Site icon Cenderawasih Pos

Jelang Pilkada, TNI-Polri Jangan Gegabah!

Frits Ramandey (foto:Jimi/cepos)

Lakukan Pemantauan, Komnas HAM Desak Polres Puncak Jaya Jelaskan Status Korban Tembak 

JAYAPURA – Terkait kejadian penembakan di Puncak Jaya pada Selasa (15/7) yang berujung pada terjadinya kericuhan hingga konflik warga mendapat tanggapan dari Wakil Ketua I DPR Papua, DR Yunus Wonda.

  Pria kelahiran Puncak Jaya ini mengatakan seharusnya jelang Pemilu yang tersisa beberapa bulan lagi bisa disikapi bijak oleh TNI Polri.  Ia meminta jangan karena mengedepankan pengejaran terhadap kelompok berseberangan, akhirnya berdampak pada tidak kondusifnya suatu daerah seperti situasi Puncak Jaya saat ini.

Yunus Wonda (FOTO: Gamel/Cepos)

  “Pilkada sebentar lagi, jadi saya pikir tidak perlu ada tindakan yang akhirnya memanaskan situasi. Kita tak mau pemilu ini gagal karena situasi daerah yang tak kondusif,” jelas Yunus Wonda di kantor DPRP, Jumat (19/7).

   Ia meminta TNI Polri menahan diri dan tidak gegabah terlebih dengan situasi di daerah pegunungan. “Kalau situasi seperti Puncak Jaya terjadi lagi, tentunya sulit untuk kita mengumpulkan warga,”bebernya.

   Selain itu, ia juga meminta agar aparat tidak selalu harus menembak  ke arah yang mematikan. Harusnya bisa dilumpuhkan ketimbang menembak mati. “Kan bisa menembak kaki dulu kemudian proses hukum. Kalau ditembak mati  siapa tahu yang ditembak itu punya anak dan istri. Kenapa tidak dilumpuhkan saja dulu,”  tambahnya.

    Selain itu Yunus juga memastikan jika tiga orang yang ditembak kemarin adalah warga sipil. “Saya mengenal mereka, terlebih yang kepala kampung. Saya kenal karena kami masih ada hubungan keluarga dari ibu saya dan kami yakini mereka warga sipil, bukan seperti yang dituduhkan,” tutupnya.

   “Kasihan kalau akhirnya meninggal, sebab mereka bukan pegawai yang ada gaji bulanan lalu bagaimana dengan anak istri mereka,” tambahnya.

  Yunus juga mengatakan  bahwa kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah. Yang ada gejolak dan rasa tidak nyaman yang akan dirasakan. “Semua pihak harus menahan diri, sebab hari ini hanya ketakutan yang ada,” imbuhnya.

  Yunus mengatakan dulu Puncak Jaya adalah daerah yang ekstrem  dan sangat rawan tapi perlahan – lahan situasi berubah total. Tak ada lagi kekerasan dan Puncak Jaya menjadi daerah yang tidak semenakutkan lagi. “Tapi dari kejadian ini tentunya bisa saja situasi seperti dulu itu kembali. Karenanya pola pendekatan dan cara ini yang harus diubah,” tutupnya.

  Secara terpisah, Pemerhati Pendidikan, Samuel Tabuni mendorong pembentukan tim dan dilakukan investigasi terkait penembakan tiga orang di Mulia, Kabupaten Puncak Jaya pada Selasa (16/7).

Menurut Samuel, investigasi tersebut untuk kepentingan pelayanan pemerintahan dan keamanan warga khusus di Mulia dan tanah Papua, pasca kasus penembakan.

  “Dua klaim yang membingungkan publik, aparat pertahankan mereka yang tertembak adalah anggota OPM yang pantas dibunuh. Sementara mayoritas warga pertahankan mereka bukan anggota OPM. Ini menyebabkan terciptanya akar konflik, saling tidak percaya antar pimpinan lembaga negara dan masyarakat di Mulia,” kata Samuel, dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Jumat ( 19/7)

  Menurutnya, daerah Puncak Jaya sejak Bupati Yuni Wonda memimpin sudah dianggap aman dan tidak ada kontak tembak di antara aparat keamanan dan OPM. “Tidak ada keseriusan mengungkap kebenaran pasti akan ada aksi balas dendam dan konflik akan terjadi di Mulia seperti tahun tahun sebelumnya,” ucapnya.

  “Ada ancaman dan potensi konflik yang sangat serius di Mulia dan sekitarnya, sebab hampir semua masyarakat di Mulia merasa kehilangan atas ketiga orang yang tembak,” sambungnya.

  Sementara itu, Kepala Komnas HAM Papua, Frits Ramandey menyampaikan jika pihaknya lakukan pemantauan proaktif, termasuk mendengarkan testimoni sejumlah tokoh yang ada di Puncak Jaya.

  Disampaikan Frits, Puncak Jaya dalam kurun waktu 10 tahun terakhir menjadi daerah yang kondusif dari kelompok sipil bersenjata. Hal ini tidak terlepas sewaktu Yuni Wonda menjadi bupati yang kerap melakukan pendekatan.

  “Dengan penembakan tiga warga sipil ini, menjadi triger kekacauan akan muncul dari berbagai aktivitas kelompok sipil bersenjata yang baru,” kata Frits.

  Kata Frits, adanya saling klaim status dari tiga orang yang ditembak tersebut. Dimana Kodam mengeluarkan pernyataan bahwa mereka bagian dari kelompok sipil bersenjata, namun argumen dari masyarakat sebagaimana testimoni yang beredar bahwa tiga orang tersebut merupakan sipil dengan jabatan   yang ada di kampung.

  “Terkait dengan status ketiga orang yang ditembak butuh penegasan dari bupati, apakah mereka ini benar aparat kampung, sehingga jelas statusnya,” ujarnya.

  “Jika mereka adalah aparat kampung dan tidak membawa senjata,lantas kenapa bisa ditembak, ini juga perlu penjelasan lebih detail dari Satgas 753. Mengapa tiga orang ini ditembak mati sementara mereka tidak sedang mengambil senjata atau sedang tidak melakukan perlawanan/saling kontak tembak saat itu,” sambungnya.

  Lanjut Frits, Komnas HAM juga mendalami apakah ketiga orang yang ditembak mati ini  dalam keadaan tidak memegang senjata atau sedang memegang senjata. “Kita harap Polres Puncak Jaya bisa mengumumkan apa benar mereka bertiga bagian dari DPO, jika mereka bukan bagian dari DPO lantas kenapa mereka ditembak mati ? Negara  harus menghormasti prinsip praduga tak bersalah,” tegasnya.

  Sementara itu, Komnas HAM juga meminta pentingnya para Satgas sebelum ke Papua dibekali dengan pengetahuan sosial kultrural terkait dengan orang orang di Papua. “Sudah saatnya Panglima TNI melakukan evaluasi terhadap penugasan Satgas ke Papua agar tidak lagi mengakibatkan korban jiwa, dan seluruh Satgas wajib berkoordinasi dengan Satgas Damai Cartenz yang sudah mendapat mandat untuk penegakan hukum. Sebab, TNI tidak punya mandat untuk penegakan hukum,” tegasnya.

   Komnas HAM menilai terkesan Satgas di luar Satgas Damai Cartenz main sendiri, yang kemudian menimbulkan masalah baru, menimbulkan kekerasan baru, hingga korbna korban baru dan sejenisnya.

  Sekadar diketahui, pada Selasa (16/7) TNI dari Satgas Yonif 753 menembak tiga orang warga Puncak Jaya bernama Dominus Enumbi, Pemerintah Murib dan Tonda Wanimbo. Menurut TNI, ketiga orang itu ditembak lantaran diduga sebagai OPM. (ade/fia/tri)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Exit mobile version