Setelah melakukan orasi secara bergantian sekitar pukul 15.00 WIT masa yang di perumnas II ini mengakhiri aksi mereka dengan orasi politik dan pembacaan sikap oleh Wakil Ketua I KNPB, Warpo Sampari Wetipo. Ia menegaskan bahwa penderitaan rakyat Papua sejak 1963 hingga kini tidak kunjung terselesaikan, khususnya dalam hal konflik agraria dan perampasan tanah adat.
“Sejak operasi tambang besar seperti Freeport, minyak di Sorong, gas di Bintuni, hingga pembukaan lahan kelapa sawit di Merauke, rakyat Papua terus kehilangan tanah dan ruang hidup. Sungai tercemar, hutan adat diratakan, sementara keuntungan hanya dinikmati pemodal,” tegas Warpo. KNPB menilai, kebijakan pemerintah lebih berpihak pada investasi dibanding kepentingan rakyat.
Bahkan, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming disebut membahayakan petani di Indonesia, khususnya rakyat Papua, karena dinilai menempatkan kepentingan pemodal di atas hak masyarakat adat. Atas kondisi ini ini KNPB dan rakyat Papua mendesak pemerintah untuk menutup seluruh perusahaan tambang, kelapa sawit, dan investasi yang merusak lingkungan serta merampas tanah adat di Papua.
Menghentikan praktik militerisasi, termasuk pendropan pasukan organik maupun non organik untuk pengamanan investasi. Segera menyelesaikan pelanggaran HAM di Papua melalui jalur damai, bukan pendekatan militer. Mereka juga meminta membebaskan seluruh tahanan politik Papua di berbagai daerah. Membuka akses jurnalis asing dan pemantau independen internasional ke Papua.
Lainnya adalah menyediakan ruang demokrasi bagi rakyat Papua untuk menentukan nasib sendiri melalui mekanisme referendum. Selain itu, KNPB juga menyinggung desakan internasional. Forum Melanesian Spearhead Group (MSG) dan Pacific Islands Forum (PIF) disebut konsisten menyoroti pelanggaran HAM di Papua.