Thursday, December 11, 2025
25.5 C
Jayapura

Pasir Timbul Munculkan Kesan Magis, Banyak Spot Foto Iconik di Kawasan Wisata

   Para pemandu lokal telah siap memberikan penjelasan mengenai destinasi yang akan dikunjungi, termasuk aturan adat yang harus dijaga. Sebab, beberapa lokasi di Raja Ampat masih memiliki nilai sakral. Seperti, pengunjung dilarang berbicara kasar, membuang sampah sembarangan, atau bertindak seenaknya. Pelanggaran dapat dikenai sanksi oleh pemilik hak ulayat. Semua itu dilakukan demi menjaga kelestarian dan keindahan kawasan wisata yang menjadi kebanggaan dunia tersebut.

   Rombongan pertama bergerak menuju destinasi pertama, Pasir Timbul. Dari penuturan pemandu lokal Basri, Pasir timbul Raja Ampat ini merupakan fenomena alam yang muncul saat laut surut. “Kenapa dinamakan pasir timbul karena. Sesuai namanya, hamparan pasir putih ini hanya muncul ketika air laut surut, seolah-olah membentuk pulau kecil di tengah birunya lautan,” tutur Basri.

Baca Juga :  Perintah Polda: Waspada!

  Saat pasir muncul, wisatawan dapat berjalan di atas hamparan pasir putih bersih sambil menikmati pemandangan laut biru toska yang jernih. Waktu terbaik mengunjungi Pasir Timbul biasanya saat pagi, atau saat air surut berada pada titik terendah.

   Bagi pengunjung, tempat ini menjadi lokasi favorit untuk berfoto, bermain air, atau sekadar menikmati ketenangan. Keindahannya semakin memukau saat dilihat dari udara, memperlihatkan kontras pasir putih yang mengapung di tengah lautan biru.

  Meski sederhana, Pasir Timbul menghadirkan kesan magis. Ia muncul dan menghilang mengikuti irama alam, mengingatkan bahwa keindahan tak selalu hadir setiap waktu tetapi justru itulah yang membuatnya begitu istimewa.

Baca Juga :  Akademisi Khawatiran Daya Kritis DPR Lemah

  Puas menikmati indahnya Pasir Timbul, rombongan melanjutkan perjalanan menuju destinasi berikutnya. Rute kali ini memakan waktu sekitar dua jam dan cukup menantang. Arus dan ombak yang kuat dan berlawanan arah, menimbulkan kepanikan kecil.

  Berkat pengalaman motoris, perjalanan tetap aman dan rombongan merasa tenang. Meski begitu beberapa  jurnalis mengaku sempat merasakan gejala mabuk laut. Perutnya sakit dan ada yang sempat muntah, karena tidak kuat dengan gelombang air laut yang mengoyang kapal cepat selama perjalanan.

   Para pemandu lokal telah siap memberikan penjelasan mengenai destinasi yang akan dikunjungi, termasuk aturan adat yang harus dijaga. Sebab, beberapa lokasi di Raja Ampat masih memiliki nilai sakral. Seperti, pengunjung dilarang berbicara kasar, membuang sampah sembarangan, atau bertindak seenaknya. Pelanggaran dapat dikenai sanksi oleh pemilik hak ulayat. Semua itu dilakukan demi menjaga kelestarian dan keindahan kawasan wisata yang menjadi kebanggaan dunia tersebut.

   Rombongan pertama bergerak menuju destinasi pertama, Pasir Timbul. Dari penuturan pemandu lokal Basri, Pasir timbul Raja Ampat ini merupakan fenomena alam yang muncul saat laut surut. “Kenapa dinamakan pasir timbul karena. Sesuai namanya, hamparan pasir putih ini hanya muncul ketika air laut surut, seolah-olah membentuk pulau kecil di tengah birunya lautan,” tutur Basri.

Baca Juga :  El Nino pada Intensitas Sedang, Berdampak pada Pengurangan Curah Hujan

  Saat pasir muncul, wisatawan dapat berjalan di atas hamparan pasir putih bersih sambil menikmati pemandangan laut biru toska yang jernih. Waktu terbaik mengunjungi Pasir Timbul biasanya saat pagi, atau saat air surut berada pada titik terendah.

   Bagi pengunjung, tempat ini menjadi lokasi favorit untuk berfoto, bermain air, atau sekadar menikmati ketenangan. Keindahannya semakin memukau saat dilihat dari udara, memperlihatkan kontras pasir putih yang mengapung di tengah lautan biru.

  Meski sederhana, Pasir Timbul menghadirkan kesan magis. Ia muncul dan menghilang mengikuti irama alam, mengingatkan bahwa keindahan tak selalu hadir setiap waktu tetapi justru itulah yang membuatnya begitu istimewa.

Baca Juga :  Perbaikan Longsor di Ring Road Belum Bisa Dikerjakan

  Puas menikmati indahnya Pasir Timbul, rombongan melanjutkan perjalanan menuju destinasi berikutnya. Rute kali ini memakan waktu sekitar dua jam dan cukup menantang. Arus dan ombak yang kuat dan berlawanan arah, menimbulkan kepanikan kecil.

  Berkat pengalaman motoris, perjalanan tetap aman dan rombongan merasa tenang. Meski begitu beberapa  jurnalis mengaku sempat merasakan gejala mabuk laut. Perutnya sakit dan ada yang sempat muntah, karena tidak kuat dengan gelombang air laut yang mengoyang kapal cepat selama perjalanan.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya