Thomas juga menyatakan bahwa pembangunan yang dilakukan di Papua kerap kali tidak melalui kajian yang matang. Proyek-proyek yang digulirkan lebih didasarkan pada kepentingan politik dan ekonomi kelompok tertentu, bukan kebutuhan riil masyarakat.
“Banyak program pembangunan di Papua hanya sekadar formalitas. Dibangun tanpa analisis, asal jadi, dan tidak menyentuh kebutuhan dasar masyarakat. Ini hanya menguntungkan segelintir elit,” ucapnya.
Ia pun mendesak pemerintah pusat untuk lebih terbuka dan jujur dalam menangani persoalan Papua. Pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan laporan media atau data intelijen yang menurutnya bisa direkayasa.
“Semua laporan itu bisa diatur. Kalau pemerintah serius mau menyelesaikan masalah Papua, harus turun langsung, lihat kondisi nyata di lapangan. Jangan hanya mendengar laporan yang menyenangkan telinga penguasa,” tambahnya.
Lebih lanjut, Thomas menyarankan agar pemerintah menghentikan pendekatan represif dan membuka ruang dialog seluas-luasnya. Dialog, menurutnya, adalah kunci utama untuk menyelesaikan krisis kemanusiaan yang terus terjadi di Papua.
“Dialog itu bukan berarti mendorong Papua untuk merdeka. Tapi dialog adalah jalan agar pemerintah bisa mendengar langsung jeritan hati masyarakat, terutama kelompok-kelompok yang berseberangan. Jangan jadikan masyarakat sebagai objek kepentingan,” katanya.
Ia pun menegaskan bahwa gencatan senjata dan penghentian kekerasan harus menjadi langkah awal dalam proses rekonsiliasi. “Dialog adalah jalan pamungkas. Jika ini dilakukan dengan hati yang tulus, maka tidak akan ada lagi krisis kemanusiaan di Papua,” tutup Thomas. (rel/ade)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos