Wednesday, April 2, 2025
24.7 C
Jayapura

Saksi Ahli: Pemberian WTP Menjadi Jaminan Daerah Tersebut Bebas Korupsi

JAYAPURA –Sidang lanjutan kasus suap dan gratifikasi Gubernur Papua non aktif Lukas Enembe kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Rabu (30/8), dengan agenda keterangan ahli yang meringankan untuk terdakwa.

Dalam sidang tersebut, saksi ahli hukum keuangan negara/ahli penghitungan kerugian keuangan negara dan pemeriksa investigasi, Hernold Ferry Makawimbang menyatakan, pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada suatu daerah, setelah memeriksa pengelolaan keuangan daerah menjadi jaminan bahwa daerah itu bebas korupsi.

Menurut Hernold sebagaimana rilis yang diterima Cenderawasih Pos, pemberian opini WTP oleh BPK menjadi indikator pengelolaan keuangan yang baik.  “WTP menjadi jaminan bahwa daerah itu bebas korupsi,” tegas Hernold menjawab pertanyaan hakim di muka persidangan.

Baca Juga :  DPRP Rampungkan Pembahasan Evaluasi APBD dan Tatib

Menurutnya, WTP itu jaminan pengelolaan keuangan secara standar bagi pemerintah pusat dan daerah. Sebagaimana yang memperoleh WTP diberikan karena pengelolaan keuangan yang baik.

“Opini BPK masuk dalam pertanggungjawaban Gubernur. BPK memberikan opini secara profesional dan tidak bisa diintervensi. Kalau ada daerah yang diberikan opini sembilan kali WTP, itu didasari pemeriksaan yang profesional dan obyektif,” ungkapnya.

Dikatakan, BPK melakukan pemeriksaan dokumen mulai dari tahap perencanaan hingga pelaksanaan. Dalam menjalankan pekerjaannya, investigator BPK memeriksa dokumen termasuk dokumen proyek beranggaran besar dan dokumen yang berisiko tinggi.  “Dokumen yang rapi, itu risiko kecil sedangkan yang berantakan itu, berisiko tinggi,” kata Hernold.

Menurut Hernold, dalam pembuktian kasus korupsi, bukti yang digelar di persidangan haruslah bukti yang relevan. Secara konseptual, bukti yang relevan, misalnya kalau orang itu didakwakan, dia menerima, maka menerimanya dari siapa?

Baca Juga :  Papua Kehilangan Wakil yang Humble dan Tak Neko-neko

“Harus relevan dengan dakwaan, siapa yang memberikan ? Bukti harus yang benar benar relevan dan acceptabel,” tegasnya.

Selain itu, saat penasihat hukum Lukas Enembe, Petrus Bala Pattyona bertanya pada saksi, apakah dalam tindak pidana korupsi gratifikasi, bila investigator tidak menemukan bukti gratifikasi, apakah dapat dilanjutkan perkara tersebut, saksi ahli mengatakan, tidak.

Sementara itu, Petrus juga menyampaikan bahwa usai persidangan, kliennya menjalani pemeriksaan dokter RSPAD, didampingi para pengacara.

“Sidang lanjutan digelar pada Senin 4 September mendatang dengan agenda meminta keterangan dari Lukas Enembe,” pungkasnya. (fia/wen)

JAYAPURA –Sidang lanjutan kasus suap dan gratifikasi Gubernur Papua non aktif Lukas Enembe kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Rabu (30/8), dengan agenda keterangan ahli yang meringankan untuk terdakwa.

Dalam sidang tersebut, saksi ahli hukum keuangan negara/ahli penghitungan kerugian keuangan negara dan pemeriksa investigasi, Hernold Ferry Makawimbang menyatakan, pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada suatu daerah, setelah memeriksa pengelolaan keuangan daerah menjadi jaminan bahwa daerah itu bebas korupsi.

Menurut Hernold sebagaimana rilis yang diterima Cenderawasih Pos, pemberian opini WTP oleh BPK menjadi indikator pengelolaan keuangan yang baik.  “WTP menjadi jaminan bahwa daerah itu bebas korupsi,” tegas Hernold menjawab pertanyaan hakim di muka persidangan.

Baca Juga :  Lagi, Puncak Jaya Terima Penghargaan Pemerintah

Menurutnya, WTP itu jaminan pengelolaan keuangan secara standar bagi pemerintah pusat dan daerah. Sebagaimana yang memperoleh WTP diberikan karena pengelolaan keuangan yang baik.

“Opini BPK masuk dalam pertanggungjawaban Gubernur. BPK memberikan opini secara profesional dan tidak bisa diintervensi. Kalau ada daerah yang diberikan opini sembilan kali WTP, itu didasari pemeriksaan yang profesional dan obyektif,” ungkapnya.

Dikatakan, BPK melakukan pemeriksaan dokumen mulai dari tahap perencanaan hingga pelaksanaan. Dalam menjalankan pekerjaannya, investigator BPK memeriksa dokumen termasuk dokumen proyek beranggaran besar dan dokumen yang berisiko tinggi.  “Dokumen yang rapi, itu risiko kecil sedangkan yang berantakan itu, berisiko tinggi,” kata Hernold.

Menurut Hernold, dalam pembuktian kasus korupsi, bukti yang digelar di persidangan haruslah bukti yang relevan. Secara konseptual, bukti yang relevan, misalnya kalau orang itu didakwakan, dia menerima, maka menerimanya dari siapa?

Baca Juga :  Minat Masyarakat Papua Investasi di Pasar Modal  Terus  Tumbuh

“Harus relevan dengan dakwaan, siapa yang memberikan ? Bukti harus yang benar benar relevan dan acceptabel,” tegasnya.

Selain itu, saat penasihat hukum Lukas Enembe, Petrus Bala Pattyona bertanya pada saksi, apakah dalam tindak pidana korupsi gratifikasi, bila investigator tidak menemukan bukti gratifikasi, apakah dapat dilanjutkan perkara tersebut, saksi ahli mengatakan, tidak.

Sementara itu, Petrus juga menyampaikan bahwa usai persidangan, kliennya menjalani pemeriksaan dokter RSPAD, didampingi para pengacara.

“Sidang lanjutan digelar pada Senin 4 September mendatang dengan agenda meminta keterangan dari Lukas Enembe,” pungkasnya. (fia/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya