Sunday, April 28, 2024
24.7 C
Jayapura

Tolak Penyelesaian Non Yudisial

>Korban Pelanggaran HAM Wamena

Hasil Audiensi dengan Bupati dan DPRD Jayawijaya

WAMENA-Korban Pelanggaran HAM Wamena khususnya korban dari insiden pembobolan gudang Senjata Kodim 1702/Jayawijaya tahun 2023  dengan tegas menolak penyelesaian Non Yudisial yang ditawarkan oleh pemerintah pusat.

Hal ini disampaikan saat melakukan audiensi dengan pemerintah  dan DPRD Kabupaten Jayawijaya Senin (24/7) kemarin dimana korban menilai jika antara pelaku dan korban tak bisa menyelesaikan masalah tersebut sehingga diperlukan adanya penengah dari pihak lain seperti dewan HAM PBB.

Korban pelanggaran HAM kasus pembobolan gudang senjata Linus Hiluka menyatakan penyelesaian masalah pelanggaran HAM yang terjadi di Wamena khususnya kasus pembobolan gudang senjata kodim 1702/Jayawijaya tahun 2003 harus ada penengah untuk menyelesaikan kasus ini karena pelaku dan pelaku dan korban tidak bisa menyelesaikan hal ini.

“Kalau masalah ini diselesaikan secara non Yudisial akan membahayakan para Korban pelanggaran HAM lagi oleh karena itu harus ada penengah yang bisa memfasilitasi penyelesaian masalah ini oleh karena itu kami menolak,”ungkapnya dalam pertemuan bersama Bupati dan Ketua DPRD Jayawijaya

Ia mengaku sudah memberikan peryataan sikap kepada tim yang datang beberapa waktu lalu, dimana dalam aspirasi itu keluarga korban dan Korban pelanggaran HAM Berat di Wamena menolak segala bentuk tawaran dari pemerintah pusat untuk menyelesaikan masalah ini termasuk penyelesaian secara yudisial dan Non Yudisial.

“Ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAM yang dapat saja berulang kembali di masa yang akan datang, sehingga kami minta untuk pemerintah pusat membuka ruang dialog perspektif HAM yang difasilitasi oleh dewan HAM PBB,”katanya.

Baca Juga :  Penanganan Dua Wanita Penjual Miras Diserahkan Pada Paguyubannya

Pihaknya juga mendesak kepada pemerintah pusat untuk mengizinkan Dewan HAMPBB dan jurnalis Internasional untuk masih mengidentifikasi pelanggaran HAM berat di Wamena dan di beberapa daerah lain se Tanah Papua.

Ketiga, korban dan keluarga korban sangat menyesal  dengan sikap pemerintah pusat yang tak pernah transparan menyampaikan perkembangan dari penyelesaian kasus ini.

“Meskipun Menlu RI menyampaikan masih melakukan penanganan penyelesaian kasus pelanggaran HAM, namun kami sebagai korban dan keluarga korban tak pernah mengetahui proses yang dilakukan, kami tidak pernah mendapatkan rasa keadilan oleh karena itu kami tolak penyelesaian Non Yudisial,”tegas Linus.

Salah satu keluarga korban pelanggaran HAM Wamena  Pdt Hosea Murib, menceritakan jika pada saat pembobolan gudang senjata pihaknya  tidak tahu siapa aktornya, dan sampai saat ini juga belum mengetahui itu, namun saudaranya yang menjadi korban.

“TPN /OPM saja tidak berani untuk membobol gudang senjata di kota ini, kami berupaya untuk memberikan penjelasan namun tidak berarti karena korban diikat seperti sapi, di bawah todongan senjata api , namun tidak lama korban meninggal , tapi sampai sekarang kita mau melaporkan kemana,”bebernya.

Ia juga menegaskan manusia tak berhak untuk mengambil nyawa, yang berhak itu adalah Tuhan, sampai sudah 20 tahun masalah ini, kini  baru mulai meminta untuk diselesaikan secara Non Yudisial, oleh karena itu pihaknya tidak bisa terima apa yang di tawarkan pemerintah pusat.

Baca Juga :  Anggota TNI yang Disebut Meninggal Kini Kembali Bertugas

“Secara budaya kami tidak bisa terima, karena kita juga bisa kena bahkan bisa mati oleh karena itu kami tidak  tahu siapa aktornya dari masalah itu, kami tidak bisa menerima penyelesaian secara yudisial dan Non Yuridisial, Kami sampaikan kepada Pemerintah Kabupaten Jayawijaya jika kami menolak, aspirasi sudah disampaikan dan sekarang tunggu tanggapan pemerintah pusat,”bebernya.

Sementara itu Bupati Jayawijaya Jhon Richard Banua, SE, MSi  menyatakan jika ada dua kasus yang dibahas yakni Wamena Berdarah dan Pembobolan Gudang senjata sehingga perlu pemerintah mendengarkan langkah apa yang perlu disampaikan oleh korban daan keluarga korban untuk  disampaikan kepada pemerintah pusat.

“Kita ingin mencari solusi, yang tepat masukan dari pihak keluarga yang itu yang nanti disampaikan kepada pemerintah pusat karena itu merupakan keinginan dari para korban dan keluarga korban,”ujarnya.

Di tempat yang sama ketua DPRD jayawijaya Mathias Tabuni menyatakan jika dari pembicaraan yang dilakukan saat ini dapat diambil kesimpulannya bahwa korban dan keluarga korban menolak tegas penyelesaian masalah pelanggaran HAM berat secara Yudisial.

“Kita sudah dengar sendiri bahwa korban dan keluarga korban ini menolak sehingga aspirasi ini yang akan disampaikan kepada  pemerintah pusat berdasarkan aspirasi yang telah disampaikan dan ini adalah keinginan mereka,”tutupnya. (jo/wen)

>Korban Pelanggaran HAM Wamena

Hasil Audiensi dengan Bupati dan DPRD Jayawijaya

WAMENA-Korban Pelanggaran HAM Wamena khususnya korban dari insiden pembobolan gudang Senjata Kodim 1702/Jayawijaya tahun 2023  dengan tegas menolak penyelesaian Non Yudisial yang ditawarkan oleh pemerintah pusat.

Hal ini disampaikan saat melakukan audiensi dengan pemerintah  dan DPRD Kabupaten Jayawijaya Senin (24/7) kemarin dimana korban menilai jika antara pelaku dan korban tak bisa menyelesaikan masalah tersebut sehingga diperlukan adanya penengah dari pihak lain seperti dewan HAM PBB.

Korban pelanggaran HAM kasus pembobolan gudang senjata Linus Hiluka menyatakan penyelesaian masalah pelanggaran HAM yang terjadi di Wamena khususnya kasus pembobolan gudang senjata kodim 1702/Jayawijaya tahun 2003 harus ada penengah untuk menyelesaikan kasus ini karena pelaku dan pelaku dan korban tidak bisa menyelesaikan hal ini.

“Kalau masalah ini diselesaikan secara non Yudisial akan membahayakan para Korban pelanggaran HAM lagi oleh karena itu harus ada penengah yang bisa memfasilitasi penyelesaian masalah ini oleh karena itu kami menolak,”ungkapnya dalam pertemuan bersama Bupati dan Ketua DPRD Jayawijaya

Ia mengaku sudah memberikan peryataan sikap kepada tim yang datang beberapa waktu lalu, dimana dalam aspirasi itu keluarga korban dan Korban pelanggaran HAM Berat di Wamena menolak segala bentuk tawaran dari pemerintah pusat untuk menyelesaikan masalah ini termasuk penyelesaian secara yudisial dan Non Yudisial.

“Ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAM yang dapat saja berulang kembali di masa yang akan datang, sehingga kami minta untuk pemerintah pusat membuka ruang dialog perspektif HAM yang difasilitasi oleh dewan HAM PBB,”katanya.

Baca Juga :  Bangun Ketahanan Pangan, Kodam Gelar Pameran UMKM

Pihaknya juga mendesak kepada pemerintah pusat untuk mengizinkan Dewan HAMPBB dan jurnalis Internasional untuk masih mengidentifikasi pelanggaran HAM berat di Wamena dan di beberapa daerah lain se Tanah Papua.

Ketiga, korban dan keluarga korban sangat menyesal  dengan sikap pemerintah pusat yang tak pernah transparan menyampaikan perkembangan dari penyelesaian kasus ini.

“Meskipun Menlu RI menyampaikan masih melakukan penanganan penyelesaian kasus pelanggaran HAM, namun kami sebagai korban dan keluarga korban tak pernah mengetahui proses yang dilakukan, kami tidak pernah mendapatkan rasa keadilan oleh karena itu kami tolak penyelesaian Non Yudisial,”tegas Linus.

Salah satu keluarga korban pelanggaran HAM Wamena  Pdt Hosea Murib, menceritakan jika pada saat pembobolan gudang senjata pihaknya  tidak tahu siapa aktornya, dan sampai saat ini juga belum mengetahui itu, namun saudaranya yang menjadi korban.

“TPN /OPM saja tidak berani untuk membobol gudang senjata di kota ini, kami berupaya untuk memberikan penjelasan namun tidak berarti karena korban diikat seperti sapi, di bawah todongan senjata api , namun tidak lama korban meninggal , tapi sampai sekarang kita mau melaporkan kemana,”bebernya.

Ia juga menegaskan manusia tak berhak untuk mengambil nyawa, yang berhak itu adalah Tuhan, sampai sudah 20 tahun masalah ini, kini  baru mulai meminta untuk diselesaikan secara Non Yudisial, oleh karena itu pihaknya tidak bisa terima apa yang di tawarkan pemerintah pusat.

Baca Juga :  Anggota TNI yang Disebut Meninggal Kini Kembali Bertugas

“Secara budaya kami tidak bisa terima, karena kita juga bisa kena bahkan bisa mati oleh karena itu kami tidak  tahu siapa aktornya dari masalah itu, kami tidak bisa menerima penyelesaian secara yudisial dan Non Yuridisial, Kami sampaikan kepada Pemerintah Kabupaten Jayawijaya jika kami menolak, aspirasi sudah disampaikan dan sekarang tunggu tanggapan pemerintah pusat,”bebernya.

Sementara itu Bupati Jayawijaya Jhon Richard Banua, SE, MSi  menyatakan jika ada dua kasus yang dibahas yakni Wamena Berdarah dan Pembobolan Gudang senjata sehingga perlu pemerintah mendengarkan langkah apa yang perlu disampaikan oleh korban daan keluarga korban untuk  disampaikan kepada pemerintah pusat.

“Kita ingin mencari solusi, yang tepat masukan dari pihak keluarga yang itu yang nanti disampaikan kepada pemerintah pusat karena itu merupakan keinginan dari para korban dan keluarga korban,”ujarnya.

Di tempat yang sama ketua DPRD jayawijaya Mathias Tabuni menyatakan jika dari pembicaraan yang dilakukan saat ini dapat diambil kesimpulannya bahwa korban dan keluarga korban menolak tegas penyelesaian masalah pelanggaran HAM berat secara Yudisial.

“Kita sudah dengar sendiri bahwa korban dan keluarga korban ini menolak sehingga aspirasi ini yang akan disampaikan kepada  pemerintah pusat berdasarkan aspirasi yang telah disampaikan dan ini adalah keinginan mereka,”tutupnya. (jo/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya