Tuesday, April 23, 2024
31.7 C
Jayapura

Takut Pulang, 5.800-an Pengungsi Nduga Bertahan di Wamena

Sebagian dari pengungsi Nduga yang berada di halaman Gereja Weneroma Ilekma Distrik Sinakma saat mendapat kunjungan 3 anggota DPR Papua yang melakukan reses, Senin (9/3). ( FOTO: Denny/Cepos )

WAMENA-Sejak akhir tahun 2018 saat terjadi  konflik di Kabupaten Nduga, hingga saat ini ada sekira 5.800-an warga Kabupaten Nduga yang mengungsi dan bertahan tinggal di Wamena, ibukota Kabupaten Jayawijaya. 

Ribuan warga ini mengaku tak ingin pulang ke kampung halamannya karena masih takut dengan operasi yang dilakukan oleh pihak keamanan sehingga memilih untuk bertahan di Wamena.

Salah seorang pengungsi Nduga, Nonti Kogoya menyatakan jika pengungsi ada di Kabupaten Jayawijaya hanya sebagian dan bukan ini saja. Menurutnya,  masih banyak pengungsi lainnya di Kabupaten Lanny Jaya dan beberapa daerah yang mudah diakses.

Nonti Kogoya mengaku tak bisa kembali karena tempatnya sudah dikuasai aparat keamanan. Oleh karena itu ia bersama penungsi lainnya takut untuk pulang.

“Di Wamena ini kami sudah bertahan hidup namun cukup sulit, karena lapar dan banyak orang yang meninggal karena lapar. Untuk itu, pemerintah pusat, provinsi dan daerah harus memperhatikan kita dalam makan minum,”ungkapnya saat mendapat kunjungan anggota DPR Papua yang melakukan reses di Ilekma, Wamena, Senin (9/3). 

Baca Juga :  Merah Putih 1.000 Meter Membentang di  Pantai Holtekamp

Dalam reses yang dilakukan anggota DPR Provinsi Papua yang dipimpin Feriana Wakerwa di lingkungan Gereja Wenewoma  Kampung Ilekma Distrik Sinakma Kabupaten Jayawijaya, untuk memastikan dan mengklarifikasi data pengungsi Nduga di Wamena. 

“Kita datang ke sini untuk melihat langsung dan mengambil data juga, sehingga publik juga tahu jika pengungsi dari Kabupaten Nduga juga masih ada,”ungkap Feriana Wakerwa.

Feriana Wakerwa juga menyatakan masih ada banyak hal yang harus dilakukan untuk pengungsi Nduga di Wamena. Baik itu pendidikan, kesehatan, sehingga yang pasti apa yang telah dilihat dan disampaikan kepadanya, akan dilanjutkan ke Pemerintah Provinsi Papua/ 

“DPRP Papua telah membentuk Pansus Kemanusiaan yang tidak hanya melihat Kabupaten Nduga saja tetapi juga ada kabupaten lain seperti Intan Jaya dan Deyai. Tak hanya di Jayawijaya tetapi juga di Lanny Jaya, dan Timika sehingga tim Pansus ini akan turun ke sana,”jelas Feriana. 

Baca Juga :  1 Juli Bukan Momentum Mengganggu Keamanan

Di tempat yang sama anggota DPRP Namantus Gwijangge mengatakan, pihaknya datang ke Wamena khususnya di Ilekma ini untuk memastikan apakah pengungsi ini masih ada atau tidak dan tenyata memang  masih ada.

“Data pengungsi di Jayawijaya setelah dilakukan pengecekan ternyata ada 5.800 yang telah terdata baik melalui kepala keluarga yang di dalamnya ada istri  dan anak-anak mereka yang mengungsi di Jayawijaya,” jelasnya.

Untuk kebutuhan yang mendesak, ia melihat adalah pendidikan yang bermasalah. Dirinya mengakui telah melakukan pembicaraan dengan Pemkab Nduga dalam hal ini dinas pendidikan supaya anak-anak jika mungkin diarahkan ke Nduga. Sehingga bisa diakomiodir dengan baik, dan jangan ada miskonumikasi dengan relawan, pemda dan guru-guru yang mengajar.

“Miskomunikasi bisa membuat anak -anak usia sekolah ini yang dikorbankan. Setengah dari kelas yang akan ikut ujian itu masih ada di pengungsian. Ini yang berbahanya sehingga urusan kita itu bagaimana mereka bisa sekolah, tetap sehat dan bisa makan,” tutupnya. (jo/nat)

Sebagian dari pengungsi Nduga yang berada di halaman Gereja Weneroma Ilekma Distrik Sinakma saat mendapat kunjungan 3 anggota DPR Papua yang melakukan reses, Senin (9/3). ( FOTO: Denny/Cepos )

WAMENA-Sejak akhir tahun 2018 saat terjadi  konflik di Kabupaten Nduga, hingga saat ini ada sekira 5.800-an warga Kabupaten Nduga yang mengungsi dan bertahan tinggal di Wamena, ibukota Kabupaten Jayawijaya. 

Ribuan warga ini mengaku tak ingin pulang ke kampung halamannya karena masih takut dengan operasi yang dilakukan oleh pihak keamanan sehingga memilih untuk bertahan di Wamena.

Salah seorang pengungsi Nduga, Nonti Kogoya menyatakan jika pengungsi ada di Kabupaten Jayawijaya hanya sebagian dan bukan ini saja. Menurutnya,  masih banyak pengungsi lainnya di Kabupaten Lanny Jaya dan beberapa daerah yang mudah diakses.

Nonti Kogoya mengaku tak bisa kembali karena tempatnya sudah dikuasai aparat keamanan. Oleh karena itu ia bersama penungsi lainnya takut untuk pulang.

“Di Wamena ini kami sudah bertahan hidup namun cukup sulit, karena lapar dan banyak orang yang meninggal karena lapar. Untuk itu, pemerintah pusat, provinsi dan daerah harus memperhatikan kita dalam makan minum,”ungkapnya saat mendapat kunjungan anggota DPR Papua yang melakukan reses di Ilekma, Wamena, Senin (9/3). 

Baca Juga :  1 Juli Bukan Momentum Mengganggu Keamanan

Dalam reses yang dilakukan anggota DPR Provinsi Papua yang dipimpin Feriana Wakerwa di lingkungan Gereja Wenewoma  Kampung Ilekma Distrik Sinakma Kabupaten Jayawijaya, untuk memastikan dan mengklarifikasi data pengungsi Nduga di Wamena. 

“Kita datang ke sini untuk melihat langsung dan mengambil data juga, sehingga publik juga tahu jika pengungsi dari Kabupaten Nduga juga masih ada,”ungkap Feriana Wakerwa.

Feriana Wakerwa juga menyatakan masih ada banyak hal yang harus dilakukan untuk pengungsi Nduga di Wamena. Baik itu pendidikan, kesehatan, sehingga yang pasti apa yang telah dilihat dan disampaikan kepadanya, akan dilanjutkan ke Pemerintah Provinsi Papua/ 

“DPRP Papua telah membentuk Pansus Kemanusiaan yang tidak hanya melihat Kabupaten Nduga saja tetapi juga ada kabupaten lain seperti Intan Jaya dan Deyai. Tak hanya di Jayawijaya tetapi juga di Lanny Jaya, dan Timika sehingga tim Pansus ini akan turun ke sana,”jelas Feriana. 

Baca Juga :  Apresiasi Sepak Bola Papua Saat Benamkan Jawa Timur

Di tempat yang sama anggota DPRP Namantus Gwijangge mengatakan, pihaknya datang ke Wamena khususnya di Ilekma ini untuk memastikan apakah pengungsi ini masih ada atau tidak dan tenyata memang  masih ada.

“Data pengungsi di Jayawijaya setelah dilakukan pengecekan ternyata ada 5.800 yang telah terdata baik melalui kepala keluarga yang di dalamnya ada istri  dan anak-anak mereka yang mengungsi di Jayawijaya,” jelasnya.

Untuk kebutuhan yang mendesak, ia melihat adalah pendidikan yang bermasalah. Dirinya mengakui telah melakukan pembicaraan dengan Pemkab Nduga dalam hal ini dinas pendidikan supaya anak-anak jika mungkin diarahkan ke Nduga. Sehingga bisa diakomiodir dengan baik, dan jangan ada miskonumikasi dengan relawan, pemda dan guru-guru yang mengajar.

“Miskomunikasi bisa membuat anak -anak usia sekolah ini yang dikorbankan. Setengah dari kelas yang akan ikut ujian itu masih ada di pengungsian. Ini yang berbahanya sehingga urusan kita itu bagaimana mereka bisa sekolah, tetap sehat dan bisa makan,” tutupnya. (jo/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya