JAYAPURA – Pengamat Kebijakan Publik sekaligus Ketua Komisi Yudisial (KY) Wilayah Papua Methodeus Kosay, menyampaikan partisipasi pemilih jadi tantangan besar bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua pada Pemungutan Suara Ulang (PSU) Provinsi Papua.
Hal itu menurutnya disebabkan beberapa faktor seperti momen euforianya tentu berbeda dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2024 lalu dan kemudian ditambah lagi dengan kejenuhan masyarakat untuk mengikuti Pemilihan umum (Pemilu).
“Jika kita lihat pelaksanaan Pilkada yang berlangsung tahun 2024 dengan PSU yang rencananya dilaksanakan pada, 6 Agustus 2025 mendatang tentu berbeda karena Karena momen euforianya tidak lagi semeriah Pilkada serentak 2024 lalu,” kata Methodeus dalam keterangan tertulisnya, Rabu (21/5).
Lanjutnya menjelaskan pada PSU ini masyarakat cenderung memiliki kesibukan masing-masing seperti bekerja, kuliah/sekolah di luar daerah, pindah tugas kerja, pemilih yang sudah meninggal dunia, pindah domisili dan mungkin ada yang sudah alih status menjadi TNI/Polri.
Kondisi ini kata Methodius sangat berpengaruh besar terhadap angka partisipasi pemilih pada PSU yang berlangsung di Papua nantinya. Tak hanya itu, pengamat kebijakan publik itu juga menyebut kurangnya partisipasi pemilih dalam PSU Papua disebabkan karena adanya larangan dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan penambahan DPT (Daftar Pemilih Tetap) pada saat PSU.
Sehingga pada saat PSU nanti yang bisa melakukan pencoblosan adalah pemilih yang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Khusus (DPK), dan Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) pada Pilkada, 2024 lalu yang boleh menggunakan hak pilihnya.