Lebih lanjut Maikel yang lebih parah sekarang ini adalah pencemaran laut, sampah dimana-mana akibat dari kurangnya kesadaran dalam menjaga lingkungan hidupnya masing-masing. Pemerintah perlu lebih aktif dalam melakukan sosialisasi serta memberikan edukasi kepada masyarakat.
“Kami berharap kepada pemerintah untuk lebih aktif melakukan edukasi-edukasi kepada masyarakat disekitar wilayah kerja masing-masing untuk memastikan bumi masih baik-baik saja,” harapannya.
Sementara itu, berdasarkan data yang himpun oleh Walhi Papua hutan yang rusak di Papua bagian selatan telah mencapai 9 juta hektar dengan melepas 5,960 ton emisi akibat dari kerusakan hutan. Kemudian untuk Papua Utara sebanyak 50,4 hektar dan emisi yang keluar 33,52 ton. Papua Barat 420 hektar hutan yang rusak dengan mengeluarkan emisi karbon sekitar 277,516 ton.
Menurutnya angka tersebut kemungkinan akan naik jika tidak disikapi. Bukaan lahan yang tersistem oleh pemerintah pusat juga memiliki andil untuk itu. Ia khawatir ini akan memperburuk kualitas udara sehingga meningkatkan emisi gas rumah kaca.
WALHI Papua memandang pembukaan hutan di lahan gambut oleh perusahaan perkebunan di wilayah Papua, bukan hanya sebagai ancaman terhadap hak masyarakat atas tanah, tapi juga ancaman terhadap sumber penghidupan, kesehatan, keragaman hayati, dan lingkungan.
“Ada banyak dampak dari pembukaan lahan ini. Kita ketahui bersama bentuk protes masyarakat adat sudah disuarakan jauh-jauh hari. Itu karena mereka merasa tidak dilibatkan dan tidak pernah mengijinkan karena lokasi yang digarap masuk ulayat mereka dan itu ancaman,” tutup Melki. (kar/ade)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOSÂ https://www.myedisi.com/cenderawasihpos