JAYAPURA– Keterangan pers yang dilakukan Menkopolhukam, Mahfud MD di kantor KPK terkait beberapa materi ditanggapi oleh Wakil Ketua I DPR Papua, Dr Yunus Wonda. Pertama Yunus menanggapi soal status pengelolaan keuangan yang disorot sang menteri dimana kata Mahfud hasil pemeriksaan BPK terjadi disclaimer mulai tahun 2017 dan tak bisa dilakukan audit oleh BPK-RI.
“Saya luruskan sebagai pimpinan DPR bahwa sejak 2013- 2014 setelah Papua dipimpin Lukas Enembe, posisi keuangan Provinsi Papua hingga kini jauh lebih baik dan sejak itu status pengelolaan keuangan di Papua tak pernah disclaimer,” kata Yunus kepada wartawan di ruang kerjanya di kantor DPRP, Selasa (20/9) kemarin.
Yunus membuktikan dengan menunjukkan plakat terkait status yang diberikan oleh BPK dan menurutnya Papua sudah 7 kali bertatus Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan bukan disclaimer.
“Jadi kalau menyatakan dalam kepemimpinan Lukas Enembe Papua statusnya disclaimer itu salah sebab kami menerima dari BPK dalam sidang paripurna dan selama 7 kali kami wajar tanpa pengecualian. Silakan pak Mahfud menunjukkan dimana saat kepemimpinan Lukas Enembe statusnya disclaimer,” paparnya.
Yunus meyakini ada yang salah dalam penyampaian Mahfud MD. “Kalau pengelolaan keuangan kami salah mengapa kami mendapat WTP dan diberi penghargaan oleh menteri keuangan,” sindirnya.
Iapun menyinggung soal statemen lainnya menyangkut anggaran PB PON dimana selaku Ketua Harian PB PON Papua ia menyampaikan bahwa hingga kini PB PON belum dilakukan pemeriksaan atau diaudit. “Lalu bagaimana ada kesimpulan dari Menkopolhukam soal dana PON?. Lalu kapan kami diaudit sebab hasil audit itulah yang bisa menunjukkan ada atau tidaknya penyalahgunaan anggaran oleh PB PON. Kami belum sampai kesana (audit) tapi mengapa ada statemen bahwa dana PB PON disalahgunakan oleh Lukas Enembe,” tanya Yunus. Itu dua hal yang menurutnya menggelitik dan perlu diluruskan.
Kemudian soal dana operasional pimpinan di Papua, Yunus meluruskan bahwa APBD yang disahkah adalah yang disahkan dalam sidang paripurna bahwa operasional pemerintah, gubernur, wakil gubernur dan hal ini tertera dalam buku APBD.
Jika dianggap lebih maka hal itu tidak langsung disahkan sebab proses terakhir akan sampai ke Mendagri dan Dirjen Keuangan untuk melakukan evaluasi apakah wajar atau tidak.
“Kewenangan ada pada mereka dan jika tidak sesuai ya dicoret. Hal-hal yang tidak disetujui Mendagri maka kami ubah karena tidak bisa kami anggarkan,” jelasnya.
Jadi apabila hari ini dikatakan biaya operasionalnya tinggi ya itu diakui memang besar sebab banyak kebijakan yang akan dilakukan hanya saja persetujuan itu bukan hanya antara anggota DPR dan eksekutif kemudian disahkan karena prosesnya harus dibawa ke pemerintah pusat dalam hal ini Mendagri dan semua diketahui Mendagri.
“Saya luruskan bahwa salah kalau mengatakan dana besar tanpa diketahui pemerintah pusat. Silahkan tanya Mendagri sebab beliau juga mengetahui dan menyetujui,” tutup Yunus. (ade/wen)