Kemudian kata Yofrey, berbagai persoalan muncul di tengah masyarakat mengenai potensi kecurangan masih terus terjadi pada PSU sehingga ini juga perlu diantisipasi bersama. Pasalnya masa kampanye dan sosialisasi cukup panjang sehingga potensi konflik masih berpeluang terjadi.
“Banyak kegiatan, banyak dukungan dan banyak deklarasi yang mungkin saja berpotensi konflik sosial, isu sara juga musti di jaga,” tandasnya. Sementara KPU sendiri telah melakukan seleksi ulang petugas ad hoc dalam menyelenggarakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) pada pemilihan gubernur dan wakil gubernur Papua.
Kebijakan itu memungkinkan petugas yang terbukti bermasalah pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 lalu tidak lagi direkrut pada PSU, 6 Agustus 2025 mendatang. Kadiv Hukum KPU Papua, Yohannes Fajar Irianto Kambon mengatakan, evaluasi yang dilakukan meliputi terkait petugas ad hoc yang berlandaskan pada asas dan prinsip penyelenggaraan pemilu.
Fajar mengaku bahwa pihaknya telah melakukan evaluasi dan pembinaan secara internal terhadap penyelenggaraan ditingkat bawah.
“Kami punya mekanisme yang kaitannya dengan pengawasan internal yang kaitannya dengan dugaan adanya pelanggaran yang dilakukan oleh jajaran penyelenggara tingkat bawah,” kata Fajar dalam rapat koordinasi bersama dengan Sekda Papua dan pimpinan forkopimda di lingkup Pemprov Papua di kantor KPU Papua, Senin (20/5).
Hal-hal seperti ini jelas Fajar yang menjadi evaluasi pendalaman terhadap berbagai pelanggaran yang telah dilakukan oleh penyelenggara tingkat bawah untuk bisa direkomendasikan ke KPU RI. Tentunya KPU Papua punya harapan agar anggota penyelenggara yang telah melakukan pelanggaran pada Pilkada serentak 2024 lalu untuk tidak kembali di rekrut untuk kembali andil bagian menjadi penyelenggara.