Saturday, April 27, 2024
30.7 C
Jayapura

Shock, Bangunan Baru Selesai Sudah Terbakar Lagi

Bincang-bincang dengan Pemilik Rumah Korban Musibah Kebakaran di Dok IX, Kota Jayapura

Jumat (7/10) siang, tak ada lagi cet rumah warna warni atau suara musik yang kerap terdengar di Kampung Baru, Dok IX. Semuanya berubah sejak kebakaran yang terjadi pada Kamis (6/10) lalu. Lantas bagaimana dengan warga yang sudah puluhan tahun di tempat ini ?

Laporan – Elfira dan Priyadi

Patah hati kedua kalinya bagi keluarga Elias Naboba (63) dan isteri, api kembali melahap semua isi rumah mereka saat kebakaran yang terjadi di Kompleks Kampung Baru, Dok IX Jalan Tanjung Ria, Distrik Jayapura Utara, Kamis (6/10) sekira pukul 06.30 WIT.

Tak ada yang bisa diselamatkan kecuali pakaian di badan dan surat surat berharga lainnya  Kamis pagi kala itu. Pada Oktober 2019 silam, sepasang suami istri ini juga kehilangan tempat tinggal akibat kebakaran.

Kini, Elias yang kesehariannya sebagai nelayan ini terpaksa mengungsi bersama keluarga dan korban lainnya di bangunan lantai 2 yang berlokasi di Kantor Dinas Pendidikan Provinsi Papua.

Dari penuturan kakek 12 cucu itu, ia tinggal di Kompleks Kampung Baru, Dok IX sejak tahun 1974 pindahan dari APO. Dan ini kebakaran kedua kalinya sejak puluhan tahun ia tinggal di dok IX.

“Tinggal di sini waktu itu belum ada rumah, hanya 1 hingga 2 bangunan rumah. Bahkan saya sendiri kala itu belum menikah dengan istri saya,” ucap pria 63 tahun ini sembari membenarkan handuk yang diletakkan di pundaknya.

Meski menjadi korban kebakaran kedua kalinya, Elias yang sudah tinggal selama 48 tahun ini enggan pindah dari tempat tinggal mereka saat ini. Baginya, terlalu banyak kenangan dan kalau pun mau pindah mereka tak tahu kemana.

“Tidak terpikirkan sama sekali untuk pindah dari tempat ini (Dok IX-red), saya dan isteri juga anak anak sudah terbiasa di sini. Tinggal di sini su lama sampe anak anak su besar besar semuanya, lalu mau pindah itu rasanya sulit sekali,” ungkapnya dengan logat Papua.

Kini, Elias dan isterinya yang merupakan seorang penjual pinang meminta adanya bantuan dari Pemerintah agar bisa membangun kembali rumah mereka ukuran 8 kali 12 yang terbakar. “Kita sudah tidak punya apa apa lagi, sehingga meminta bantuan dari pemerintah untuk membangun kembali rumah kami,” kata Elias.

Elias dan isteri saat ini masih tetap bertahan di lokasi dengan membangun tempat MCK berdinding seng sisa-sisa kebakaran. Saat pagi hingga sore hari sepasang suami istri ini berada di lokasi kebakaran, sementara malam harinya tidur di aula Lantai 2  Dinas Pendidikan Perpustakaan dan Arsip Daerah (DP2AD) Papua Dok IX.

Korban kebakaran lainnya Roni mengaku, saat kejadian dirinya sedang mengantar anaknya ke sekolah. Saat pulang, melihat asap tebal di udara. Meski sudah dua kali kebakaran, membangun rumah lalu terbakar lagi. Namun Roni enggan pergi dari tempat di mana dia lahir dan dibesarkan ini.

“Saya dan keluarga sudah menjadi warga tetap di sini,  jadi sulit untuk keluar dari tempat ini terlebih sudah lahir besar di tempat ini,” ungkapnya diiringi dengan suara anak anak menjual pisang goreng.

Sama seperti korban lainnya, Roni meminta adanya bantuan dari pemerintah agar korban kebakaran bisa mendapatkan bantuan untuk bisa membangun kembali rumah mereka yang terbakar.

Baca Juga :  Latih Pendamping Sekolah Penggerak, Dinas Pendidikan Lakukan Kolaborasi

Ia juga mengingatkan warga lainnya agar ke depan lebih berhati hati, terutama dengan bensin dan kompor. Serta berharap warga tak ada lagi yang menjual bensin di tengah pemukiman warga yang akses mobil sulit masuk untuk mengantisipasi hal serupa.

  Rusdi warga lainnya yang ditemui koran ini di Posko penampungan korban musibah kebakaran  dengan raut muka sedih tak bisa berbicara banyak. Ia begitu trauma dengan kebakaran yang kedua kali dalam rentang waktu 2 tahun.  Musibah kebakaran pertama pada bulan Oktober 2020 lalu ia sudah kehabisan harta benda karena banyak barang-barang yang tidak bisa diselamatkan, dan yang terbaru juga bulan Oktober.

  “Kejadian musibah kebakaran memang masih pagi di rumah hanya ada orang tua saya, saat itu saya lagi keluar mau kerja dan akhirnya saya balik ternyata rumah sudah terbakar karena jarak rumah saya hanya 3 petak rumah dari lokasi pertama terjadi kebakaran,’’katanya.

    Rusdi mengakui, rumah yang ia bangun pasca kebakaran tahun 2020  lalu memang belum sepenuhnya jadi 100 persen karena masih butuh pembangunan, tapi dengan musibah kebakaran kedua ini ia merasa trauma dan tidak tahu apakah masih akan dibangun lagi atau tidak karena ia dan keluarga masih pikir-pikir tapi jika terdesak tetap akan dibangun kembali karena jika tidak mau tinggal dimana, pasalnya, ia lahir dan besar di daerah itu tentu asetnya juga hanya itu saja.

  Menurutnya, memang dalam pembangunan rumah pribadi pasca kebakaran pertama ada yang membantu bahan bangunan tapi tidak banyak dan ia membangun sudah lebih Rp 100 juta dengan ukuran 14 M X 5 M.  untuk pembangunan rumah ia mengaku dilakukan sampai 1 tahun karena harus kumpul uang lalu beli bahan baru dikerjakan, karena jika langsung membangun ia tidak punya uang banyak.

  Rusdi berharap melalui musibah  kebakaran yang terjadi kedua kali ini, ia berharap pemerintah bisa membantu secara cepat untuk bahan material dan lainnya supaya pemilik rumah yang terbakar bisa segera membangunnya walaupun itu hanya gubuk kecil saja, karena jika tidak segera dibangun lalu mereka mau tinggal dimana karena hanya itulah tempat tinggal ia bersama keluarga apalagi orang tuanya sudah tua tentu mereka lebih nyaman jika tinggal di rumahnya sendiri.

Hal senada juga dikatakan Mursalim yang rumahnya juga ikut terbakar kedua kalinya, Mursalim mengaku, rumah yang ia bangun kedua kalinya ini, memang sudah rampung 100 persen, ia dan keluarga berjibaku sama-sama kerja dan menabung untuk membangun rumah itu, supaya tidak menyewa, namun sayang kini rumah tersebut kembali terbakar dan tidak tahu apakah nanti akan dibangun lagi atau tidak karena masih ada rasa trauma. Rumah yang terbakar ini ukuran 4 M X 12 M sudah menghabiskan Rp 100 juta dan waktu terjadi kebakaran ia memang ada di rumah tapi hanya bisa diselamatkan ijazah, TV dan beberapa barang elektronik lainnya.

  “Rasa trauma pasti ada jadi saya dan keluarga belum tahu mau bangun pakai uang apa, karena dalam pembangunan ke dua saja kita ambil kredit di bank dan masih pembayaran kredit tapi sekarang rumah kembali terbakar jadi kita mau bagaimana lagi dan selisih terbakar juga hanya 13 hari saja dulu kebakaran pertama juga bulan Oktober tapi tanggalnya 19 Oktober 2022,’’keluhnya.

Baca Juga :  OAP Harus Miliki Kesempatan Luas Memajukan Dirinya Demi Kesejahteraan

Mursalim berharap ia kembali diberikan bantuan lagi supaya bisa segera membangun rumah ala kadarnya, karena ia dan keluarga tidak mau tinggal di kos karena ia mata pencaharian juga melaut tentu tinggalnya harus di tempat itu kembali, dan ia bersama keluarga juga sudah tinggal puluhan tahun di sana, tentu ada kenangan manis yang tidak bisa dilupakan, ia sendiri 1 rumah dihuni 3 KK kerjanya ada bangunan ada juga nelayan.

“Kami juga harap pasca kebakaran ini jangan lagi dari pihak adat meminta pembayaran uang pelepasan lagi seperti musibah kebakaran pertama tahun 2020 karena kami membayar uang pelepasan Rp 250 ribu/ meter dan kami bayar hampir Rp 8 juta, jadi kami harap jangan ada lagi pemilik hak ulayat meminta-minta uang lagi saat kami bangun,’’ungkapnya.

   Sementara itu, Upi Uparay yang rumahnya ikut terbakar kedua kalinya  juga sangat sedih ia bersama cucunya hanya bisa menerima apa yang sudah terjadi, pasalnya, ini juga memasuki hari natal kurang berapa bulan lagi kalau tidak ada tempat tinggal tentu tidak bisa merasakan sukacita natal bersama keluarga di rumah pribadi

  Sehingga ia berharap nantinya segera mungkin Pemerintah Kota Jayapura maupun dari pihak manapun bisa membantu membangun rumah dengan memberikan bantuan bahan material.

Ia sendiri mengaku, dalam membangun rumah yang terbakar kedua ini dananya lebih Rp 100 juta, uang di dapat dari anak-anaknya saling kumpul untuk membangun dan ini perjuangannya sangat luar biasa, pembangunan dilakukan dengan cepat hampir 1 bulan lebih karena ia mau bangun lagi rumah yang terbakar untuk bisa kumpul bersama keluarga.

  ‘’Kami juga minta kepada wali kota jayapura supaya bisa dibantu alat kerja kami yang terbakar seperti jaring, mesin ketinting atau mesin perahu karena kami bekerja di laut dan saat ada kebakaran barang tersebut tidak bisa diselamatkan termasuk motor saya, jadi kami harap supaya kami bisa kerja dibantu alat kerja kami,’’pintanya.

  Sekedar diketahui, berdasarkan laporan yang diterima Dinas Sosial Kota Jayapura melalui Analis Bencana dan Bidang Bansos M. Syahrul mengatakan, untuk secara keseluruhan korban musibah kebakaran ada 34 KK dengan jumlah 134 jiwa rumah yang terbakar ada 16 rumah dan yang terupdate untuk yang tinggal di Posko Penampungan Aula DP2AD Papua hanya 15 KK ada 59 jiwa, korban lainnya masih di luar ada yang tinggal di saudaranya atau tempat lainnya, namun untuk jatah bantuan jika mereka di data tetap diberikan sesuai haknya baik jatah makan ataupun bantuan yang diberikan dari berbagai pihak tetap nanti diberikan.

  Untuk pemberi bantuan dari komunitas, partai politik, PMI Kota Jayapura, Pemkot Jayapura, YBM PLN, Dinsos, paguyuban dan lainnya. Untuk bantuan yang masih dibutuhkan yang urgen yakni peralatan MCK, susu, popok, celana dalam. Dan korban musibah kebakaran juga diberikan makan 1 hari 3 kali, ada pelayanan kesehatan, dan dari jumlah korban musibah kebakaran kebanyakan usai dewasa, anak-anak hanya sekitar 20 anak ada bayi 6 dan Lansia 1 orang. (*)

Bincang-bincang dengan Pemilik Rumah Korban Musibah Kebakaran di Dok IX, Kota Jayapura

Jumat (7/10) siang, tak ada lagi cet rumah warna warni atau suara musik yang kerap terdengar di Kampung Baru, Dok IX. Semuanya berubah sejak kebakaran yang terjadi pada Kamis (6/10) lalu. Lantas bagaimana dengan warga yang sudah puluhan tahun di tempat ini ?

Laporan – Elfira dan Priyadi

Patah hati kedua kalinya bagi keluarga Elias Naboba (63) dan isteri, api kembali melahap semua isi rumah mereka saat kebakaran yang terjadi di Kompleks Kampung Baru, Dok IX Jalan Tanjung Ria, Distrik Jayapura Utara, Kamis (6/10) sekira pukul 06.30 WIT.

Tak ada yang bisa diselamatkan kecuali pakaian di badan dan surat surat berharga lainnya  Kamis pagi kala itu. Pada Oktober 2019 silam, sepasang suami istri ini juga kehilangan tempat tinggal akibat kebakaran.

Kini, Elias yang kesehariannya sebagai nelayan ini terpaksa mengungsi bersama keluarga dan korban lainnya di bangunan lantai 2 yang berlokasi di Kantor Dinas Pendidikan Provinsi Papua.

Dari penuturan kakek 12 cucu itu, ia tinggal di Kompleks Kampung Baru, Dok IX sejak tahun 1974 pindahan dari APO. Dan ini kebakaran kedua kalinya sejak puluhan tahun ia tinggal di dok IX.

“Tinggal di sini waktu itu belum ada rumah, hanya 1 hingga 2 bangunan rumah. Bahkan saya sendiri kala itu belum menikah dengan istri saya,” ucap pria 63 tahun ini sembari membenarkan handuk yang diletakkan di pundaknya.

Meski menjadi korban kebakaran kedua kalinya, Elias yang sudah tinggal selama 48 tahun ini enggan pindah dari tempat tinggal mereka saat ini. Baginya, terlalu banyak kenangan dan kalau pun mau pindah mereka tak tahu kemana.

“Tidak terpikirkan sama sekali untuk pindah dari tempat ini (Dok IX-red), saya dan isteri juga anak anak sudah terbiasa di sini. Tinggal di sini su lama sampe anak anak su besar besar semuanya, lalu mau pindah itu rasanya sulit sekali,” ungkapnya dengan logat Papua.

Kini, Elias dan isterinya yang merupakan seorang penjual pinang meminta adanya bantuan dari Pemerintah agar bisa membangun kembali rumah mereka ukuran 8 kali 12 yang terbakar. “Kita sudah tidak punya apa apa lagi, sehingga meminta bantuan dari pemerintah untuk membangun kembali rumah kami,” kata Elias.

Elias dan isteri saat ini masih tetap bertahan di lokasi dengan membangun tempat MCK berdinding seng sisa-sisa kebakaran. Saat pagi hingga sore hari sepasang suami istri ini berada di lokasi kebakaran, sementara malam harinya tidur di aula Lantai 2  Dinas Pendidikan Perpustakaan dan Arsip Daerah (DP2AD) Papua Dok IX.

Korban kebakaran lainnya Roni mengaku, saat kejadian dirinya sedang mengantar anaknya ke sekolah. Saat pulang, melihat asap tebal di udara. Meski sudah dua kali kebakaran, membangun rumah lalu terbakar lagi. Namun Roni enggan pergi dari tempat di mana dia lahir dan dibesarkan ini.

“Saya dan keluarga sudah menjadi warga tetap di sini,  jadi sulit untuk keluar dari tempat ini terlebih sudah lahir besar di tempat ini,” ungkapnya diiringi dengan suara anak anak menjual pisang goreng.

Sama seperti korban lainnya, Roni meminta adanya bantuan dari pemerintah agar korban kebakaran bisa mendapatkan bantuan untuk bisa membangun kembali rumah mereka yang terbakar.

Baca Juga :  Sempat Mandeg Karena Covid, Kini Wadah Pembentukan Kader Bangsa Aktif Lagi

Ia juga mengingatkan warga lainnya agar ke depan lebih berhati hati, terutama dengan bensin dan kompor. Serta berharap warga tak ada lagi yang menjual bensin di tengah pemukiman warga yang akses mobil sulit masuk untuk mengantisipasi hal serupa.

  Rusdi warga lainnya yang ditemui koran ini di Posko penampungan korban musibah kebakaran  dengan raut muka sedih tak bisa berbicara banyak. Ia begitu trauma dengan kebakaran yang kedua kali dalam rentang waktu 2 tahun.  Musibah kebakaran pertama pada bulan Oktober 2020 lalu ia sudah kehabisan harta benda karena banyak barang-barang yang tidak bisa diselamatkan, dan yang terbaru juga bulan Oktober.

  “Kejadian musibah kebakaran memang masih pagi di rumah hanya ada orang tua saya, saat itu saya lagi keluar mau kerja dan akhirnya saya balik ternyata rumah sudah terbakar karena jarak rumah saya hanya 3 petak rumah dari lokasi pertama terjadi kebakaran,’’katanya.

    Rusdi mengakui, rumah yang ia bangun pasca kebakaran tahun 2020  lalu memang belum sepenuhnya jadi 100 persen karena masih butuh pembangunan, tapi dengan musibah kebakaran kedua ini ia merasa trauma dan tidak tahu apakah masih akan dibangun lagi atau tidak karena ia dan keluarga masih pikir-pikir tapi jika terdesak tetap akan dibangun kembali karena jika tidak mau tinggal dimana, pasalnya, ia lahir dan besar di daerah itu tentu asetnya juga hanya itu saja.

  Menurutnya, memang dalam pembangunan rumah pribadi pasca kebakaran pertama ada yang membantu bahan bangunan tapi tidak banyak dan ia membangun sudah lebih Rp 100 juta dengan ukuran 14 M X 5 M.  untuk pembangunan rumah ia mengaku dilakukan sampai 1 tahun karena harus kumpul uang lalu beli bahan baru dikerjakan, karena jika langsung membangun ia tidak punya uang banyak.

  Rusdi berharap melalui musibah  kebakaran yang terjadi kedua kali ini, ia berharap pemerintah bisa membantu secara cepat untuk bahan material dan lainnya supaya pemilik rumah yang terbakar bisa segera membangunnya walaupun itu hanya gubuk kecil saja, karena jika tidak segera dibangun lalu mereka mau tinggal dimana karena hanya itulah tempat tinggal ia bersama keluarga apalagi orang tuanya sudah tua tentu mereka lebih nyaman jika tinggal di rumahnya sendiri.

Hal senada juga dikatakan Mursalim yang rumahnya juga ikut terbakar kedua kalinya, Mursalim mengaku, rumah yang ia bangun kedua kalinya ini, memang sudah rampung 100 persen, ia dan keluarga berjibaku sama-sama kerja dan menabung untuk membangun rumah itu, supaya tidak menyewa, namun sayang kini rumah tersebut kembali terbakar dan tidak tahu apakah nanti akan dibangun lagi atau tidak karena masih ada rasa trauma. Rumah yang terbakar ini ukuran 4 M X 12 M sudah menghabiskan Rp 100 juta dan waktu terjadi kebakaran ia memang ada di rumah tapi hanya bisa diselamatkan ijazah, TV dan beberapa barang elektronik lainnya.

  “Rasa trauma pasti ada jadi saya dan keluarga belum tahu mau bangun pakai uang apa, karena dalam pembangunan ke dua saja kita ambil kredit di bank dan masih pembayaran kredit tapi sekarang rumah kembali terbakar jadi kita mau bagaimana lagi dan selisih terbakar juga hanya 13 hari saja dulu kebakaran pertama juga bulan Oktober tapi tanggalnya 19 Oktober 2022,’’keluhnya.

Baca Juga :  Jangan Sampai Orang Lain Kuasai, Baru Menyesal di Belakang

Mursalim berharap ia kembali diberikan bantuan lagi supaya bisa segera membangun rumah ala kadarnya, karena ia dan keluarga tidak mau tinggal di kos karena ia mata pencaharian juga melaut tentu tinggalnya harus di tempat itu kembali, dan ia bersama keluarga juga sudah tinggal puluhan tahun di sana, tentu ada kenangan manis yang tidak bisa dilupakan, ia sendiri 1 rumah dihuni 3 KK kerjanya ada bangunan ada juga nelayan.

“Kami juga harap pasca kebakaran ini jangan lagi dari pihak adat meminta pembayaran uang pelepasan lagi seperti musibah kebakaran pertama tahun 2020 karena kami membayar uang pelepasan Rp 250 ribu/ meter dan kami bayar hampir Rp 8 juta, jadi kami harap jangan ada lagi pemilik hak ulayat meminta-minta uang lagi saat kami bangun,’’ungkapnya.

   Sementara itu, Upi Uparay yang rumahnya ikut terbakar kedua kalinya  juga sangat sedih ia bersama cucunya hanya bisa menerima apa yang sudah terjadi, pasalnya, ini juga memasuki hari natal kurang berapa bulan lagi kalau tidak ada tempat tinggal tentu tidak bisa merasakan sukacita natal bersama keluarga di rumah pribadi

  Sehingga ia berharap nantinya segera mungkin Pemerintah Kota Jayapura maupun dari pihak manapun bisa membantu membangun rumah dengan memberikan bantuan bahan material.

Ia sendiri mengaku, dalam membangun rumah yang terbakar kedua ini dananya lebih Rp 100 juta, uang di dapat dari anak-anaknya saling kumpul untuk membangun dan ini perjuangannya sangat luar biasa, pembangunan dilakukan dengan cepat hampir 1 bulan lebih karena ia mau bangun lagi rumah yang terbakar untuk bisa kumpul bersama keluarga.

  ‘’Kami juga minta kepada wali kota jayapura supaya bisa dibantu alat kerja kami yang terbakar seperti jaring, mesin ketinting atau mesin perahu karena kami bekerja di laut dan saat ada kebakaran barang tersebut tidak bisa diselamatkan termasuk motor saya, jadi kami harap supaya kami bisa kerja dibantu alat kerja kami,’’pintanya.

  Sekedar diketahui, berdasarkan laporan yang diterima Dinas Sosial Kota Jayapura melalui Analis Bencana dan Bidang Bansos M. Syahrul mengatakan, untuk secara keseluruhan korban musibah kebakaran ada 34 KK dengan jumlah 134 jiwa rumah yang terbakar ada 16 rumah dan yang terupdate untuk yang tinggal di Posko Penampungan Aula DP2AD Papua hanya 15 KK ada 59 jiwa, korban lainnya masih di luar ada yang tinggal di saudaranya atau tempat lainnya, namun untuk jatah bantuan jika mereka di data tetap diberikan sesuai haknya baik jatah makan ataupun bantuan yang diberikan dari berbagai pihak tetap nanti diberikan.

  Untuk pemberi bantuan dari komunitas, partai politik, PMI Kota Jayapura, Pemkot Jayapura, YBM PLN, Dinsos, paguyuban dan lainnya. Untuk bantuan yang masih dibutuhkan yang urgen yakni peralatan MCK, susu, popok, celana dalam. Dan korban musibah kebakaran juga diberikan makan 1 hari 3 kali, ada pelayanan kesehatan, dan dari jumlah korban musibah kebakaran kebanyakan usai dewasa, anak-anak hanya sekitar 20 anak ada bayi 6 dan Lansia 1 orang. (*)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya