Saturday, April 27, 2024
28.7 C
Jayapura

Harus Dorong  Sagu Sebagai Pangan Utama, Jangan Hanya Sekedar Makanan Khas

Melihat Kreasi Mama Fanda Kirihio Mengolah Sagu Menjadi Kue Kekinian

Upaya pengembangan ekonomi masyarakat dengan mengolah bahan pangan lokal sagu di Papua khususnya di Kota Jayapura sudah mulai beralih ke cara modern. Jika selama ini sagu hanya di kenal dengan makanan pokok yang hanya diolah menjadi papeda, kini pola kerja masyarakat sudah mulai berubah.

Laporan: Carolus Daot_Jayapura

Senin (31/10) lalu, Cenderawasih Pos  menemui salah satu penjual kue sagu gulung (sinole)  bernama Fanda Kirihio, di Polimak, Kelurahan Ardipura, Distrik Jayapura Selatan, Kota Jayapura.

  Fanda Kirihio merupakan salah satu pelaku UMKM Papua yang mengolah sagu mentah menjadi kue secara modern. Ia menjual sagu gulung sejak tahun 2020 lalu pada awal covid. Menurutnya, kue sagu gulung ini terbuat dari olahan sagu mentah yang diayak kemudian dicampur dengan kelapa, dan juga gula aren menjadi kue modern atau kekinian.

  Setiap harinya, ia menjual kue sagu gulung dari jam 06.00-09.00 WIT. Karena sistem pengolahannya masih secara tradisional atau manual, sehingga ia hanya mampu membuat 20-30 picis adonan sagu gulung setiap hari. Selain karena cara pengolahannya yang masih sistem manual, ia juga mengaku, karena mendapatkan sagu yang berkualitas, maupun kelapa masih cukup sulit.

  “Mama punya sagu mentah itu beli dari Skouw, tetapi yang dijual oleh mama mama Papua di pasar Hamadi. Sementara kelapa, dari Genyem, yang di jual oleh mama mama Papua di Pasar Youtefa. Terkadang karena Sagu mentah dan  buah kelapa yang dijual oleh mama mama Papua ini sedikit sehingga cukup susah untuk kita dapat Sagu dan kelapa di Pasar,” ujarnya.

Baca Juga :  Rasa Kasih Sayang Harus Diwujudkan dengan Kepedulian Membantu Sesama

  Proses pengolahan sagu, kata Fanda Fakhiri, dua hari. Sagu mentah yang habis dibeli di pasar, pertama akan ditapis dulu sampai halus. Kemudian, didiamkan selama 1 malam, lalu hari berikutnya baru buat adonan untuk menjadi kue,” jelasnya.

Walaupun olahannya memakan waktu, tetapi daya tahan dari kue sagu gulung ini kata Fanda Kirihio bisa bertahan sampai 3 tiga hari. “Bagusnya itu walaupun tidak laku kita bisa simpan sagu gulung ini ke dalam kulkas, selama tiga hari, baru basi,” ujarnya.

  Walaupun usaha kue sagu gulungnya itu sudah berjalan hampir 2 tahun, tetapi perkembangananya masih berjalan di tempat. Sebab,  menurutnya selain rendahnya daya minat masyarakat, dukungan dari pemerintah Kota Juga sangat kurang. Bahkan, menurutnya  tidak ada sama sekali.

    Hal inilah yang menurut dia masih menjadi permasalahan yang harus dipecahkan. Salah satunya bahan pangan lokal Sagu. Pangan lokal Sagu sampai saat ini belum berjalan maksimal dan bahkan belum bisa menjadi penunjang peningkatan ekonomi masyarakat di Kota Jayapura.

Fanda Fakirio juga mengungkapkan karena kebijakan pengembangan ekonomi masyarakat selama ini melalui program pemberdayaan ekonomi masyarakat kurang diarahkan ke pengembangan potensi sagu,

Baca Juga :  Jika Mood Sehari Bisa 10 Gambar Termasuk yang Terlintas Dipikiran

   Karena itu, sebagian besar masyarakat beranggapan sagu hanya bisa dijadikan untuk pembuatan Papeda. Padahal  jika disertai dukungan dari pemerintah, bahan baku sagu sangat cocok untuk dibuatkan kue.

  “Kendala utama kita saat ini rendahnya dukungan bantuan bahan penunjang untuk proses produksi sagu mentah menjadi olahan matang, seandainya pemerinta serius meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat, pastinya bisa dibuatkan dalam bentuk kelompok UMKM, lalu beri bantuan berupa mesin produksi sagu sehingga produksinya cukup tinggi.” Bebernya.

  Lebih lanjut dia katakan bahwa faktor inilah yang menjadi penghambat/kelemahan dalam upaya pengembangan ekonomi masyarakat di Kota Jayapura, karena tertumpu pada sistem pengelolaan sagu yang masih tradisional. “Disperidangkop memang cukup masif melakukan pelatihan tetapi untuk  pendampingan terhadap pelaku  usaha UMKM, masih rendah,” ujarnya.

  Diapun menceritakan jika, sagu adalah makanan pokok masyarakat Papua yang sudah turun temurun sejak masa lampau. Pada saat nenek moyang orang Papua mengenal cocok tanam. Sebagai makanan pokok, sagu banyak tumbuh di hutan atau lingkungan sekitar tempat mereka hidup.

  Bahkan pangan lokal Sagu pernah menjadi sumber pangan utama bagi masyarakat Nusantara di Papua, sebelum beras (padi) masuk. “Namun kini, di mata masyarakat, sagu hanya diingat sebagai bahan makanan khas.”pungkasnya. (rel/tri)

Melihat Kreasi Mama Fanda Kirihio Mengolah Sagu Menjadi Kue Kekinian

Upaya pengembangan ekonomi masyarakat dengan mengolah bahan pangan lokal sagu di Papua khususnya di Kota Jayapura sudah mulai beralih ke cara modern. Jika selama ini sagu hanya di kenal dengan makanan pokok yang hanya diolah menjadi papeda, kini pola kerja masyarakat sudah mulai berubah.

Laporan: Carolus Daot_Jayapura

Senin (31/10) lalu, Cenderawasih Pos  menemui salah satu penjual kue sagu gulung (sinole)  bernama Fanda Kirihio, di Polimak, Kelurahan Ardipura, Distrik Jayapura Selatan, Kota Jayapura.

  Fanda Kirihio merupakan salah satu pelaku UMKM Papua yang mengolah sagu mentah menjadi kue secara modern. Ia menjual sagu gulung sejak tahun 2020 lalu pada awal covid. Menurutnya, kue sagu gulung ini terbuat dari olahan sagu mentah yang diayak kemudian dicampur dengan kelapa, dan juga gula aren menjadi kue modern atau kekinian.

  Setiap harinya, ia menjual kue sagu gulung dari jam 06.00-09.00 WIT. Karena sistem pengolahannya masih secara tradisional atau manual, sehingga ia hanya mampu membuat 20-30 picis adonan sagu gulung setiap hari. Selain karena cara pengolahannya yang masih sistem manual, ia juga mengaku, karena mendapatkan sagu yang berkualitas, maupun kelapa masih cukup sulit.

  “Mama punya sagu mentah itu beli dari Skouw, tetapi yang dijual oleh mama mama Papua di pasar Hamadi. Sementara kelapa, dari Genyem, yang di jual oleh mama mama Papua di Pasar Youtefa. Terkadang karena Sagu mentah dan  buah kelapa yang dijual oleh mama mama Papua ini sedikit sehingga cukup susah untuk kita dapat Sagu dan kelapa di Pasar,” ujarnya.

Baca Juga :  Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Hingga Juli, PT Agama Jayapura Tangani 4 Perkara

  Proses pengolahan sagu, kata Fanda Fakhiri, dua hari. Sagu mentah yang habis dibeli di pasar, pertama akan ditapis dulu sampai halus. Kemudian, didiamkan selama 1 malam, lalu hari berikutnya baru buat adonan untuk menjadi kue,” jelasnya.

Walaupun olahannya memakan waktu, tetapi daya tahan dari kue sagu gulung ini kata Fanda Kirihio bisa bertahan sampai 3 tiga hari. “Bagusnya itu walaupun tidak laku kita bisa simpan sagu gulung ini ke dalam kulkas, selama tiga hari, baru basi,” ujarnya.

  Walaupun usaha kue sagu gulungnya itu sudah berjalan hampir 2 tahun, tetapi perkembangananya masih berjalan di tempat. Sebab,  menurutnya selain rendahnya daya minat masyarakat, dukungan dari pemerintah Kota Juga sangat kurang. Bahkan, menurutnya  tidak ada sama sekali.

    Hal inilah yang menurut dia masih menjadi permasalahan yang harus dipecahkan. Salah satunya bahan pangan lokal Sagu. Pangan lokal Sagu sampai saat ini belum berjalan maksimal dan bahkan belum bisa menjadi penunjang peningkatan ekonomi masyarakat di Kota Jayapura.

Fanda Fakirio juga mengungkapkan karena kebijakan pengembangan ekonomi masyarakat selama ini melalui program pemberdayaan ekonomi masyarakat kurang diarahkan ke pengembangan potensi sagu,

Baca Juga :  Pasca Pandemi, Misa Bernuansa Budaya dan Ibadah Akbar Digelar Lagi

   Karena itu, sebagian besar masyarakat beranggapan sagu hanya bisa dijadikan untuk pembuatan Papeda. Padahal  jika disertai dukungan dari pemerintah, bahan baku sagu sangat cocok untuk dibuatkan kue.

  “Kendala utama kita saat ini rendahnya dukungan bantuan bahan penunjang untuk proses produksi sagu mentah menjadi olahan matang, seandainya pemerinta serius meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat, pastinya bisa dibuatkan dalam bentuk kelompok UMKM, lalu beri bantuan berupa mesin produksi sagu sehingga produksinya cukup tinggi.” Bebernya.

  Lebih lanjut dia katakan bahwa faktor inilah yang menjadi penghambat/kelemahan dalam upaya pengembangan ekonomi masyarakat di Kota Jayapura, karena tertumpu pada sistem pengelolaan sagu yang masih tradisional. “Disperidangkop memang cukup masif melakukan pelatihan tetapi untuk  pendampingan terhadap pelaku  usaha UMKM, masih rendah,” ujarnya.

  Diapun menceritakan jika, sagu adalah makanan pokok masyarakat Papua yang sudah turun temurun sejak masa lampau. Pada saat nenek moyang orang Papua mengenal cocok tanam. Sebagai makanan pokok, sagu banyak tumbuh di hutan atau lingkungan sekitar tempat mereka hidup.

  Bahkan pangan lokal Sagu pernah menjadi sumber pangan utama bagi masyarakat Nusantara di Papua, sebelum beras (padi) masuk. “Namun kini, di mata masyarakat, sagu hanya diingat sebagai bahan makanan khas.”pungkasnya. (rel/tri)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya