WAMENA-Kapolda Papua Irjen Pol Mathius D Fakiri, SIK., secara resmi mencopot AKP Ru sebagai Komandan Kompi (Danki) Brimob Batalyon D Wamena. Pencopotan ini dilakukan karena yang bersangkutan dinilai telah melanggar SOP (Standar Operasional Prosedur) Kepolisian. Selain dicopot jabatannya, AKP. Ru menurut Kapolda Mathius Fakhiri juga akan diproses dalam sidang disiplin Polri maupun peradilan umum.
Hal ini disampaikan Kapolda saat melakukan pertemuan dengan keluarga almarhum Bripda Fernando Diego Rumaropen di halaman Mapolres Jayawijaya, Selasa (21/6).
Dalam pertemuan tersebut, pihak keluarga meminta kepada Kapolda agar AKP Ru juga dipecat dari Polri. Perwakilan keluarga almarhum Bripda Fernando Diego Rumaropen, Pdt. Alexander Mauri menyampaikan bahwa saat mendengar berita duka pada tanggal 18 Juni, keluarga mencari informasi yang jelas dan ditemukan di RSUD Wamena bahwa Bripda Diego Rumaropen dalam keadaan meninggal dunia dengan luka bacokan yang tidak manusiawi. Selanjutnya keluarga mendapat penjelasan dari Kapolres dan Dansat Brimob Polda Papua serta mengikuti olah TKP.
“Kami juga sudah mendengarkan keterangan dari para saksi dan memang sangat tak bisa diterima dan di sini kami ada tanda tanya ada apa antara saksi Alex Matuan, AKP Ru dan Supardi sebagai pembeli sapi. Dimana anak kami menjadi korban sehingga kami meminta Kapolda untuk mengusut tuntas masalah ini,” pinta Pdt. Alexander Mauri kepada Kapolda Mathius Fakhiri.
Keluarga almarhum menurut Pdt. Alexander Mauri juga menuntut Kapolri dan Kapolda Papua mengusut tuntas kasus yang menewaskan Bripda Diego Rumaropen. Apabila dalam penyelidikan nanti terbukti ada pelanggaran hukum, maka mantan Danki yang sudah dicopot dari jabatannya. Selain itu, pihak keluarga juga menuntut pemilik sapi, pembeli sapi dan mantan Danki untuk membayar uang kepala sebesar Rp 5 miliar.
Dalam denda adat ini keluarga juga meminta kepada Bupati Jayawijaya selaku kakek dari korban yang juga kepala pemerintahan di Kabupaten Jayawijaya untuk tidak membantu mereka dalam menyelesaikan bayar kepala. Sebab dari penyampaian penjelasan mereka semalam sudah sangat janggal, sehingga sangat diharapkan masalah ini bisa dihusut tuntas.
Di tempat yang sama Wakil Ketua DPRD Jayawijaya, Renold Bukorsyom yang juga salah satu dari keluarga korban mempertanyakan tentang kronologis yang sempat terpublis ke publik mengenai laporan awal dari kejadian itu. Sementara mantan Danki Brimob Batalyon dalam pertemuan sebelumnya menyampaikan dirinya baru diambil keterangannnya, namun laporan kronologis kejadian sudah keluar dan terpublis di seluruh Papua.
“Kita keluarga mencurigai karena yang bersangkutan mengaku semalam saat baru diperiksa kronologis kejadiannya sudah beredar dan tersusun rapi. Ini siapa yang mengeluarkan pertama kali, apakah memang sudah disusun terlebih dahulu sehingga pada saat dibunuh ini dikeluarkan agar membentuk opini dari agar masyarakat percaya bahwa itu kecelakaan,” bebernya.
Renold Bukorsyom menegaskan jika aparat kepolisian punya peralatan untuk melakukan pelacakan pihak yang mengeluarkan informasi itu. Karena secara langsung hal itu berusaha untuk membentuk opini dari keluarga agar percaya jika itu kecelakaan. Untuk keluarga mempertanyakan apakah almarhum dibunuh sebelum dilakukan penembakan sapi atau sesudah penembakan baru dieksekusi.
Bukosyom juga menjelaskan pada saat senjata dibawa lari, Danki juga sempat berteriak memerintahkan korban untuk tembak. Di sini keluarga curiga saat berteriak itu, yang bersangkutan tidak melihat korban apakah sudah dieksekusi atau tidak, sehingga kecurigaan semakin kuat jika korban sudah dieksekusi sebelum sapi tertembak
“Posisi luka di bagian perut juga dicurigai karena kalau dibacok dari belakang maka tangan dari korban juga kena luka. Tetapi ini tangannya tidak kena dan ini yang harus diperjelas apakah tangannya dipegang ke atas lalu dipotong,” bebernya.
Sementara itu, Erik yang merupakan paman dari almarhum Diego Rumaropen menyatakan, kejanggalan yang ia rasakan yaitu saat senjata dibawa kabur yang diduga oleh OPM maka sudah pasti Danki dan pembeli sapi juga sudah meninggal dunia, karena sudah pasti ditembak pelaku. Apalagi saat itu Danki dalam posisi tidak memgang senjata.
Sementara itu, Kapolda Mathius Fakhiri di hadapan keluarga besar almarhum Diego Rumaropen memastikan bahwa mantan Danki akan dibawa dan diproses secara kedinasan. Kapolda juga memastikan bahwa mantan Danki akan dibawa Propam Polda Papua untuk dilakukan sidang kode etik dan yang bersangkutan akan menjawab semua tuntutan dari keluarga.
“Kedua, kita akan membuat proses ini menjadi jelas siapa pelakunya. Saya memohon dukungan dari keluarga dan semua masyarakat yang ada di Jayawijaya supaya kita membuat terang benerang dan tak boleh menuduh. Ada lima saksi yang akan menjadi bagian dalam pemeriksaan,” jelas Kapolda.
Kapolda Mathius Fakhiri juga menegaskan, dari laporan olah TKP yang dilaporkan Satreskrim Polres Jayawijaya, dirinya ingin melihat reposisinya. Karena dugaannya sendiri sama dengan pihak keluarga sehingga ada dugaan ke penjualan senjata. Namun hal ini semua akan dilihat dari reposisi sehingga saat ini dirinya membawa Direktur Kriminal Umum Polda Papua dan Satgas untuk sama-sama melakukan penilaian reposisi itu.
“Kita tidak boleh mendahului apa yang akan kita dapatkan dalam reposisi itu. Tetapi saya akan transparan membuka di hadapan masyarakat. Untuk tuntutan pemecatan kalau memang nanti diproses pemecatan maka saya akan bawa yang bersangkutan ke Wamena untuk kita proses pelepasan bajunya di Polres Jayawijaya,” tegasnya.
Kapolda menambahkan bahwa dirinya sendiri yang membawa anak-anak Papua untuk menjadi anggota Polri dan ada 2.000 lulusan termasuk almarhum Bripda Diego Rumaropen. Mathius Fakhiri menegaskan bahwa dirinya tak pernah ragu untuk menyiapkan anak-anak Papua yang disiapkan untuk melayani saudara-saudaranya. Untuk itu, apabila ada yang menjadi korban, tentunya ia akan marah.
“Ini adalah program saya untuk merangkul anak-anak Papua melalui Bintara Noken agar menjadi Brimob yang memiliki pola pandang seperti saya komandan besar mereka dalam Papua,” tutupnya. (jo/nat)
Kapolda Copot Danki D Wamena
WAMENA-Kapolda Papua Irjen Pol Mathius D Fakiri, SIK., secara resmi mencopot AKP Ru sebagai Komandan Kompi (Danki) Brimob Batalyon D Wamena. Pencopotan ini dilakukan karena yang bersangkutan dinilai telah melanggar SOP (Standar Operasional Prosedur) Kepolisian. Selain dicopot jabatannya, AKP. Ru menurut Kapolda Mathius Fakhiri juga akan diproses dalam sidang disiplin Polri maupun peradilan umum.
Hal ini disampaikan Kapolda saat melakukan pertemuan dengan keluarga almarhum Bripda Fernando Diego Rumaropen di halaman Mapolres Jayawijaya, Selasa (21/6).
Dalam pertemuan tersebut, pihak keluarga meminta kepada Kapolda agar AKP Ru juga dipecat dari Polri. Perwakilan keluarga almarhum Bripda Fernando Diego Rumaropen, Pdt. Alexander Mauri menyampaikan bahwa saat mendengar berita duka pada tanggal 18 Juni, keluarga mencari informasi yang jelas dan ditemukan di RSUD Wamena bahwa Bripda Diego Rumaropen dalam keadaan meninggal dunia dengan luka bacokan yang tidak manusiawi. Selanjutnya keluarga mendapat penjelasan dari Kapolres dan Dansat Brimob Polda Papua serta mengikuti olah TKP.
“Kami juga sudah mendengarkan keterangan dari para saksi dan memang sangat tak bisa diterima dan di sini kami ada tanda tanya ada apa antara saksi Alex Matuan, AKP Ru dan Supardi sebagai pembeli sapi. Dimana anak kami menjadi korban sehingga kami meminta Kapolda untuk mengusut tuntas masalah ini,” pinta Pdt. Alexander Mauri kepada Kapolda Mathius Fakhiri.
Keluarga almarhum menurut Pdt. Alexander Mauri juga menuntut Kapolri dan Kapolda Papua mengusut tuntas kasus yang menewaskan Bripda Diego Rumaropen. Apabila dalam penyelidikan nanti terbukti ada pelanggaran hukum, maka mantan Danki yang sudah dicopot dari jabatannya. Selain itu, pihak keluarga juga menuntut pemilik sapi, pembeli sapi dan mantan Danki untuk membayar uang kepala sebesar Rp 5 miliar.
Dalam denda adat ini keluarga juga meminta kepada Bupati Jayawijaya selaku kakek dari korban yang juga kepala pemerintahan di Kabupaten Jayawijaya untuk tidak membantu mereka dalam menyelesaikan bayar kepala. Sebab dari penyampaian penjelasan mereka semalam sudah sangat janggal, sehingga sangat diharapkan masalah ini bisa dihusut tuntas.
Di tempat yang sama Wakil Ketua DPRD Jayawijaya, Renold Bukorsyom yang juga salah satu dari keluarga korban mempertanyakan tentang kronologis yang sempat terpublis ke publik mengenai laporan awal dari kejadian itu. Sementara mantan Danki Brimob Batalyon dalam pertemuan sebelumnya menyampaikan dirinya baru diambil keterangannnya, namun laporan kronologis kejadian sudah keluar dan terpublis di seluruh Papua.
“Kita keluarga mencurigai karena yang bersangkutan mengaku semalam saat baru diperiksa kronologis kejadiannya sudah beredar dan tersusun rapi. Ini siapa yang mengeluarkan pertama kali, apakah memang sudah disusun terlebih dahulu sehingga pada saat dibunuh ini dikeluarkan agar membentuk opini dari agar masyarakat percaya bahwa itu kecelakaan,” bebernya.
Renold Bukorsyom menegaskan jika aparat kepolisian punya peralatan untuk melakukan pelacakan pihak yang mengeluarkan informasi itu. Karena secara langsung hal itu berusaha untuk membentuk opini dari keluarga agar percaya jika itu kecelakaan. Untuk keluarga mempertanyakan apakah almarhum dibunuh sebelum dilakukan penembakan sapi atau sesudah penembakan baru dieksekusi.
Bukosyom juga menjelaskan pada saat senjata dibawa lari, Danki juga sempat berteriak memerintahkan korban untuk tembak. Di sini keluarga curiga saat berteriak itu, yang bersangkutan tidak melihat korban apakah sudah dieksekusi atau tidak, sehingga kecurigaan semakin kuat jika korban sudah dieksekusi sebelum sapi tertembak
“Posisi luka di bagian perut juga dicurigai karena kalau dibacok dari belakang maka tangan dari korban juga kena luka. Tetapi ini tangannya tidak kena dan ini yang harus diperjelas apakah tangannya dipegang ke atas lalu dipotong,” bebernya.
Sementara itu, Erik yang merupakan paman dari almarhum Diego Rumaropen menyatakan, kejanggalan yang ia rasakan yaitu saat senjata dibawa kabur yang diduga oleh OPM maka sudah pasti Danki dan pembeli sapi juga sudah meninggal dunia, karena sudah pasti ditembak pelaku. Apalagi saat itu Danki dalam posisi tidak memgang senjata.
Sementara itu, Kapolda Mathius Fakhiri di hadapan keluarga besar almarhum Diego Rumaropen memastikan bahwa mantan Danki akan dibawa dan diproses secara kedinasan. Kapolda juga memastikan bahwa mantan Danki akan dibawa Propam Polda Papua untuk dilakukan sidang kode etik dan yang bersangkutan akan menjawab semua tuntutan dari keluarga.
“Kedua, kita akan membuat proses ini menjadi jelas siapa pelakunya. Saya memohon dukungan dari keluarga dan semua masyarakat yang ada di Jayawijaya supaya kita membuat terang benerang dan tak boleh menuduh. Ada lima saksi yang akan menjadi bagian dalam pemeriksaan,” jelas Kapolda.
Kapolda Mathius Fakhiri juga menegaskan, dari laporan olah TKP yang dilaporkan Satreskrim Polres Jayawijaya, dirinya ingin melihat reposisinya. Karena dugaannya sendiri sama dengan pihak keluarga sehingga ada dugaan ke penjualan senjata. Namun hal ini semua akan dilihat dari reposisi sehingga saat ini dirinya membawa Direktur Kriminal Umum Polda Papua dan Satgas untuk sama-sama melakukan penilaian reposisi itu.
“Kita tidak boleh mendahului apa yang akan kita dapatkan dalam reposisi itu. Tetapi saya akan transparan membuka di hadapan masyarakat. Untuk tuntutan pemecatan kalau memang nanti diproses pemecatan maka saya akan bawa yang bersangkutan ke Wamena untuk kita proses pelepasan bajunya di Polres Jayawijaya,” tegasnya.
Kapolda menambahkan bahwa dirinya sendiri yang membawa anak-anak Papua untuk menjadi anggota Polri dan ada 2.000 lulusan termasuk almarhum Bripda Diego Rumaropen. Mathius Fakhiri menegaskan bahwa dirinya tak pernah ragu untuk menyiapkan anak-anak Papua yang disiapkan untuk melayani saudara-saudaranya. Untuk itu, apabila ada yang menjadi korban, tentunya ia akan marah.
“Ini adalah program saya untuk merangkul anak-anak Papua melalui Bintara Noken agar menjadi Brimob yang memiliki pola pandang seperti saya komandan besar mereka dalam Papua,” tutupnya. (jo/nat)