Thursday, April 10, 2025
25.7 C
Jayapura

Pertikaian Antar Warga di Nabire, Lima Luka-luka

Kobogau mengungkapkan, untuk proses penyelesaiannya akan dilakukan secara hukum adat yang berlaku di masing-masing suku.

“Saya harap jangan lagi ada perang-perang suku. Jangan kita saling ganggu. Suku Moni akan bertahan hidup di Wadio sebagai saudara dengan suku Mee,” pungkas Kobogau.

Sementara itu, Dekan Dekenat Moni Puncak Jaya, Pastor Yance Yogi, mewakili gereja-gereja di Intan Jaya menambahkan, Kehidupan suku Mee dan Moni sebelum pertikaian kemarin sangatlah harmonis.

” Baik budaya, pemerintah dan gereja, suku Mee dan Moni adalah satu. Satu rumpun dan satu keluarga didalam budaya, pemerintah, gereja dan Tuhan,” tutur Pastor Yance.

Mewakili gereja-gereja di Kabupaten Intan Jaya dan terlebih khusus Keuskupan Timika, Pastor Yance turut menyetujui sikap jalan damai yang diambil oleh suku Moni.

” Saya mewakili seluruh dominasi gereja di Kabupaten Intan Jaya setuju pertikaian antar keluarga ini dihentikan dan berdamai didalam Tuhan,” tegas Yogi.

Baca Juga :  Pj. Gubernur Ingatkan OPD Kerja Maraton, Susun Rencana Anggaran 2024

Pastor Yogi juga meminta masyarakat suku Mee untuk tidak melakukan sikap yang berlebihan terutama mengusir masyarakat suku Moni dari Wadio.

Terpisah, Gabungan mahasiswa suku Mee dan suku Moni mengimbau seluruh lapisan masyarakat Papua terutama suku Mee dan Moni di Kabupaten Nabire untuk tidak terprovokasi dengan oknum-oknum tertentu yang ingin mencederai persatuan dan kekerabatan suku Mee dan Moni.

“Ini murni permainan oknum tertentu yang ingin menghancurkan kekeluargaan suku mee dan moni, sehingga saya harap masyarakat tidak terprovokasi dan menjaga persatuan yang sudah dibangun oleh orangtua dulu,” ujar Marselus Pigai, Mahasiswa Universitas Papua (Unipa) yang sedang penelitian di Nabire Sabtu (27/4) di Asrama Intan Jaya Nabire.

Ia juga menilai, Ada oknum tertentu yang bermain untuk menghancurkan keakraban suku Mee dan Moni yang selama ini dirawat dengan subur.

Baca Juga :  Rumah Terendam, Ratusan Warga Mengungsi ke GOR Hiad Sai

” Suku Mee dan Moni itu paling akrab dan selalu menjaga hukum-hukum adat yang turun temurun diajarkan oleh tetua adat dari dua suku ini,” kata Pigai.

Pigai meminta, Pemerintah Provinsi Papua Tengah, Pemerintah Kabupaten Nabire, Aparat keamanan (TNI/POLRI), Kepala-kepala suku, tokoh-tokoh adat, tokoh gereja, tokoh perempuan dan semua pihak dapat melihat masalah perang suku ini dan segera bertindak mencari jalan damai agar konflik horizontal (perang suku) ini tidak berlanjut.

Sementara itu, di tempat yang sama, Abiya Pujau, Mahasiswa asal suku Moni menambahkan, perang suku ini bermula karena tindakan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab maka diharapkan, masyarakat tidak mengatasnamakan suku tertentu untuk menumbusuburkan perang suku di Wadio.

Kobogau mengungkapkan, untuk proses penyelesaiannya akan dilakukan secara hukum adat yang berlaku di masing-masing suku.

“Saya harap jangan lagi ada perang-perang suku. Jangan kita saling ganggu. Suku Moni akan bertahan hidup di Wadio sebagai saudara dengan suku Mee,” pungkas Kobogau.

Sementara itu, Dekan Dekenat Moni Puncak Jaya, Pastor Yance Yogi, mewakili gereja-gereja di Intan Jaya menambahkan, Kehidupan suku Mee dan Moni sebelum pertikaian kemarin sangatlah harmonis.

” Baik budaya, pemerintah dan gereja, suku Mee dan Moni adalah satu. Satu rumpun dan satu keluarga didalam budaya, pemerintah, gereja dan Tuhan,” tutur Pastor Yance.

Mewakili gereja-gereja di Kabupaten Intan Jaya dan terlebih khusus Keuskupan Timika, Pastor Yance turut menyetujui sikap jalan damai yang diambil oleh suku Moni.

” Saya mewakili seluruh dominasi gereja di Kabupaten Intan Jaya setuju pertikaian antar keluarga ini dihentikan dan berdamai didalam Tuhan,” tegas Yogi.

Baca Juga :  Wajah Baru Masjid Istiqlal Setelah Renovasi Besar Besaran

Pastor Yogi juga meminta masyarakat suku Mee untuk tidak melakukan sikap yang berlebihan terutama mengusir masyarakat suku Moni dari Wadio.

Terpisah, Gabungan mahasiswa suku Mee dan suku Moni mengimbau seluruh lapisan masyarakat Papua terutama suku Mee dan Moni di Kabupaten Nabire untuk tidak terprovokasi dengan oknum-oknum tertentu yang ingin mencederai persatuan dan kekerabatan suku Mee dan Moni.

“Ini murni permainan oknum tertentu yang ingin menghancurkan kekeluargaan suku mee dan moni, sehingga saya harap masyarakat tidak terprovokasi dan menjaga persatuan yang sudah dibangun oleh orangtua dulu,” ujar Marselus Pigai, Mahasiswa Universitas Papua (Unipa) yang sedang penelitian di Nabire Sabtu (27/4) di Asrama Intan Jaya Nabire.

Ia juga menilai, Ada oknum tertentu yang bermain untuk menghancurkan keakraban suku Mee dan Moni yang selama ini dirawat dengan subur.

Baca Juga :  Di Mimika Tiga Pendulang Tewas Usai Terseret Arus Sungai

” Suku Mee dan Moni itu paling akrab dan selalu menjaga hukum-hukum adat yang turun temurun diajarkan oleh tetua adat dari dua suku ini,” kata Pigai.

Pigai meminta, Pemerintah Provinsi Papua Tengah, Pemerintah Kabupaten Nabire, Aparat keamanan (TNI/POLRI), Kepala-kepala suku, tokoh-tokoh adat, tokoh gereja, tokoh perempuan dan semua pihak dapat melihat masalah perang suku ini dan segera bertindak mencari jalan damai agar konflik horizontal (perang suku) ini tidak berlanjut.

Sementara itu, di tempat yang sama, Abiya Pujau, Mahasiswa asal suku Moni menambahkan, perang suku ini bermula karena tindakan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab maka diharapkan, masyarakat tidak mengatasnamakan suku tertentu untuk menumbusuburkan perang suku di Wadio.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya