Sunday, November 2, 2025
24.7 C
Jayapura

Melihat Prosesi Wisuda yang Tak Biasa di ISBI Tanah Papua

Diakuinya, ia menjalan aktivitas mengabadikan suara alam sejak 2015. Kemudian beberapa tahun terakhir ia kemudian mencoba buat film dan dijadikan untuk tugas akhir.

Perjuangannya tak sia-sia filem yang berjudul Warekma akan ditayangkan di Kota Jayapura dan Wamena. Film dokumenter itu merupakan karya pertama yang dibuat oleh mahasiswa ISBI Tanah Papua, sebagai bagian dari tugas akhirnya. Film dokumenter etnografi Warekma yang berdurasi sekitar 53 menit itu, merupakan kolase video yang dikumpulkan mulai 2015 hingga 2023, dan menggambarkan prosesi pembakaran jenazah Suku Hubula di Lembah Baliem, Kabupaten Jawijaya, Papua Pegunungan.

Lebih jauh ia menjelaskan dalam pemutaran dan pameran film Warekma, ada satu hal menarik yang menjelaskan terkait nilai kepercayaan masyarakat lokal, yaitu asap pembakaran. Asap pembakaran yang naik lurus menandakan bahwa ritual itu sah, artinya orang itu selama hidup tidak dosa atau kesalahan.

Baca Juga :  Kasus Dugaan Korupsi Belasan Miliar Dana PON Segera Disidang

“Tapi kalau ada asap yang putar saja, tidak naik lurus, terus asapnya bau. Kemudian (ada) sisa-sisa tulang rahang dan tengkorak (yang) masih ditemukan di tempat pembakaran, berarti arwah itu masih bermasalah, upacara pembakaran itu tidak sah dan kematiannya tidak resmi,” jelas Miki. Miki Wuka mengutarakan alasan membuat karya film itu berawal dari penyesalan yang tidak sempat melihat wajah sang ayah.

Oleh karena itu, Miki merekam sejumlah aktivitas termasuk upacara adat pemakaman itu untuk menekankan pentingnya pengarsipan budaya. Hal itu bertujuan mengedukasi dan memotivasi generasi muda untuk berkarya. “Karena kami punya tradisi prosesi pemakaman (jenazah) adalah (dengan cara) dibakar. Sehingga, tidak ada bentuk fisik baik nama atau peninggalan (nisan dan makam) juga anak babi khusus yang ditandai buat (bapak) yang kami (bisa) lihat,” ucapnya.

Baca Juga :  Tak Hanya Para PKL, Pemilik Galian Tipe C Harus Berikan Kontribusi PAD 

“Nah itu memang saya mengakui kelemahannya, mungkin saat itu media-media belum ada yang bisa mengarsipkan. Sekarang ini, sudah ada kamera yang menjadi perekam yang kuat untuk pengarsipan itu sehingga tak ada alasan untuk tidak memiliki dokumentasi yang apik,” pungkasnya. (*)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Diakuinya, ia menjalan aktivitas mengabadikan suara alam sejak 2015. Kemudian beberapa tahun terakhir ia kemudian mencoba buat film dan dijadikan untuk tugas akhir.

Perjuangannya tak sia-sia filem yang berjudul Warekma akan ditayangkan di Kota Jayapura dan Wamena. Film dokumenter itu merupakan karya pertama yang dibuat oleh mahasiswa ISBI Tanah Papua, sebagai bagian dari tugas akhirnya. Film dokumenter etnografi Warekma yang berdurasi sekitar 53 menit itu, merupakan kolase video yang dikumpulkan mulai 2015 hingga 2023, dan menggambarkan prosesi pembakaran jenazah Suku Hubula di Lembah Baliem, Kabupaten Jawijaya, Papua Pegunungan.

Lebih jauh ia menjelaskan dalam pemutaran dan pameran film Warekma, ada satu hal menarik yang menjelaskan terkait nilai kepercayaan masyarakat lokal, yaitu asap pembakaran. Asap pembakaran yang naik lurus menandakan bahwa ritual itu sah, artinya orang itu selama hidup tidak dosa atau kesalahan.

Baca Juga :  Punya Bisnis Plan dan Target PBF Terbesar di Papua Barat

“Tapi kalau ada asap yang putar saja, tidak naik lurus, terus asapnya bau. Kemudian (ada) sisa-sisa tulang rahang dan tengkorak (yang) masih ditemukan di tempat pembakaran, berarti arwah itu masih bermasalah, upacara pembakaran itu tidak sah dan kematiannya tidak resmi,” jelas Miki. Miki Wuka mengutarakan alasan membuat karya film itu berawal dari penyesalan yang tidak sempat melihat wajah sang ayah.

Oleh karena itu, Miki merekam sejumlah aktivitas termasuk upacara adat pemakaman itu untuk menekankan pentingnya pengarsipan budaya. Hal itu bertujuan mengedukasi dan memotivasi generasi muda untuk berkarya. “Karena kami punya tradisi prosesi pemakaman (jenazah) adalah (dengan cara) dibakar. Sehingga, tidak ada bentuk fisik baik nama atau peninggalan (nisan dan makam) juga anak babi khusus yang ditandai buat (bapak) yang kami (bisa) lihat,” ucapnya.

Baca Juga :  Sahkan RUU PKS, Jangan Tunggu Hingga Perempuan Habis

“Nah itu memang saya mengakui kelemahannya, mungkin saat itu media-media belum ada yang bisa mengarsipkan. Sekarang ini, sudah ada kamera yang menjadi perekam yang kuat untuk pengarsipan itu sehingga tak ada alasan untuk tidak memiliki dokumentasi yang apik,” pungkasnya. (*)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Berita Terbaru

Artikel Lainnya