Thursday, April 18, 2024
25.7 C
Jayapura

Satu Prajurit TNI Gugur, 3 Warga Sipil Tewas

DEMO: Aparat Kepolisian saat mengamankan proses evakuasi mahasiswa eksodus dari dalam kampus Uncen Abepura, Senin (23/9). (FOTO : Takim/Cepos)

Ketua Umum AMP: Tidak Benar Penyebutan AMP dalam Peristiwa Jayapura dan Wamen

JAYAPURA- Satu Prajurit TNI bernama Praka Zulkifli gugur akibat penyerangan massa demo di Waena, Kota Jayapura, Senin (23/9).

Pihak Kodam XVII/Cenderawasih menyebut, yang melakukan demo dari  Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) di Jayapura.  Selain 1 Anggiota TNI, ada 3 warga sipil lainnya dinyatakan tewas akibat perisitiwa ini.

Atas nama Kodam XVII/Cenderawasih, Pangdam Mayjen TNI Herman Asaribab menyatakan turut berduka cita kepada keluarga almarhum. “Sebagai seorang prajurit, almarhum Praka Zulkifli telah memberikan bakti terbaiknya kepada bangsa dan negara. Dengan memberikan jiwa dan raganya demi terciptanya rasa aman di tanah Papua,” ucap Pangdam saat melayat jenazah Praka Zulkifli di RS. Bhayangkara, kemarin.

Sementara itu, Kapendam XVII/Cenderawasih, Letkol CPL Eko Daryanto mengatakan, demo massa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) melakukan penyerangan terhadap aparat. 

Akibatnya, seorang prajurit Yonif 751/Raider bernama Praka Zulkifli yang sedang melaksanakan tugas BKO Polda Papua sebagai pengemudi kendaraan dinas truk pengangkut pasukan menjadi korban pembacokan.

Ia menerangkan, sebelumnya massa AMP ini melakukan demo di depan Auditorium Universitas Cenderawasih  untuk menuntut pendirian posko bagi mahasiswa Papua yang pulang dari studi di luar Papua. Namun aksi tersebut tidak mendapat izin baik dari Polda Papua maupun dari pihak Rektorat Uncen.

Massa kemudian difasilitasi petugas untuk kembali ke daerah Expo Waena menggunakan kendaraan truk dan bis umum dengan dikawal aparat keamanan yang menggunakan kendaraan dinas yang dikemudikan Praka Zulkifli.

Namun, sekira pukul 11.00 WIT. Setibanya di daerah Expo Waena,  massa AMP yang baru turun dari kendaraan berbalik menyerang aparat keamanan yang mengawal mereka pulang. 

Bahkan massa berusaha memprovokasi masyarakat Papua yang berada di Expo Waena untuk melakukan aksi anarkis berupa pembakaran terhadap berbagai fasilitas umum dan rumah masyarakat. “Almarhum Praka Zulkifli yang sedang beristirahat sejenak usai mengantar pasukan pengamanan tiba-tiba diserang oleh massa dengan menggunakan senjata tajam, Almarhum mengalami luka bacokan di kepala bagian belakang,” ucap Kapendam, Senin (23/9).

Dikatakan, korban sempat dievakuasi menuju RS. Bhayangkara untuk mendapat perawatan medis. Namun karena pendarahan yang hebat, nyawa Praka Zulkifli tidak dapat terselamatkan. Sekitar pukul 12.30 WIT, Praka Zulkifli dinyatakan meninggal dunia. Rencana pemakaman akan dikoordinasikan oleh Danyonif 751/Raider dengan keluarga korban.

Baca Juga :  Kasus DBD di Asmat Bertambah 52 Kasus

Sementara itu, data lain yang diterima Cenderawasih Pos 3 warga sipil juga meninggal dunia dalam aksi unjuk rasa, Senin (23/9) kemarin. 

Belum diketahui penyebab kematian tiga warga sipil ini, apakah tertembak, atau akibat benda tajam atau penyebab lainnya. identitas ketiga korban tewas ini juga sampai berita ini ditunkan, masih dicari tahu.

Sementara itu, organisasi Aliansi mahasiswa Papua (AMP) menyebutkan, penyebutan nama AMP dalam siaran pers Kodam XVII/Cenderawasih, Senin 23 September 2019 mengenai peristiwa di Jayapura dan Wamena adalah tidak tepat dan menyesatkan. 

Karena, pertama AMP hanya berada di luar Papua. Kedudukan AMP ada di 13 kota di luar Papua. “Sehingga penyebutan AMP dalam peristiwa yang terjadi di dalam Papua tentu tidak benar,” ujar ketua Umum AMP Jhon Gobai dalam siaran persnya yang diterima Cenderawasih Pos, kemarin.

Kedua, Aliansi Mahasiswa Papua secara nasional tidak mengagendakan atau merencanakan aksi apapun pada Senin, 23 September 2019.

Berdasarkan hal ini, pihaknya meminta  Kodam XVII/Cenderawasih meralat pernyataannya karena telah menyesatkan publik atas penyebutan AMP dalam pers rilisnya. Pihak AMP juga meminta agar menghentikan mengkambinghitamkan AMP dalam peristiwa di Wamena dan Jayapura hari ini.  

“Usut dan adili aparat TNI-Polri yang terlibat dalam melakukan tembakan secara brutal kepada mahasiswa dan pelajar di Wamena dan Jayapura,” terangnya Jhon Gobai. 

Sementara salah seorang mahasiswa yang mengaku bernama Kales menyebutkan, ratusan mahasiswa yang pulang dengan damai dan dikawal aparat dari kampus Uncen Abepura, disambut dengan tembakan oleh aparat yang sudah berada di Pos Induk Pengungsian, Expo Waena. 

Kales mengaku bahwa mahasiswa saat turun disambut dengan tembakan oleh aparat. “Saat massa pulang dan tiba di Posko umum pengungsi di Expo Waena,  aparat sudah palang tempat kami. Jadi begitu massa turun, aparat ambil tembakan, sehingga mahasiswa berhamburan keluar dan lari,” bebernya saat menghubungi Cenderawasih Pos. 

Dikatakan, rombongan mahasiswa pulang ke Posko yang selama ini ditempati di Museum Expo dengan aman. Namun Kales menuding aparat sudah menempati tempat itu. “Kami turun minta aparat keluar, tapi dibalas tembakan. Jadi kami sebagian massa dari bawah  sudah naik dan ketika turun di Expo, sudah banyak aparat,” tutupnya. 

Baca Juga :  Kontak Tembak di Sugapa, 6 Orang Dikabarkan Tewas

Kapolda Papua, Irjen Rudolf A Rodja mengatakan bahwa sejumlah massa yang tergabung dalam aksi tersebut merupakan mahasiswa Papua yang berkuliah di luar daerah Papua.

“Mereka merupakan mahasiswa Papua yang mau mendirikan posko mahasiswa eksodus di Audioturium Uncen tanpa izin. Untuk menhindari hal yang tidak diinginkan, akhirnya ada upaya untuk pembubaran dengan melakukan negosiasi,” jelas Kapolda Alberth Rodja kepada awak media di depan Audioturium Uncen Abepura tempat massa berkumpul, Senin (23/9).

Setelah dilakukan kesepakatan akhirnya pihak aparat memfasilitasi kurang lebih 20 kendaraan berupa truk dan  untuk memulangkan ratusan mahasiswa tersebut ke arah Waena.

“Hal ini kami lakukan supaya kegiatan perkuliahan tidak terganggu. Dalam momen yang sama juga ada sidang di PBB dan kami tidak menginginkan terjadi hal negatif yang bisa memicu situasi tersebut,”bebernya.

Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol Ahmad Mustofa Kamal menambahkan bahwa masa mulai masuk di areal Audioturium Uncen kampus Abepura  sejak pukul 06:30 WIT. Mereka menutup pagar dan membentangkan pamflet yang berisi mogok kuliah.

“Saat aparat sampai di TKP mengingatkan kepada massa untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak diinginkan karena tidak memiliki izin,” jelas Kamal ke awak media di RS Bhayangkara, Senin siang (23/9).

Kata Kamal, setibanya di Expo Waena, massa meminta untuk berhenti tepatnya di daerah sebelum jembatan dekat museum. 

Saat berhenti massa melihat aparat TNI yang mengantar aparat Brimob untuk melakukan pengamanan di Expo sedang makan tepatnya di dekat aera di mana mereka diturunkan.

Lanjut Kamal, usai diturunkan, massa langsung melakukan penganiayaan terhadap angota TNI yang sedang makan. Korban dibacok di bagian kepala belakang hingga nyawa tak tertolong di RS Bhayangkara. 

‘Tidak lama kemuadian massa langsung melakukan penganiayaan terhadap aparat yang melakukan pengamanan di Expo. Massa melempari aparat dengan batu dan balok. Akibatnya 6 anggota Brimob mengalami luka-luka,”paparnya.

Terkait dengan aksi penyerangan tersebut, Kamal menyebutkan kurang lebih 300 orang diamankan untuk dimintai keterangannya.(fia/oel/kim/luc/nat)

DEMO: Aparat Kepolisian saat mengamankan proses evakuasi mahasiswa eksodus dari dalam kampus Uncen Abepura, Senin (23/9). (FOTO : Takim/Cepos)

Ketua Umum AMP: Tidak Benar Penyebutan AMP dalam Peristiwa Jayapura dan Wamen

JAYAPURA- Satu Prajurit TNI bernama Praka Zulkifli gugur akibat penyerangan massa demo di Waena, Kota Jayapura, Senin (23/9).

Pihak Kodam XVII/Cenderawasih menyebut, yang melakukan demo dari  Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) di Jayapura.  Selain 1 Anggiota TNI, ada 3 warga sipil lainnya dinyatakan tewas akibat perisitiwa ini.

Atas nama Kodam XVII/Cenderawasih, Pangdam Mayjen TNI Herman Asaribab menyatakan turut berduka cita kepada keluarga almarhum. “Sebagai seorang prajurit, almarhum Praka Zulkifli telah memberikan bakti terbaiknya kepada bangsa dan negara. Dengan memberikan jiwa dan raganya demi terciptanya rasa aman di tanah Papua,” ucap Pangdam saat melayat jenazah Praka Zulkifli di RS. Bhayangkara, kemarin.

Sementara itu, Kapendam XVII/Cenderawasih, Letkol CPL Eko Daryanto mengatakan, demo massa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) melakukan penyerangan terhadap aparat. 

Akibatnya, seorang prajurit Yonif 751/Raider bernama Praka Zulkifli yang sedang melaksanakan tugas BKO Polda Papua sebagai pengemudi kendaraan dinas truk pengangkut pasukan menjadi korban pembacokan.

Ia menerangkan, sebelumnya massa AMP ini melakukan demo di depan Auditorium Universitas Cenderawasih  untuk menuntut pendirian posko bagi mahasiswa Papua yang pulang dari studi di luar Papua. Namun aksi tersebut tidak mendapat izin baik dari Polda Papua maupun dari pihak Rektorat Uncen.

Massa kemudian difasilitasi petugas untuk kembali ke daerah Expo Waena menggunakan kendaraan truk dan bis umum dengan dikawal aparat keamanan yang menggunakan kendaraan dinas yang dikemudikan Praka Zulkifli.

Namun, sekira pukul 11.00 WIT. Setibanya di daerah Expo Waena,  massa AMP yang baru turun dari kendaraan berbalik menyerang aparat keamanan yang mengawal mereka pulang. 

Bahkan massa berusaha memprovokasi masyarakat Papua yang berada di Expo Waena untuk melakukan aksi anarkis berupa pembakaran terhadap berbagai fasilitas umum dan rumah masyarakat. “Almarhum Praka Zulkifli yang sedang beristirahat sejenak usai mengantar pasukan pengamanan tiba-tiba diserang oleh massa dengan menggunakan senjata tajam, Almarhum mengalami luka bacokan di kepala bagian belakang,” ucap Kapendam, Senin (23/9).

Dikatakan, korban sempat dievakuasi menuju RS. Bhayangkara untuk mendapat perawatan medis. Namun karena pendarahan yang hebat, nyawa Praka Zulkifli tidak dapat terselamatkan. Sekitar pukul 12.30 WIT, Praka Zulkifli dinyatakan meninggal dunia. Rencana pemakaman akan dikoordinasikan oleh Danyonif 751/Raider dengan keluarga korban.

Baca Juga :  TGPF Intan Jaya Maksimalkan Waktu

Sementara itu, data lain yang diterima Cenderawasih Pos 3 warga sipil juga meninggal dunia dalam aksi unjuk rasa, Senin (23/9) kemarin. 

Belum diketahui penyebab kematian tiga warga sipil ini, apakah tertembak, atau akibat benda tajam atau penyebab lainnya. identitas ketiga korban tewas ini juga sampai berita ini ditunkan, masih dicari tahu.

Sementara itu, organisasi Aliansi mahasiswa Papua (AMP) menyebutkan, penyebutan nama AMP dalam siaran pers Kodam XVII/Cenderawasih, Senin 23 September 2019 mengenai peristiwa di Jayapura dan Wamena adalah tidak tepat dan menyesatkan. 

Karena, pertama AMP hanya berada di luar Papua. Kedudukan AMP ada di 13 kota di luar Papua. “Sehingga penyebutan AMP dalam peristiwa yang terjadi di dalam Papua tentu tidak benar,” ujar ketua Umum AMP Jhon Gobai dalam siaran persnya yang diterima Cenderawasih Pos, kemarin.

Kedua, Aliansi Mahasiswa Papua secara nasional tidak mengagendakan atau merencanakan aksi apapun pada Senin, 23 September 2019.

Berdasarkan hal ini, pihaknya meminta  Kodam XVII/Cenderawasih meralat pernyataannya karena telah menyesatkan publik atas penyebutan AMP dalam pers rilisnya. Pihak AMP juga meminta agar menghentikan mengkambinghitamkan AMP dalam peristiwa di Wamena dan Jayapura hari ini.  

“Usut dan adili aparat TNI-Polri yang terlibat dalam melakukan tembakan secara brutal kepada mahasiswa dan pelajar di Wamena dan Jayapura,” terangnya Jhon Gobai. 

Sementara salah seorang mahasiswa yang mengaku bernama Kales menyebutkan, ratusan mahasiswa yang pulang dengan damai dan dikawal aparat dari kampus Uncen Abepura, disambut dengan tembakan oleh aparat yang sudah berada di Pos Induk Pengungsian, Expo Waena. 

Kales mengaku bahwa mahasiswa saat turun disambut dengan tembakan oleh aparat. “Saat massa pulang dan tiba di Posko umum pengungsi di Expo Waena,  aparat sudah palang tempat kami. Jadi begitu massa turun, aparat ambil tembakan, sehingga mahasiswa berhamburan keluar dan lari,” bebernya saat menghubungi Cenderawasih Pos. 

Dikatakan, rombongan mahasiswa pulang ke Posko yang selama ini ditempati di Museum Expo dengan aman. Namun Kales menuding aparat sudah menempati tempat itu. “Kami turun minta aparat keluar, tapi dibalas tembakan. Jadi kami sebagian massa dari bawah  sudah naik dan ketika turun di Expo, sudah banyak aparat,” tutupnya. 

Baca Juga :  Sejumlah Toko di Jalan Yos Sudarso Wamena Memilih Tutup

Kapolda Papua, Irjen Rudolf A Rodja mengatakan bahwa sejumlah massa yang tergabung dalam aksi tersebut merupakan mahasiswa Papua yang berkuliah di luar daerah Papua.

“Mereka merupakan mahasiswa Papua yang mau mendirikan posko mahasiswa eksodus di Audioturium Uncen tanpa izin. Untuk menhindari hal yang tidak diinginkan, akhirnya ada upaya untuk pembubaran dengan melakukan negosiasi,” jelas Kapolda Alberth Rodja kepada awak media di depan Audioturium Uncen Abepura tempat massa berkumpul, Senin (23/9).

Setelah dilakukan kesepakatan akhirnya pihak aparat memfasilitasi kurang lebih 20 kendaraan berupa truk dan  untuk memulangkan ratusan mahasiswa tersebut ke arah Waena.

“Hal ini kami lakukan supaya kegiatan perkuliahan tidak terganggu. Dalam momen yang sama juga ada sidang di PBB dan kami tidak menginginkan terjadi hal negatif yang bisa memicu situasi tersebut,”bebernya.

Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol Ahmad Mustofa Kamal menambahkan bahwa masa mulai masuk di areal Audioturium Uncen kampus Abepura  sejak pukul 06:30 WIT. Mereka menutup pagar dan membentangkan pamflet yang berisi mogok kuliah.

“Saat aparat sampai di TKP mengingatkan kepada massa untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak diinginkan karena tidak memiliki izin,” jelas Kamal ke awak media di RS Bhayangkara, Senin siang (23/9).

Kata Kamal, setibanya di Expo Waena, massa meminta untuk berhenti tepatnya di daerah sebelum jembatan dekat museum. 

Saat berhenti massa melihat aparat TNI yang mengantar aparat Brimob untuk melakukan pengamanan di Expo sedang makan tepatnya di dekat aera di mana mereka diturunkan.

Lanjut Kamal, usai diturunkan, massa langsung melakukan penganiayaan terhadap angota TNI yang sedang makan. Korban dibacok di bagian kepala belakang hingga nyawa tak tertolong di RS Bhayangkara. 

‘Tidak lama kemuadian massa langsung melakukan penganiayaan terhadap aparat yang melakukan pengamanan di Expo. Massa melempari aparat dengan batu dan balok. Akibatnya 6 anggota Brimob mengalami luka-luka,”paparnya.

Terkait dengan aksi penyerangan tersebut, Kamal menyebutkan kurang lebih 300 orang diamankan untuk dimintai keterangannya.(fia/oel/kim/luc/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya