“Terdapat pelangaran itu, Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) mengatur tentang Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Pasal ini menyatakan bahwa setiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain mewajibkan pelaku untuk mengganti kerugian tersebut,” jelas Febian.
Karena itu dia berharap, dengan dilakukannya pemalangan tersebut oleh pemilik Ulayat dapat menemukan solusi-solusi terbaik demi kepentingan masyarakat. “Bangunan sudah berdiri untuk kepentingan umum tetapi hak mereka juga jangan diabaikan,” tambahnya.
Terkait dengan masalah tersebut kata Febian, selaku kuasa hukum dari pemilik Ulayat dirinya mengaku telah melayangkan surat kepada Bareskrim Polri di Jakarta dan juga Polda Papua tentunya. Tak hanya itu pihaknya juga telah melakukan surat gugatan Perdata terkait dengan pemalsuan sertifikat yang diduga dilakukan oleh Uncen.
“Sertifikat itu kami tidak pernah lihat sama sekali sampai dengan hari ini yang katanya atasnama Kementrian pendidikan tinggi dalam hal ini Uncen,” ungkapnya.
Untuk diketahui pemalang tersebut dilakukan oleh pemilik Ulayat setelah kesepakatan antara pihak Uncen dan pemilik Ulayat terpenuhi. Hak yang dimasukkan dan belum dibayar oleh pihak Uncen kepada pemilik Ulayat kata kuasa hukum tersebut sebesar Rp 64 milyar.
“Kami akan palang sampai ada penyelesaian. Pihak Ulayat tidak menuntut besar pastinya punya toleransi juga. Nilainya dari luasan. Luasan 6,4 hektar. Jadi kami total gugat Uncen sebesar Rp 64 miliar,” ujarnya.
Hingga berita ini dinaikkan belum ada kesepakatan antara kedua belah pihak. Pihak Uncen juga belum ada keterangan resmi yang disampaikan terkait dengan aksi pemalangan oleh masyarakat adat ini. (kar/tri)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos