fi’liy (laku sosial) dan manhajiy (pola pikir),’’ terangnya.

Yang juga mendorong Mayoni untuk bersemangat berkuliah di UIN Mataram adalah beberapa rekan sesama guru penggerak yang menuntut ilmu di kampus tersebut. ’’Jadi, saya pikir kenapa tidak saya juga menimba ilmu di sini,’’ ujarnya.

Baca Juga :  Belum Semua Ruangan Poli Digunakan, Antrean Masih Padat di Loket Pendaftaran

Tidak ada diskriminasi yang dia rasakan selama menjalani perkuliahan. Meskipun kadang ia merasa sedikit berbeda karena rata-rata temannya memakai hijab saat kuliah tatap muka.

Namun, hal itu tidak berdampak pada proses perkuliahan. Mayoni meyakini, setiap agama mengajarkan kebaikan. Jadi, tidak masalah jika dia mempelajari beberapa hal tentang ajaran di luar agamanya. Dia berfokus pada ilmu dan nilai baik yang diajarkan.

’’Di sekolah yang saya pimpin juga sudah selesai dibangun musala. Kemudian, kegiatan imtaq (iman dan taqwa) dilaksanakan setiap Jumat,’’ papar Mayoni. Baginya, toleran dan berbuat baik kepada orang lain itu tidak boleh pilih-pilih. ’’Harus dilakukan tidak hanya untuk umat yang satu keyakinan dengan kita,’’ urainya.

Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Kurikulum UIN Mataram Adi Fadli menyebut adanya mahasiswa nonmuslim dalam wisuda UIN Mataram sebagai bukti citra Islam yang ramah. Islam, katanya, harus mampu menarik simpati dari saudara-saudara lintas agama. ’’Agar bisa membangun interaksi keagamaan yang konstruktif dalam bingkai Pancasila dan NKRI,’’ katanya. (*/c18/ttg/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya