Sementara niatan pemerintah untuk segera membuka nampaknya masih membutuhkan waktu. Pasalnya aksi pemalangan tersebut disinyalir memiliki unsur politis terutama dalam Pilkada kemarin.
“Kenapa lama, ya karena ibu Sarah (pihak pemalang) ini kemungkinan punya backup an makanya ia berani seperti itu. Tapi kalau mau dilihat di surat pelepasan justru namanya dia (Sarah) tidak ada. Kami sudah membayar dan punya surat-surat jadi tidak ada alasan untuk terus dipalang,” beber Pj Sekda Kota Jayapura, Evert Meraudje melalui ponselnya, Minggu (19/1).
Disini ia meminta warga sedikit bersabar sebab semua sedang dikoordinasikan. “Kami masih menunggu kapolres datang dari Jakarta kemudian dilakukan rapat forkopimda untuk selanjutnya kami lakukan pembukaan palang. Tidak bisa pemerintah saja tapi harus libatkan yang lain makanya kami masih menunggu kapolres,” tambah Evert.
Dari kondisi ini suara sumbang akhirnya muncul di tengah masyarakat. Pemerintah dianggap lambat menyelesaikan persoalan sosial masyarakat. Ini kemudian dikaitkan dengan penegakan aturan terhadap PKL maupun para sopir taxi.
“Kalau ke PKL atau sopir itu cepat sekali, bahkan Pj Walikota yang pimpin sendiri. Tapi untuk lokasi makam yang katanya sudah jadi milik pemkot justru berlarut-larut. Ada apa ini,” sindir Irwan, satu warga Kotaraja kemarin.
Bahkan pekan kemarin muncul flyer yang menyindir. Flyer tersebut bertuliskan Puluhan Mayat Ditolak Menjadi Korban Pemalangan. Lalu ada tulisan Izinkan Kami Istirahat Tanpa Drama. “Sudah cukup susah untuk bertahan hidup. Sekarang sudah tidak ada BPJS ditambah mati juga sulit, agak miris hidup sekarang,” sambung Irfan. (kar/ade)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos