Friday, April 26, 2024
26.7 C
Jayapura

Konsistensi 14 Tahun dan Belakangan Diikuti yang Lain

Salini dan Tradisi Berselancar Berkebaya di Tiap Hari Kartini 

BAGI ILMU: Salini mengajari sejumlah anak cara bermain selancar.

Menjaga keseimbangan saat jarit basah terkena air laut adalah cara Salini Rengganis Iedewa mengirim pesan: perempuan, kejar mimpimu!

SUGENG DWI, Pacitan, Jawa Pos

KARTINI adalah sebuah buku yang terbuka. Bahkan, mengenangnya sebatas sebagai pejuang emansipasi perempuan, kata cendekiawan Singapura peneliti putri Jawa itu, Azhar Ibrahim Alwee, juga tak adil. Sebab, banyak sekali yang bisa digali tentangnya. 

Karena itu, cara mengenangnya juga bisa beragam. Baik yang memilih cara ”fisik” lewat busana atau penampilan maupun yang memilih cara ”pikiran” melalui buku atau diskusi, sama mulianya. 

Dan, nun di Pacitan, pojok selatan Jawa Timur, Salini Rengganis Iedewa konsisten dengan caranya menghormati pahlawan nasional itu. Tiap 21 April, perempuan 22 tahun tersebut akan turun ke pantai membawa papan selancar dan melakukan apa yang menjadi bagian hidupnya sejak usia belia: berselancar. 

Bedanya, di tiap 21 April, dia akan mengarungi ombak sambil mengenakan kebaya. Itu pula yang dilakukannya kemarin di Pantai Srau, Kecamatan Pringkuku, Kabupaten Pacitan. Itu pula yang dilakukannya di tiap Hari Kartini sejak 2007.   

Baca Juga :  KPU Papua Siap Lakukan Verifikasi Parpol 

Kalau tujuannya hanya mencari sensasi, Salini mungkin hanya melakukannya sekali–dua kali, lalu mencari gimmick lain. Tapi, tidak. Dia konsisten melakukannya selama 14 tahun ini. ”Saya ingin menunjukkan bahwa pakaian tradisional ini bukan penghalang perempuan untuk mengejar mimpi,” tuturnya kepada Jawa Pos Radar Pacitan.

Memang bukan penghalang. Tapi, tetap bukan perkara gampang ketika berselancar mengenakan jarit, kemben, dan selendang. 

Salini mengakui kain jarit terasa berat setelah terbasahi air laut. Jika tak piawai menjaga keseimbangan di atas gelombang, dia bakal tergelincir dari papan seluncur. ”Surfing kan idealnya memang pakai baju renang yang tipis agar mudah gerak. Jadi, ini kebalikannya,” katanya.

Salini surfer berprestasi. Di antaranya, dia pernah menjadi runner-up di International Surfing Championship Red Island Girls Pro East Java 2013. Pada tahun yang sama dia berada di posisi ketiga Gromsearch Rip Curl Contest Girls Cimaja. Setahun kemudian, dia juga juara ketiga Brawa Surfing Contest. 

Baca Juga :  Materi BAP Terhadap Lukas Enembe Sebatas Basa Basi KPK

Pantai Srau tempatnya beraksi juga merupakan destinasi wisata populer di Pacitan, kabupaten yang kaya akan pantai dan gua. Lokasinya tak jauh dari kota tempat kelahiran mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut. Sekitar 21 kilometer yang bisa ditempuh dalam 40 menit perjalanan bermobil.

Konsistensi Salini dalam memperingati Hari Kartini itu ternyata menginspirasi. Belakangan selalu ada yang ikut serta berkebaya seperti Salini di setiap Hari Kartini. 

Salini berharap momen Hari Kartini ini kian melecut kemandirian perempuan. Kaum hawa semakin memiliki kemampuan untuk mengomunikasikan gagasan demi masa depan yang lebih terang benderang. ”Tetap semangat, kita harus kuat,” tuturnya. 

Dan, kemarin, seperti juga tahun-tahun sebelumnya, Salini sudah memberi contoh untuk itu. Berhasil mengarungi ombak dengan mengenakan jarit, kemben, dan selendang. Seperti dulu Kartini menyuarakan apa yang menjadi kegelisahannya di tengah kungkungan feodalisme dan kepatriarkian. (*/fin/c19/ttg/JPG)

Salini dan Tradisi Berselancar Berkebaya di Tiap Hari Kartini 

BAGI ILMU: Salini mengajari sejumlah anak cara bermain selancar.

Menjaga keseimbangan saat jarit basah terkena air laut adalah cara Salini Rengganis Iedewa mengirim pesan: perempuan, kejar mimpimu!

SUGENG DWI, Pacitan, Jawa Pos

KARTINI adalah sebuah buku yang terbuka. Bahkan, mengenangnya sebatas sebagai pejuang emansipasi perempuan, kata cendekiawan Singapura peneliti putri Jawa itu, Azhar Ibrahim Alwee, juga tak adil. Sebab, banyak sekali yang bisa digali tentangnya. 

Karena itu, cara mengenangnya juga bisa beragam. Baik yang memilih cara ”fisik” lewat busana atau penampilan maupun yang memilih cara ”pikiran” melalui buku atau diskusi, sama mulianya. 

Dan, nun di Pacitan, pojok selatan Jawa Timur, Salini Rengganis Iedewa konsisten dengan caranya menghormati pahlawan nasional itu. Tiap 21 April, perempuan 22 tahun tersebut akan turun ke pantai membawa papan selancar dan melakukan apa yang menjadi bagian hidupnya sejak usia belia: berselancar. 

Bedanya, di tiap 21 April, dia akan mengarungi ombak sambil mengenakan kebaya. Itu pula yang dilakukannya kemarin di Pantai Srau, Kecamatan Pringkuku, Kabupaten Pacitan. Itu pula yang dilakukannya di tiap Hari Kartini sejak 2007.   

Baca Juga :  KPU Papua Siap Lakukan Verifikasi Parpol 

Kalau tujuannya hanya mencari sensasi, Salini mungkin hanya melakukannya sekali–dua kali, lalu mencari gimmick lain. Tapi, tidak. Dia konsisten melakukannya selama 14 tahun ini. ”Saya ingin menunjukkan bahwa pakaian tradisional ini bukan penghalang perempuan untuk mengejar mimpi,” tuturnya kepada Jawa Pos Radar Pacitan.

Memang bukan penghalang. Tapi, tetap bukan perkara gampang ketika berselancar mengenakan jarit, kemben, dan selendang. 

Salini mengakui kain jarit terasa berat setelah terbasahi air laut. Jika tak piawai menjaga keseimbangan di atas gelombang, dia bakal tergelincir dari papan seluncur. ”Surfing kan idealnya memang pakai baju renang yang tipis agar mudah gerak. Jadi, ini kebalikannya,” katanya.

Salini surfer berprestasi. Di antaranya, dia pernah menjadi runner-up di International Surfing Championship Red Island Girls Pro East Java 2013. Pada tahun yang sama dia berada di posisi ketiga Gromsearch Rip Curl Contest Girls Cimaja. Setahun kemudian, dia juga juara ketiga Brawa Surfing Contest. 

Baca Juga :  RUU Otsus Disahkan, Persoalan di Papua Belum Selesai

Pantai Srau tempatnya beraksi juga merupakan destinasi wisata populer di Pacitan, kabupaten yang kaya akan pantai dan gua. Lokasinya tak jauh dari kota tempat kelahiran mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut. Sekitar 21 kilometer yang bisa ditempuh dalam 40 menit perjalanan bermobil.

Konsistensi Salini dalam memperingati Hari Kartini itu ternyata menginspirasi. Belakangan selalu ada yang ikut serta berkebaya seperti Salini di setiap Hari Kartini. 

Salini berharap momen Hari Kartini ini kian melecut kemandirian perempuan. Kaum hawa semakin memiliki kemampuan untuk mengomunikasikan gagasan demi masa depan yang lebih terang benderang. ”Tetap semangat, kita harus kuat,” tuturnya. 

Dan, kemarin, seperti juga tahun-tahun sebelumnya, Salini sudah memberi contoh untuk itu. Berhasil mengarungi ombak dengan mengenakan jarit, kemben, dan selendang. Seperti dulu Kartini menyuarakan apa yang menjadi kegelisahannya di tengah kungkungan feodalisme dan kepatriarkian. (*/fin/c19/ttg/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya