JAKARTA-Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa menerima pimpinan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Amnesty International Indonesia, Selasa (19/4).
Hadir dalam pertemuan tersebut Ketua MRP Timotius Murib didampingi oleh Wakil Ketua MRP Yoel Luiz Mulait beserta staff, Staff Khusus MRP Onias Wenda dan Andi Andreas Goo, Joram Wambrauw, dan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid. Saat menerima delegasi pimpinan MRP, Suharso didampingi oleh Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani.
Dalam rilis MRP yang diterima Cenderawasih Pos, Rabu, (20/4) kemarin, Suharso mengungkapkan bahwa pemerintah tengah berupaya sungguh-sungguh untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan di Papua. Pemerintah menyampaikan kepada MRP perihal peta jalan pembangunan untuk Papua, yaitu Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua (RIPPP) 2022-2041.
“Saya menyampaikan kesungguhan upaya pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan orang asli Papua. Kesejahteraan itu salah satu kunci untuk mewujudkan perdamaian Papua. Saya sepaham dengan aspirasi MRP bahwa pemekaran Papua menjadi provinsi-provinsi sebaiknya dilakukan atas pertimbangan dan persetujuan MRP. Saya akan pertimbangkan usulan agar pemekaran ditunda sampai ada putusan MK,“ kata Suharso ketika menerima pimpinan MRP di Kantor Kementerian PPN/Bappenas pada Selasa, (19/4).
“MRP juga menyerahkan surat aspirasi masyarakat Papua melalui sepucuk surat yang saya terima untuk bahan pertimbangan kepada Bapak Presiden,“ tambah Suharso yang juga merupakan ketua umum Partai Persatuan dan Pembangunan (PPP). Pertemuan dan penyerahan surat disaksikan pula oleh Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia Arsul Sani.
Sementara itu, Timotius mengatakan, MRP sangat menghargai pendapat Suharso dan juga rencana pembangunan yang telah dirumuskan oleh Kementerian PPN/Bappenas. “MRP optimis bahwa aspirasi masyarakat orang asli Papua terkait penundaan DOB akan segera dipertimbangkan oleh sejumlah menteri terkait dan para pimpinan partai politik nasional,“ ujar Timotius dalam keterangan tertulis.
“Dalam pertemuan dengan pimpinan PAN, bahkan Pak Zulkifli Hasan sempat mengusulkan agar pembentukan DOB Papua ditunda sampai setelah Pemilu. Pandangan seperti ini cukup melegakan kami ketika kembali ke Tanah Papua. Masyarakat akan merasa didengarkan,“ lanjut Timotius.
Dalam kesempatan yang sama, Yoel mengonfirmasi adanya surat yang diserahkan MRP kepada Zulkifili, Airlangga, dan Suharso. “Isi surat kami merujuk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua yang menegaskan wewenang MRP dalam pemekaran Papua menjadi provinsi-provinsi,“ kata Yoel.
Meskipun perubahan kedua dari UU Otsus tersebut menyatakan pemekaran Papua dapat dilakukan juga oleh pemerintah pusat dan DPRRI, Yoel mengimbau agar semua pihak tidak melupakan spirit atau semangat dasar dari otonomi khusus.
“Kami juga menginginkan agar ada pertemuan dengan Bapak Presiden dan Wakil Presiden. Kami mendukung kebijakan pemerintah tentang moratorium pembentukan DOB. Kami berharap kepada beliau-beliau agar mempertimbangkan aspirasi masyarakat orang asli Papua“, kata Timotius.
Pimpian MRP juga dijadwalkan akan bertemu dengan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto pada Rabu kemarin.“Kami sangat berharap bahwa Pak Airlangga selaku Ketua Umum Partai Golkar juga mendengar aspirasi masyarakat orang asli Papua,” tutup Timotius.
Sementara itu Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid membenarkan adanya banyak demonstrasi di Papua yang menentang pembentukan DOB Papua. “Protes menolak DOB telah menimbulkan jatuhnya korban jiwa seperti yang terjadi dalam aksi protes di Yahukimo. Jika pemerintah menunda, maka itu akan meredakan situasi di lapangan. Situasi lapangan memperlihatkan potensi eskalasi konflik dan memburuknya situasi HAM di Papua, terutama karena terkait rencana tambang emas di Intan Jaya, Papua,“ kata Usman.
Seperti diberitakan sebelumnya, pimpinan MRP tengah berada di Jakarta untuk menyuarakan dan menyalurkan aspirasi masyarakat orang asli Papua yang sebagian besar menolak pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) Papua menjadi provinsi-provinsi, (oel/tru).