JAYAPURA – Presiden Prabowo Subianto baru saja meresmikan smelter atau pabrik pemurnian logam mulia (PMR) milik PT Freeport Indonesia di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik, Jawa Timur.
Dosen tetap di Program Pasca Sarjana Magister Akuntansi dan Magister Manajemen Universitas Yapis Papua, Entis Sutisna menilai peresmian tersebut bagian dari strategis dalam upaya hilirisasi industri tambang yang dicanangkan oleh pemerintah pusat.
Terlebih fasilitas ini juga memiliki kapasitas produksi yang cukup besar yang mencapai 50 ton emas per tahun.
“Ini akan memberikan kontribusi terhadap perekonomian secara nasional, yang artinya ini akan mampu memberikan kontribusi di dalam meningkatkannya ekonomi nasional,” kata Entis kepada Cenderawasih Pos, Selasa (18/3).
Namun lanjut Entis, dari sisi perekonomian di Papua, pembangunan smelter ini memiliki dampak langsung yang perlu dipertimbangkan.
“Pertanyaannya adalah, mengapa smelter ini harus dibangun di Pulau Jawa dan tidak di Papua, terutama mengingat bahwa masyarakat yang tinggal di dekat area tambang PT Freeport di Papua akan merasakan dampak langsung dari kegiatan ini,” bebernya.
Menurutnya, dengan dibangunnya smelter di Gresik, akan menciptakan lapangan pekerjaan dan pembangunan infrastruktur lebih banyak dirasakan masyarakat di sekitar Gresik bukan masyarakat Papua.
“Harus ada skala prioritas yang diberikan untuk masyarakat Papua,” tegasnya.
Dikatakan, melalui pembangunan smelter akan meningkatkan nilai tambah produk tambang Indonesia, bahkan akan mengurangi ekspor dari bahan mentahnya. Hal ini sekaligus meningkatkan pendapatan negara lantaran bisa dikelola sendiri, dikelola dengan baik dan dapat dilakukan untuk pembangunan.
“Pembangunan smelter diharapkan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di berbagai daerah, terutama di Papua. Dengan cara mendistribusikan manfaatnya secara proporsional dan adil,” ujarnya.