Friday, November 22, 2024
33.7 C
Jayapura

Jelang Pilkada, TNI-Polri Jangan Gegabah!

  Secara terpisah, Pemerhati Pendidikan, Samuel Tabuni mendorong pembentukan tim dan dilakukan investigasi terkait penembakan tiga orang di Mulia, Kabupaten Puncak Jaya pada Selasa (16/7).

Menurut Samuel, investigasi tersebut untuk kepentingan pelayanan pemerintahan dan keamanan warga khusus di Mulia dan tanah Papua, pasca kasus penembakan.

  “Dua klaim yang membingungkan publik, aparat pertahankan mereka yang tertembak adalah anggota OPM yang pantas dibunuh. Sementara mayoritas warga pertahankan mereka bukan anggota OPM. Ini menyebabkan terciptanya akar konflik, saling tidak percaya antar pimpinan lembaga negara dan masyarakat di Mulia,” kata Samuel, dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Jumat ( 19/7)

  Menurutnya, daerah Puncak Jaya sejak Bupati Yuni Wonda memimpin sudah dianggap aman dan tidak ada kontak tembak di antara aparat keamanan dan OPM. “Tidak ada keseriusan mengungkap kebenaran pasti akan ada aksi balas dendam dan konflik akan terjadi di Mulia seperti tahun tahun sebelumnya,” ucapnya.

Baca Juga :  Sosialisasi Tahapan Pilkada 2024, KPU Papua Pegunungan Gelar Jalan Santai

  “Ada ancaman dan potensi konflik yang sangat serius di Mulia dan sekitarnya, sebab hampir semua masyarakat di Mulia merasa kehilangan atas ketiga orang yang tembak,” sambungnya.

  Sementara itu, Kepala Komnas HAM Papua, Frits Ramandey menyampaikan jika pihaknya lakukan pemantauan proaktif, termasuk mendengarkan testimoni sejumlah tokoh yang ada di Puncak Jaya.

  Disampaikan Frits, Puncak Jaya dalam kurun waktu 10 tahun terakhir menjadi daerah yang kondusif dari kelompok sipil bersenjata. Hal ini tidak terlepas sewaktu Yuni Wonda menjadi bupati yang kerap melakukan pendekatan.

  “Dengan penembakan tiga warga sipil ini, menjadi triger kekacauan akan muncul dari berbagai aktivitas kelompok sipil bersenjata yang baru,” kata Frits.

Baca Juga :  Ringankan Beban Bacaleg,  RSJ Abepura Jemput Bola ke Daerah

  Kata Frits, adanya saling klaim status dari tiga orang yang ditembak tersebut. Dimana Kodam mengeluarkan pernyataan bahwa mereka bagian dari kelompok sipil bersenjata, namun argumen dari masyarakat sebagaimana testimoni yang beredar bahwa tiga orang tersebut merupakan sipil dengan jabatan   yang ada di kampung.

  “Terkait dengan status ketiga orang yang ditembak butuh penegasan dari bupati, apakah mereka ini benar aparat kampung, sehingga jelas statusnya,” ujarnya.

  “Jika mereka adalah aparat kampung dan tidak membawa senjata,lantas kenapa bisa ditembak, ini juga perlu penjelasan lebih detail dari Satgas 753. Mengapa tiga orang ini ditembak mati sementara mereka tidak sedang mengambil senjata atau sedang tidak melakukan perlawanan/saling kontak tembak saat itu,” sambungnya.

  Secara terpisah, Pemerhati Pendidikan, Samuel Tabuni mendorong pembentukan tim dan dilakukan investigasi terkait penembakan tiga orang di Mulia, Kabupaten Puncak Jaya pada Selasa (16/7).

Menurut Samuel, investigasi tersebut untuk kepentingan pelayanan pemerintahan dan keamanan warga khusus di Mulia dan tanah Papua, pasca kasus penembakan.

  “Dua klaim yang membingungkan publik, aparat pertahankan mereka yang tertembak adalah anggota OPM yang pantas dibunuh. Sementara mayoritas warga pertahankan mereka bukan anggota OPM. Ini menyebabkan terciptanya akar konflik, saling tidak percaya antar pimpinan lembaga negara dan masyarakat di Mulia,” kata Samuel, dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Jumat ( 19/7)

  Menurutnya, daerah Puncak Jaya sejak Bupati Yuni Wonda memimpin sudah dianggap aman dan tidak ada kontak tembak di antara aparat keamanan dan OPM. “Tidak ada keseriusan mengungkap kebenaran pasti akan ada aksi balas dendam dan konflik akan terjadi di Mulia seperti tahun tahun sebelumnya,” ucapnya.

Baca Juga :  Anggota DPR Papua Kecam Tindakan KKB di Puncak Jaya

  “Ada ancaman dan potensi konflik yang sangat serius di Mulia dan sekitarnya, sebab hampir semua masyarakat di Mulia merasa kehilangan atas ketiga orang yang tembak,” sambungnya.

  Sementara itu, Kepala Komnas HAM Papua, Frits Ramandey menyampaikan jika pihaknya lakukan pemantauan proaktif, termasuk mendengarkan testimoni sejumlah tokoh yang ada di Puncak Jaya.

  Disampaikan Frits, Puncak Jaya dalam kurun waktu 10 tahun terakhir menjadi daerah yang kondusif dari kelompok sipil bersenjata. Hal ini tidak terlepas sewaktu Yuni Wonda menjadi bupati yang kerap melakukan pendekatan.

  “Dengan penembakan tiga warga sipil ini, menjadi triger kekacauan akan muncul dari berbagai aktivitas kelompok sipil bersenjata yang baru,” kata Frits.

Baca Juga :  DPRP Wajibkan Papua Ikut PON

  Kata Frits, adanya saling klaim status dari tiga orang yang ditembak tersebut. Dimana Kodam mengeluarkan pernyataan bahwa mereka bagian dari kelompok sipil bersenjata, namun argumen dari masyarakat sebagaimana testimoni yang beredar bahwa tiga orang tersebut merupakan sipil dengan jabatan   yang ada di kampung.

  “Terkait dengan status ketiga orang yang ditembak butuh penegasan dari bupati, apakah mereka ini benar aparat kampung, sehingga jelas statusnya,” ujarnya.

  “Jika mereka adalah aparat kampung dan tidak membawa senjata,lantas kenapa bisa ditembak, ini juga perlu penjelasan lebih detail dari Satgas 753. Mengapa tiga orang ini ditembak mati sementara mereka tidak sedang mengambil senjata atau sedang tidak melakukan perlawanan/saling kontak tembak saat itu,” sambungnya.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya