Friday, April 26, 2024
24.7 C
Jayapura

Pisang Kupasan sang Kiai dan Kapal yang Sampai Ditunda Jadwalnya

Gol A Gong dan Perjuangan Menggelar Safari Literasi Duta Baca Indonesia

Dari 200 kegiatan yang diadakan Gol A Gong di Jawa, Bali, NTB, dan NTT, cuma empat yang dibiayai negara. Sempat terombang-ambing di tengah laut dan mulai mencari daratan untuk menyelamatkan diri.

KHAFIDLUL ULUM, Jakarta

KAMPANYE membaca di Rumah Baca Masdewa, Adonara, Nusa Tenggara Timur (NTT), itu telah selesai. Siang itu juga, Duta Baca Indonesia Gol A Gong bersama tiga asistennya, Taufik Hidayatullah, Rudi Rustiadi, serta Daniel Mahendra, bersiap melanjutkan perjalanan ke lokasi acara yang lain.

Namun, mereka menghadapi kondisi yang dilematis. Jika kembali ke dermaga, jaraknya cukup jauh untuk menuju tujuan selanjutnya: Kabupaten Lembata. Sedangkan posisi mereka sekarang lebih dekat dengan kabupaten tersebut. Masalahnya, kapal yang biasa digunakan menyeberang ke Kabupaten Lembata hanya ada di dermaga.

Di tengah kebimbangan, Kabid Perpustakaan Flores Timur Hironimus tiba-tiba berbisik kepada Gong, menawarkan jalan keluar: menyeberang ke Kabupaten Lembata dengan menaiki ketinting alias perahu kecil.

Duta Baca periode 2021–2026 tunjukan Perpustakaan Nasional (Perpusnas) itu balik berbisik, ”Aman nggak?” Hironimus mengangguk. Gong dan tiga asistennya pun nekat menaiki perahu kecil itu.

Tapi, sesampainya di tengah lautan, ketinting tiba-tiba mogok. Ternyata, ada sampah yang tersangkut di baling-baling. Mereka pun mulai panik. Apalagi, ketinting mulai goyang.

Arus di wilayah itu cukup kuat. Nakhoda kapal pun masuk ke laut untuk membersihkan sampah dan memperbaiki baling-baling.

Langkah antisipasi mulai diambil Gong. Dia bertanya kepada tiga rekannya, apakah bisa berenang? Mereka semua menjawab bisa.

Penulis Balada Si Roy itu juga melihat daerah sekitar, apakah ada daratan yang dekat dari posisi ketinting yang mereka tumpangi. Jadi, jika ada apa-apa, mereka bisa berenang ke daratan tersebut.

Beruntung setelah 15 menit terombang-ambing di tengah lautan, perahu kecil itu akhirnya bisa hidup lagi. Mereka kemudian melanjutkan perjalanan ke Kabupaten Lembata. Ketika sampai di dermaga, para pejabat yang menyambut mereka sangat kaget.

’’Selama ini mereka tidak pernah menyeberang menggunakan ketinting. Sebab, arus laut cukup deras,” kenang Gong kepada Jawa Pos tentang yang dia alami pada Jumat siang, 24 Maret silam, itu.

Ketegangan di laut itu akhirnya sirna ketika mendapatkan sambutan hangat dari pejabat dan masyarakat setempat. Mereka sangat antusias menyambut kedatangan Duta Baca Indonesia. Pendiri Sanggar Rumah Dunia di Serang itu disambut dengan tarian, baca puisi, pelatihan serta pertunjukan seni, dan sajian makanan yang lezat.

Kegentingan di tengah lautan di sela-sela kemeriahan dan antusiasme itu sebagian dari ragam pengalaman Gong selama melakukan Safari Literasi sebagai Duta Baca Indonesia. Penulis bernama asli Heri Hendrayana Harris itu dan rombongan berangkat 18 Januari dari Jakarta, kemudian balik ke ibu kota pada 10 April.

Baca Juga :  Bersyukur Bisa Umroh di Bulan Ramadan yang Pahalannya Dilipatgandakan

Kegiatan tersebut melintasi Jawa, Bali, NTB, dan NTT. Program itu berlangsung selama 84 hari. Mengunjungi 40 kota dan menggelar 200 kegiatan.

Saking antusiasmenya sambutan, keberangkatan kapal pun sampai bisa ditunda. Itu terjadi ketika Gong dan rombongan hendak berangkat dari Larantuka, Flores Timur, ke Kupang. Biasanya, kapal berangkat pukul 14.00.

Namun, karena adanya Gong dan rombongan, jadwal kapal diubah menjadi setelah magrib. Sebab, jika berangkat pukul 14.00, kapal akan tiba di Kupang sekitar pukul 02.00. Tentu, pejabat dan panitia tidak bisa ikut menyambut.

Penghormatan mengharukan juga terjadi ketika penulis Aku Anak Matahari itu hendak turun di Labuan Bajo. Semua penumpang dan kendaraan tidak boleh turun sebelum dia turun dari kapal. ’’Saya diminta keluar dulu, kemudian disambut pejabat setempat. Itu sangat luar biasa,” ucapnya.

Dia bersama Forum Taman Bacaan Masyarakat NTT pun mendeklarasikan gerakan satu juta buku untuk provinsi yang beribu kota di Kupang tersebut. Lewat gerakan itu, banyak pihak yang menyumbang. ’’Tinggal mikirkan ongkos kirimnya. Semoga ada yang mau membantu,” harapnya.

Saking semangatnya masyarakat menyambut Safari Literasi, ada pula yang mengajukan proposal pembangunan gedung taman baca. ”Karena saya dianggap bisa menyelesaikan semua persoalan,” ucapnya.

Dia pun langsung menyampaikan ke Perpusnas. Ternyata, Perpusnas juga sangat membutuhkan data terkait kondisi sarana-prasarana di daerah.

Di Nusa Tenggara Barat (NTB), sambutannya juga tidak kalah mengesankan. Bunda Literasi yang dipimpin istri gubernur NTB sangat antusias mendukung program Safari Literasi.

Bahkan, mereka sampai mendatangkan Tias Tatanka, istri Gong, dari Kota Serang, Banten, ke NTB. Itu agar Gong bisa mengobati rasa kangen kepada sang belahan jiwa. Tias yang juga berlatar belakang penulis akhirnya ikut mengisi pelatihan menulis di beberapa lokasi.

Selain NTT dan NTB, sambutan masyarakat di Jawa juga tak kalah antusias. Misalnya, di Pondok Pesantren Al-Ishlah, Bondowoso, Jawa Timur.

Sang pengasuh, KH Thoha Yusuf Zakariya, menyambut dan menjamu langsung Gong dan rombongan.  ”Bahkan, beliaunya mengambilkan pisang, dikupasin, kemudian diberikan kepada saya,” tuturnya.

Untuk mengetahui minat dan respons masyarakat, Gong melakukan Safari Literasi di Jawa Barat dan Jawa Tengah terlebih dahulu pada September 2021. Ternyata, responsnya sangat positif.

Baca Juga :  Ikut Ritual, Jadi Lupa Rumah, Lupa Keluarga

Dari Safari Literasi pertama itu, pihaknya menghasilkan satu buku antologi. Kemudian pada Oktober 2021, Gong menyampaikan idenya untuk Safari Literasi Jawa, Bali, NTB, dan NTT di media sosial (medsos). Responsnya lagi-lagi sangat antusias. Ada penerbit yang siap menanggung biaya hotel dan makan di beberapa kota. Ada juga penggerak literasi yang siap menanggung biaya. Bahkan, ada Kapolres yang siap menanggung biaya dan siap mengikuti acara tersebut.

Gong pun mem-posting term of reference (ToR) Safari Literasi di akun medsosnya. Acara yang digelar adalah orasi literasi, pembacaan puisi, pertunjukan seni, bedah buku, dan pelatihan literasi. Selain itu, dia juga menyumbangkan 20 buku di setiap tempat acara.

Melihat sambutan masyarakat di berbagai daerah itu, Perpusnas pun akhirnya mendukung kegiatan tersebut. Mereka memberikan surat tugas kepada Gong sebagai Duta Baca Indonesia.

Perpusnas juga menyiapkan mobil khusus sebagai kendaraan safari. ”Awalnya, perpustakaan daerah bertanya-tanya, apakah acara Gong itu resmi atau tidak,” ucapnya.

Dari 200 kegiatan yang dilakukan, hanya empat yang dibiayai negara melalui APBN. Sebab, Duta Baca Indonesia hanya mendapatkan 12 program yang dibiayai APBN dalam setahun.

Selain dari Perpusnas, biaya juga berasal dari bantuan perorangan, penerbit, komunitas, dan uang pribadi Gong. ”Saya mengeluarkan uang sekitar Rp 50 juta. Jika tidak dibantu masyarakat, mungkin butuh biaya ratusan juta,” terangnya.

Uang Rp 50 juta itu digunakan untuk membayar biaya penyeberangan kapal, hotel, dan makan. ”Ada hotel yang harus kami bayar sendiri,” lanjutnya.

Kenapa Safari Literasi digelar? Gong mengatakan, dengan 12 program dalam setahun atau 60 program dalam lima tahunan masa jabatan duta baca, itu jelas tidak cukup untuk meningkatkan indeks literasi masyarakat.

Setelah sukses Safari Literasi Jawa, Bali, NTB, dan NTT, pihaknya akan kembali menggelar kegiatan yang sama. Rencananya, Safari Literasi akan dilakukan di Kalimantan Utara pada 12–20 Juni, kemudian di Kalimantan Timur pada 20 sampai 27 Juni. Selanjutnya, Safari Literasi akan digelar di Maluku pada 18–25 Juli, dan di Merauke pada 15–22 Agustus.

Safari Literasi total menghasilkan 10 buku. Enam buku di antaranya sudah dicetak dan empat lainnya masih dalam proses editing. Buku-buku tersebut terdiri atas kumpulan kisah inspiratif, puisi, dan cerpen. ”Buku itu hasil dari seleksi tulisan yang masuk,” papar dia.

Dia mempunyai tim khusus yang menyeleksi tulisan yang masuk. Selain dari peserta Safari Literasi, masyarakat umum juga mengirim karya mereka. (*/c6/ttg/JPG)

Gol A Gong dan Perjuangan Menggelar Safari Literasi Duta Baca Indonesia

Dari 200 kegiatan yang diadakan Gol A Gong di Jawa, Bali, NTB, dan NTT, cuma empat yang dibiayai negara. Sempat terombang-ambing di tengah laut dan mulai mencari daratan untuk menyelamatkan diri.

KHAFIDLUL ULUM, Jakarta

KAMPANYE membaca di Rumah Baca Masdewa, Adonara, Nusa Tenggara Timur (NTT), itu telah selesai. Siang itu juga, Duta Baca Indonesia Gol A Gong bersama tiga asistennya, Taufik Hidayatullah, Rudi Rustiadi, serta Daniel Mahendra, bersiap melanjutkan perjalanan ke lokasi acara yang lain.

Namun, mereka menghadapi kondisi yang dilematis. Jika kembali ke dermaga, jaraknya cukup jauh untuk menuju tujuan selanjutnya: Kabupaten Lembata. Sedangkan posisi mereka sekarang lebih dekat dengan kabupaten tersebut. Masalahnya, kapal yang biasa digunakan menyeberang ke Kabupaten Lembata hanya ada di dermaga.

Di tengah kebimbangan, Kabid Perpustakaan Flores Timur Hironimus tiba-tiba berbisik kepada Gong, menawarkan jalan keluar: menyeberang ke Kabupaten Lembata dengan menaiki ketinting alias perahu kecil.

Duta Baca periode 2021–2026 tunjukan Perpustakaan Nasional (Perpusnas) itu balik berbisik, ”Aman nggak?” Hironimus mengangguk. Gong dan tiga asistennya pun nekat menaiki perahu kecil itu.

Tapi, sesampainya di tengah lautan, ketinting tiba-tiba mogok. Ternyata, ada sampah yang tersangkut di baling-baling. Mereka pun mulai panik. Apalagi, ketinting mulai goyang.

Arus di wilayah itu cukup kuat. Nakhoda kapal pun masuk ke laut untuk membersihkan sampah dan memperbaiki baling-baling.

Langkah antisipasi mulai diambil Gong. Dia bertanya kepada tiga rekannya, apakah bisa berenang? Mereka semua menjawab bisa.

Penulis Balada Si Roy itu juga melihat daerah sekitar, apakah ada daratan yang dekat dari posisi ketinting yang mereka tumpangi. Jadi, jika ada apa-apa, mereka bisa berenang ke daratan tersebut.

Beruntung setelah 15 menit terombang-ambing di tengah lautan, perahu kecil itu akhirnya bisa hidup lagi. Mereka kemudian melanjutkan perjalanan ke Kabupaten Lembata. Ketika sampai di dermaga, para pejabat yang menyambut mereka sangat kaget.

’’Selama ini mereka tidak pernah menyeberang menggunakan ketinting. Sebab, arus laut cukup deras,” kenang Gong kepada Jawa Pos tentang yang dia alami pada Jumat siang, 24 Maret silam, itu.

Ketegangan di laut itu akhirnya sirna ketika mendapatkan sambutan hangat dari pejabat dan masyarakat setempat. Mereka sangat antusias menyambut kedatangan Duta Baca Indonesia. Pendiri Sanggar Rumah Dunia di Serang itu disambut dengan tarian, baca puisi, pelatihan serta pertunjukan seni, dan sajian makanan yang lezat.

Kegentingan di tengah lautan di sela-sela kemeriahan dan antusiasme itu sebagian dari ragam pengalaman Gong selama melakukan Safari Literasi sebagai Duta Baca Indonesia. Penulis bernama asli Heri Hendrayana Harris itu dan rombongan berangkat 18 Januari dari Jakarta, kemudian balik ke ibu kota pada 10 April.

Baca Juga :  Satu Bumblebee Butuh 5 Motor dan 20 Tangki Bensin

Kegiatan tersebut melintasi Jawa, Bali, NTB, dan NTT. Program itu berlangsung selama 84 hari. Mengunjungi 40 kota dan menggelar 200 kegiatan.

Saking antusiasmenya sambutan, keberangkatan kapal pun sampai bisa ditunda. Itu terjadi ketika Gong dan rombongan hendak berangkat dari Larantuka, Flores Timur, ke Kupang. Biasanya, kapal berangkat pukul 14.00.

Namun, karena adanya Gong dan rombongan, jadwal kapal diubah menjadi setelah magrib. Sebab, jika berangkat pukul 14.00, kapal akan tiba di Kupang sekitar pukul 02.00. Tentu, pejabat dan panitia tidak bisa ikut menyambut.

Penghormatan mengharukan juga terjadi ketika penulis Aku Anak Matahari itu hendak turun di Labuan Bajo. Semua penumpang dan kendaraan tidak boleh turun sebelum dia turun dari kapal. ’’Saya diminta keluar dulu, kemudian disambut pejabat setempat. Itu sangat luar biasa,” ucapnya.

Dia bersama Forum Taman Bacaan Masyarakat NTT pun mendeklarasikan gerakan satu juta buku untuk provinsi yang beribu kota di Kupang tersebut. Lewat gerakan itu, banyak pihak yang menyumbang. ’’Tinggal mikirkan ongkos kirimnya. Semoga ada yang mau membantu,” harapnya.

Saking semangatnya masyarakat menyambut Safari Literasi, ada pula yang mengajukan proposal pembangunan gedung taman baca. ”Karena saya dianggap bisa menyelesaikan semua persoalan,” ucapnya.

Dia pun langsung menyampaikan ke Perpusnas. Ternyata, Perpusnas juga sangat membutuhkan data terkait kondisi sarana-prasarana di daerah.

Di Nusa Tenggara Barat (NTB), sambutannya juga tidak kalah mengesankan. Bunda Literasi yang dipimpin istri gubernur NTB sangat antusias mendukung program Safari Literasi.

Bahkan, mereka sampai mendatangkan Tias Tatanka, istri Gong, dari Kota Serang, Banten, ke NTB. Itu agar Gong bisa mengobati rasa kangen kepada sang belahan jiwa. Tias yang juga berlatar belakang penulis akhirnya ikut mengisi pelatihan menulis di beberapa lokasi.

Selain NTT dan NTB, sambutan masyarakat di Jawa juga tak kalah antusias. Misalnya, di Pondok Pesantren Al-Ishlah, Bondowoso, Jawa Timur.

Sang pengasuh, KH Thoha Yusuf Zakariya, menyambut dan menjamu langsung Gong dan rombongan.  ”Bahkan, beliaunya mengambilkan pisang, dikupasin, kemudian diberikan kepada saya,” tuturnya.

Untuk mengetahui minat dan respons masyarakat, Gong melakukan Safari Literasi di Jawa Barat dan Jawa Tengah terlebih dahulu pada September 2021. Ternyata, responsnya sangat positif.

Baca Juga :  Bersyukur Bisa Umroh di Bulan Ramadan yang Pahalannya Dilipatgandakan

Dari Safari Literasi pertama itu, pihaknya menghasilkan satu buku antologi. Kemudian pada Oktober 2021, Gong menyampaikan idenya untuk Safari Literasi Jawa, Bali, NTB, dan NTT di media sosial (medsos). Responsnya lagi-lagi sangat antusias. Ada penerbit yang siap menanggung biaya hotel dan makan di beberapa kota. Ada juga penggerak literasi yang siap menanggung biaya. Bahkan, ada Kapolres yang siap menanggung biaya dan siap mengikuti acara tersebut.

Gong pun mem-posting term of reference (ToR) Safari Literasi di akun medsosnya. Acara yang digelar adalah orasi literasi, pembacaan puisi, pertunjukan seni, bedah buku, dan pelatihan literasi. Selain itu, dia juga menyumbangkan 20 buku di setiap tempat acara.

Melihat sambutan masyarakat di berbagai daerah itu, Perpusnas pun akhirnya mendukung kegiatan tersebut. Mereka memberikan surat tugas kepada Gong sebagai Duta Baca Indonesia.

Perpusnas juga menyiapkan mobil khusus sebagai kendaraan safari. ”Awalnya, perpustakaan daerah bertanya-tanya, apakah acara Gong itu resmi atau tidak,” ucapnya.

Dari 200 kegiatan yang dilakukan, hanya empat yang dibiayai negara melalui APBN. Sebab, Duta Baca Indonesia hanya mendapatkan 12 program yang dibiayai APBN dalam setahun.

Selain dari Perpusnas, biaya juga berasal dari bantuan perorangan, penerbit, komunitas, dan uang pribadi Gong. ”Saya mengeluarkan uang sekitar Rp 50 juta. Jika tidak dibantu masyarakat, mungkin butuh biaya ratusan juta,” terangnya.

Uang Rp 50 juta itu digunakan untuk membayar biaya penyeberangan kapal, hotel, dan makan. ”Ada hotel yang harus kami bayar sendiri,” lanjutnya.

Kenapa Safari Literasi digelar? Gong mengatakan, dengan 12 program dalam setahun atau 60 program dalam lima tahunan masa jabatan duta baca, itu jelas tidak cukup untuk meningkatkan indeks literasi masyarakat.

Setelah sukses Safari Literasi Jawa, Bali, NTB, dan NTT, pihaknya akan kembali menggelar kegiatan yang sama. Rencananya, Safari Literasi akan dilakukan di Kalimantan Utara pada 12–20 Juni, kemudian di Kalimantan Timur pada 20 sampai 27 Juni. Selanjutnya, Safari Literasi akan digelar di Maluku pada 18–25 Juli, dan di Merauke pada 15–22 Agustus.

Safari Literasi total menghasilkan 10 buku. Enam buku di antaranya sudah dicetak dan empat lainnya masih dalam proses editing. Buku-buku tersebut terdiri atas kumpulan kisah inspiratif, puisi, dan cerpen. ”Buku itu hasil dari seleksi tulisan yang masuk,” papar dia.

Dia mempunyai tim khusus yang menyeleksi tulisan yang masuk. Selain dari peserta Safari Literasi, masyarakat umum juga mengirim karya mereka. (*/c6/ttg/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya