Saturday, April 20, 2024
30.7 C
Jayapura

Jadi Tersangka, Kapolresta Tegaskan Proses!

KNPB dan LBH Tuding Polisi Langar UU Laluluntas dan Kriminalisasi KNPB 

JAYAPURA- Lima orang anggota Komite Nasional Papua Barat (KNPB) nampaknya tak bisa mengelak  dari jeratan hukum. Pria dengan inisial ES, FE, YK, LW dan DE masih harus mendekam di tahanan Polresta Jayapura Kota dengan waktu cukup lama yang merupakan buntut dari perbuatan yang dilakukan pada Senin (28/3) lalu terhadap Bripda Jason Ohee dan Bripda Bripda Bonjosi Urbinas.

Kelimanya bisa dijerat dengan pasal 170 KUHP tentang bersama-sama dimuka umum melakukan kekerasan terhadap orang dengan ancaman hukuman pidana 5  tahun 6 bulan penjara.

“Kelimanya sudah kami tetapkan sebagai tersangka dan ini murni tindak pidana jadi saya minta ini diproses, harus ditindak,” tegas Kapolresta Jayapura Kota, Kombes Pol Gustav Urbinas SIK di Polres, Selasa (29/3).

Kapolresta Gustav Urbinas menyebut bahwa dari perbuatan para tersangka, korban mengalami memar di bagian wajah dan saat itu dikatakan ada pidana lain yakni pencurian dengan kekerasan termasuk upaya melakukan penyanderaan. “Untungnya kami segera berkoordinasi dan menurunkan kekuatan penuh untuk menangani kasus ini. Kabag Ops dan Kasat Reskrim yang waktu itu minta untuk anggota Polisi dilepas dan akhirnya dilepas. Kalau kami lambat bisa saja ada hal lain yang terjadi sebab korban ini sudah dibawa ke atas,”  beber Gustav.

Akibat insiden itu, korban Bripda Jason mengalami luka di bagian wajah, kepala bagian belakang dan bagian telinga.  Dijelaskan sebelumnya ada sekira 92 orang yang diamankan  kemudian dilakukan pemeriksaan dan interogasi. Dari hasil pemeriksaan kemudian 72 orang dipulangkan paginya  sekira pukul 02.30 WIT ada juga 15 orang yang dipulangkan dan akhirnya mengerucut pada 5 tersangka ini.

Gustav Urbinas menyayangkan aksi pengeroyokan tersebut. Sebab para pelaku pastinya sudah tahu jika dua orang ini adalah Polisi karena masih menggunakan seragam. Namun meski sudah mengetahui malah tetap melakukan pengeroyokan. “Tujuannya apa coba (melakukan pengeroyokan),” cecar Kapolresta.

Disini Kapolresta juga sempat berkomunikasi dengan para pelaku mempertanyakan apa alasan mereka harus mengeroyok dan akhirnya berhadapan dengan hukum. “Sekarang coba lihat, siapa yang datang membantu? Tidak ada to, itu karena melakukan perbuatan tidak pikir panjang dulu jadi sekarang mau tidak mau harus pertanggungjawabkan perbuatan,” tegasnya.

Sementara untuk melengkapi berkas pemeriksaan, pihaknya telah mengamankan barang bukti yaitu 1 unit mobil kendaraan roda 4 jenis grand max yang digunakan para pelaku dan satu buah tas ransel milik korban.

Disini Kapolresta juga menyinggung agar bintara remaja yang baru diterima ini jangan terlalu lembek dimana habis dinas semua pulang ke rumah. “Jika bisa tinggal di sekitar Polda atau Polres seharusnya ini dilakukan. Jangan sedikit sedikit pulang ke rumah. Harus digembleng lebih keras kayaknya,” tegas Kapolresta.

Sementara itu, pihak KNPB menuding aparat Kepolisian

telah melakukan pelanggaran UU lalu lintas. Selain itu, pihak kepolisian menurut Juru Bicara KNPB Ones Suhuniap telah mengkriminalisasikan KNPB yang dalam kondisi berduka.

Ones Suhuniap menyebutkan, pihak Kepolisian menangkap 83 orang keluarga duka, dimana 6 orang masih ditahan di Mapolresta Jayapura Kota.

“Kami ada di Polresta, dimana 15 orang dibebaskan tadi siang, 6 orang masih proses penyelidikan di Polresta. Dari 6 orang kemungkinan  4 atau 5 orang akan ditahan dengan status tersangka pengananiayaan aparat Kepolisian,” ungkap Ones Suhuniap, kemarin (30/3).

Baca Juga :  Pemprov Temukan Harga Minyakita Capai Rp 18 Ribu

Dalam kasus ini, Ones menuding aparat Kepolisian yang sengaja menciptakan skenario dimana mereka menghalangi  jalan saat keluarga dan kerabat membawa jenazah ke pemakaman. Polisi menurutnya harus menghormati dan menghargai nilai kemanusiaan. “Orang duka dan bawa mayat atas nama kemanusiaan kita izinkan orang bahwa mayat secara bebas tanpa dihalangi,” ucapnya.

Dirinya bahkan menuding Kapolresta Jayapura Kota sengaja menugaskan dua polisi untuk memprovokaksi keluarga almarhum Kris Awi Pahabol. “Keluarga duka minita agar polisi tidak halagi namun dua polisi itu sengaja  menghalangi keluarga duka kemudian mereka juga pancing keluarga duka dengan mengambil gambar. Hal ini memancing emosi sehingga pukul satu polisi,” bebernya.

Saat selesai pemakaman dimana keluarga dan kerabat pulang, aparat Kepolisian menurut Ones melakukan penghadangan dan penangkapan.

Mengenai pemukulan dan diambilnya handphone satu aparat Kepolisian, apabila dilihat dari kronoliginya, Ones menuding Kepolisian menugaskan dua polisi untuk memprovokasi keluarga duka.

“Polisi seharusnya menghormati hak asasi manusia. Ketika orang bawa mayat itu harus diizinkan dan tidak alasan menghalangi orang bawa mayat. Apalagi mengambil gambar atau foto itu harus ada izin dari keluarga atau orang yang bersangkutan. Apakah dia bersedia ambil gambar atau tidak? Ini persoalan privasi dan hak cipta setiap orang dilindungi. Apalagi ambil gambar tanpa izin itu melaggar hak cipta,” bebernya.

Ia mengatakan pemukulan terhadap polisi oleh keluarga duka dilakukan karena kesalahan polisi sendiri yang sengaja menghalangi jalan dan mengambil gambar tanpa izin.

“Oleh karena itu kami minta atas nama penghormatan hak asasi manusia, 6 orang segera dibebaskan.  Karena polisi tidak menghargai hak asasi manusia, dimana mereka tidak harus menghalangi orang bawa mayat menuju pemakaman. Cerita baru di Papua orang bawa mayat dihalangi dan melakukan penangkapan terhadap keluarga yang berduka,” tutupnya.

Sementara itu, Ketua KNPB Agus Kossay juga menuding Polisi telah melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang bagaimana memberikan ruang bagi kendaraan yang digunakan untuk keperluan tertentu dengan mendapat kualitas menggunakan jalan.

Menurut Kossay, peraturan perundang-undangan yang ada memberikan peluang bagi orang tertentu atau kendaraan yang digunakan bagi keperluan tertentu mendapatkan prioritas menggunakan jalan untuk berlalu lintas. Hak utama itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 1993. Dalam Pasal 65 ayat 1 disebutkan, pemakai jalan wajib mendahulukan sesuai urutan prioritas seperti, 1, Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugus, 2. Ambulans yang mengangkut orang sakit, 3. Kendaraan untuk memberi pertolongan pada kecelakaan lalu lintas, 4. Kendaraan Kepala Negara (Presiden dan Wakil Presiden) atau Pemerintah Asing yang menjadi tamu negar, 5. Iring-iringan pengantar jenazah, 6. Konvoi, pawai atau kendaraan orang cacat, 7. Kendaraan yang penggunaannya untuk keperluan khusus atau mengangkut barang-barang khusus.

Menurutnya, aturan ini sudah jelas bahwa semua kendaraan tersebut wajib didahulukan dalam berlalulintas. “Bahkan kendaraan yang mendapatkan prioritas tersebut, harus disertai dengan pengawalan petugas yang berwenang atau dilengkapi dengan isyarat atau tanda-tanda lain, tapi yang ada malah Polisi menghalangi Jenasa di depan jalan,” sesalnya.

Baca Juga :  Soal DOB, Kabupaten/Kota Diminta Hargai Gubernur, DPRP dan MRP

“Kalau mau lihat pada ayat 3 ditegaskan lagi, petugas yang berwenang melakukan pengamanan apabila mengetahui adanya pemakai jalan yang diprioritaskan tersebut. Tapi ini Polisi sengaja menghalangi kami keluarga duka. Mereka ini niat sengaja dan memancing keluarga duka. Jadi siapa yang tidak emosi dalam situasi ini. Wajar saja ada pemukulan kepada aparat kemarin. Kalau tidak palangkan pasti aman-aman saja. Jadi kami minta polisi jangan mengkriminalisasi kami KNPB. Ini jelas kalian yang langar peraturan pemerintah sendiri. Jadi saya kira masyarakat bisa menilai, siapa yang main api duluan dalam suasana duka kami keluarga,” katanya.

Sete;ah melakukan pemukulan, Agus menyampaikan bahwa pihak keluarga sempat melakukan pengamanan bagi aparat lainnya dengan baik agar tidak dipukul oleh massa karena dalam suasana duka.

“Kami juga mengamankan anggota polisi lainnya dan kami juga agar tidak terjadi hal yang lebih parah dan itu kami lakukan untuk melindungi aparat. Tapi yang ada kami malah dituduh dengan pasal pengeroyokan. Jelas hal itu bermula dari permainan aparat sendiri yang memancing kami untuk berbuat demikian. Kami minta agar aparat kepolisian untuk tidak beralasan dengan hal-yang tidak masuk akal untuk mengkriminalisasikan aktivis KNPB dengan tujuan memenjarakan mereka. Sebagai ketua KNPB, saya meminta kepada aparat kepolisian untuk mengeluarkan anggota kami yang ditahan. Ini jelas polisi yang bermain api bukan kami KNPB,” tegas Agus.

Secara terpisah, Lembaga Bantuan Hukum (LBH0 menilai bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum sebagaimana diatur pada Pasal 28d ayat (1) UUD 1945. Oleh sebab itu dalam kasus ini semestinya Polresta Jayapura mengedepankan mekanisme restoratif justice sesuai dengan ketentuan Surat Edaran Kapolri Nomor : SE/8/VII/2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) Dalam Penyelesaian Perkara Pidana.

LBH selaku kuasa hukum 5 orang yang ditersangkakan dalam insiden kuburan waena mengaskan kepada, Kapolda Papua,  Kapolresta Jayapura agar jangan hanya menetapkan 5 orang sebagai tersangka dan lindungi oknum Polisi yang melakukan tindakan pelanggaran pasal 134 huruf f, UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan junto Pasal 3 huruf g, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

“Kapolda Papua segera perintah Kapolresta Jayapura memproses hukum 2 oknum Polisi yang melakukan pelanggaran pasal 134 huruf f, UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan junto Pasal 3 huruf g, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia,” kata Direktur LBH Papua Emanuel Gobai, SH, MH.

LBH juga meminta Kapolda Papua segera memeritahkan Kapolresta Jayapura untuk menerapkan SE / 8 / VII / 2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) dalam penyelesaian perkara pidana sebagai bentuk implementasi setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum sebagaimana diatur pada Pasal 28d ayat (1) UUD 1945 dalam kasus insiden di depan pemakaman Waena. (ade/oel/nat)

(ade)

KNPB dan LBH Tuding Polisi Langar UU Laluluntas dan Kriminalisasi KNPB 

JAYAPURA- Lima orang anggota Komite Nasional Papua Barat (KNPB) nampaknya tak bisa mengelak  dari jeratan hukum. Pria dengan inisial ES, FE, YK, LW dan DE masih harus mendekam di tahanan Polresta Jayapura Kota dengan waktu cukup lama yang merupakan buntut dari perbuatan yang dilakukan pada Senin (28/3) lalu terhadap Bripda Jason Ohee dan Bripda Bripda Bonjosi Urbinas.

Kelimanya bisa dijerat dengan pasal 170 KUHP tentang bersama-sama dimuka umum melakukan kekerasan terhadap orang dengan ancaman hukuman pidana 5  tahun 6 bulan penjara.

“Kelimanya sudah kami tetapkan sebagai tersangka dan ini murni tindak pidana jadi saya minta ini diproses, harus ditindak,” tegas Kapolresta Jayapura Kota, Kombes Pol Gustav Urbinas SIK di Polres, Selasa (29/3).

Kapolresta Gustav Urbinas menyebut bahwa dari perbuatan para tersangka, korban mengalami memar di bagian wajah dan saat itu dikatakan ada pidana lain yakni pencurian dengan kekerasan termasuk upaya melakukan penyanderaan. “Untungnya kami segera berkoordinasi dan menurunkan kekuatan penuh untuk menangani kasus ini. Kabag Ops dan Kasat Reskrim yang waktu itu minta untuk anggota Polisi dilepas dan akhirnya dilepas. Kalau kami lambat bisa saja ada hal lain yang terjadi sebab korban ini sudah dibawa ke atas,”  beber Gustav.

Akibat insiden itu, korban Bripda Jason mengalami luka di bagian wajah, kepala bagian belakang dan bagian telinga.  Dijelaskan sebelumnya ada sekira 92 orang yang diamankan  kemudian dilakukan pemeriksaan dan interogasi. Dari hasil pemeriksaan kemudian 72 orang dipulangkan paginya  sekira pukul 02.30 WIT ada juga 15 orang yang dipulangkan dan akhirnya mengerucut pada 5 tersangka ini.

Gustav Urbinas menyayangkan aksi pengeroyokan tersebut. Sebab para pelaku pastinya sudah tahu jika dua orang ini adalah Polisi karena masih menggunakan seragam. Namun meski sudah mengetahui malah tetap melakukan pengeroyokan. “Tujuannya apa coba (melakukan pengeroyokan),” cecar Kapolresta.

Disini Kapolresta juga sempat berkomunikasi dengan para pelaku mempertanyakan apa alasan mereka harus mengeroyok dan akhirnya berhadapan dengan hukum. “Sekarang coba lihat, siapa yang datang membantu? Tidak ada to, itu karena melakukan perbuatan tidak pikir panjang dulu jadi sekarang mau tidak mau harus pertanggungjawabkan perbuatan,” tegasnya.

Sementara untuk melengkapi berkas pemeriksaan, pihaknya telah mengamankan barang bukti yaitu 1 unit mobil kendaraan roda 4 jenis grand max yang digunakan para pelaku dan satu buah tas ransel milik korban.

Disini Kapolresta juga menyinggung agar bintara remaja yang baru diterima ini jangan terlalu lembek dimana habis dinas semua pulang ke rumah. “Jika bisa tinggal di sekitar Polda atau Polres seharusnya ini dilakukan. Jangan sedikit sedikit pulang ke rumah. Harus digembleng lebih keras kayaknya,” tegas Kapolresta.

Sementara itu, pihak KNPB menuding aparat Kepolisian

telah melakukan pelanggaran UU lalu lintas. Selain itu, pihak kepolisian menurut Juru Bicara KNPB Ones Suhuniap telah mengkriminalisasikan KNPB yang dalam kondisi berduka.

Ones Suhuniap menyebutkan, pihak Kepolisian menangkap 83 orang keluarga duka, dimana 6 orang masih ditahan di Mapolresta Jayapura Kota.

“Kami ada di Polresta, dimana 15 orang dibebaskan tadi siang, 6 orang masih proses penyelidikan di Polresta. Dari 6 orang kemungkinan  4 atau 5 orang akan ditahan dengan status tersangka pengananiayaan aparat Kepolisian,” ungkap Ones Suhuniap, kemarin (30/3).

Baca Juga :  Pemprov Temukan Harga Minyakita Capai Rp 18 Ribu

Dalam kasus ini, Ones menuding aparat Kepolisian yang sengaja menciptakan skenario dimana mereka menghalangi  jalan saat keluarga dan kerabat membawa jenazah ke pemakaman. Polisi menurutnya harus menghormati dan menghargai nilai kemanusiaan. “Orang duka dan bawa mayat atas nama kemanusiaan kita izinkan orang bahwa mayat secara bebas tanpa dihalangi,” ucapnya.

Dirinya bahkan menuding Kapolresta Jayapura Kota sengaja menugaskan dua polisi untuk memprovokaksi keluarga almarhum Kris Awi Pahabol. “Keluarga duka minita agar polisi tidak halagi namun dua polisi itu sengaja  menghalangi keluarga duka kemudian mereka juga pancing keluarga duka dengan mengambil gambar. Hal ini memancing emosi sehingga pukul satu polisi,” bebernya.

Saat selesai pemakaman dimana keluarga dan kerabat pulang, aparat Kepolisian menurut Ones melakukan penghadangan dan penangkapan.

Mengenai pemukulan dan diambilnya handphone satu aparat Kepolisian, apabila dilihat dari kronoliginya, Ones menuding Kepolisian menugaskan dua polisi untuk memprovokasi keluarga duka.

“Polisi seharusnya menghormati hak asasi manusia. Ketika orang bawa mayat itu harus diizinkan dan tidak alasan menghalangi orang bawa mayat. Apalagi mengambil gambar atau foto itu harus ada izin dari keluarga atau orang yang bersangkutan. Apakah dia bersedia ambil gambar atau tidak? Ini persoalan privasi dan hak cipta setiap orang dilindungi. Apalagi ambil gambar tanpa izin itu melaggar hak cipta,” bebernya.

Ia mengatakan pemukulan terhadap polisi oleh keluarga duka dilakukan karena kesalahan polisi sendiri yang sengaja menghalangi jalan dan mengambil gambar tanpa izin.

“Oleh karena itu kami minta atas nama penghormatan hak asasi manusia, 6 orang segera dibebaskan.  Karena polisi tidak menghargai hak asasi manusia, dimana mereka tidak harus menghalangi orang bawa mayat menuju pemakaman. Cerita baru di Papua orang bawa mayat dihalangi dan melakukan penangkapan terhadap keluarga yang berduka,” tutupnya.

Sementara itu, Ketua KNPB Agus Kossay juga menuding Polisi telah melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang bagaimana memberikan ruang bagi kendaraan yang digunakan untuk keperluan tertentu dengan mendapat kualitas menggunakan jalan.

Menurut Kossay, peraturan perundang-undangan yang ada memberikan peluang bagi orang tertentu atau kendaraan yang digunakan bagi keperluan tertentu mendapatkan prioritas menggunakan jalan untuk berlalu lintas. Hak utama itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 1993. Dalam Pasal 65 ayat 1 disebutkan, pemakai jalan wajib mendahulukan sesuai urutan prioritas seperti, 1, Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugus, 2. Ambulans yang mengangkut orang sakit, 3. Kendaraan untuk memberi pertolongan pada kecelakaan lalu lintas, 4. Kendaraan Kepala Negara (Presiden dan Wakil Presiden) atau Pemerintah Asing yang menjadi tamu negar, 5. Iring-iringan pengantar jenazah, 6. Konvoi, pawai atau kendaraan orang cacat, 7. Kendaraan yang penggunaannya untuk keperluan khusus atau mengangkut barang-barang khusus.

Menurutnya, aturan ini sudah jelas bahwa semua kendaraan tersebut wajib didahulukan dalam berlalulintas. “Bahkan kendaraan yang mendapatkan prioritas tersebut, harus disertai dengan pengawalan petugas yang berwenang atau dilengkapi dengan isyarat atau tanda-tanda lain, tapi yang ada malah Polisi menghalangi Jenasa di depan jalan,” sesalnya.

Baca Juga :  Pilih Pulang Karena Trauma

“Kalau mau lihat pada ayat 3 ditegaskan lagi, petugas yang berwenang melakukan pengamanan apabila mengetahui adanya pemakai jalan yang diprioritaskan tersebut. Tapi ini Polisi sengaja menghalangi kami keluarga duka. Mereka ini niat sengaja dan memancing keluarga duka. Jadi siapa yang tidak emosi dalam situasi ini. Wajar saja ada pemukulan kepada aparat kemarin. Kalau tidak palangkan pasti aman-aman saja. Jadi kami minta polisi jangan mengkriminalisasi kami KNPB. Ini jelas kalian yang langar peraturan pemerintah sendiri. Jadi saya kira masyarakat bisa menilai, siapa yang main api duluan dalam suasana duka kami keluarga,” katanya.

Sete;ah melakukan pemukulan, Agus menyampaikan bahwa pihak keluarga sempat melakukan pengamanan bagi aparat lainnya dengan baik agar tidak dipukul oleh massa karena dalam suasana duka.

“Kami juga mengamankan anggota polisi lainnya dan kami juga agar tidak terjadi hal yang lebih parah dan itu kami lakukan untuk melindungi aparat. Tapi yang ada kami malah dituduh dengan pasal pengeroyokan. Jelas hal itu bermula dari permainan aparat sendiri yang memancing kami untuk berbuat demikian. Kami minta agar aparat kepolisian untuk tidak beralasan dengan hal-yang tidak masuk akal untuk mengkriminalisasikan aktivis KNPB dengan tujuan memenjarakan mereka. Sebagai ketua KNPB, saya meminta kepada aparat kepolisian untuk mengeluarkan anggota kami yang ditahan. Ini jelas polisi yang bermain api bukan kami KNPB,” tegas Agus.

Secara terpisah, Lembaga Bantuan Hukum (LBH0 menilai bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum sebagaimana diatur pada Pasal 28d ayat (1) UUD 1945. Oleh sebab itu dalam kasus ini semestinya Polresta Jayapura mengedepankan mekanisme restoratif justice sesuai dengan ketentuan Surat Edaran Kapolri Nomor : SE/8/VII/2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) Dalam Penyelesaian Perkara Pidana.

LBH selaku kuasa hukum 5 orang yang ditersangkakan dalam insiden kuburan waena mengaskan kepada, Kapolda Papua,  Kapolresta Jayapura agar jangan hanya menetapkan 5 orang sebagai tersangka dan lindungi oknum Polisi yang melakukan tindakan pelanggaran pasal 134 huruf f, UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan junto Pasal 3 huruf g, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

“Kapolda Papua segera perintah Kapolresta Jayapura memproses hukum 2 oknum Polisi yang melakukan pelanggaran pasal 134 huruf f, UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan junto Pasal 3 huruf g, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia,” kata Direktur LBH Papua Emanuel Gobai, SH, MH.

LBH juga meminta Kapolda Papua segera memeritahkan Kapolresta Jayapura untuk menerapkan SE / 8 / VII / 2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) dalam penyelesaian perkara pidana sebagai bentuk implementasi setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum sebagaimana diatur pada Pasal 28d ayat (1) UUD 1945 dalam kasus insiden di depan pemakaman Waena. (ade/oel/nat)

(ade)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya