Friday, November 22, 2024
25.7 C
Jayapura

Komnas HAM: Nakes Tak Boleh Bekerja di Bawah Tekanan!

Menyikapi Ancaman Kekerasan Nakes di RS Pemerintah dan Swasta

JAYAPURA-Komisi Nasional (Komnas) Hak Azasi Manusia (HAM) menyebut, tugas dan pekerjaan dari para  petugas kesehatan di instansi pelayanan  kesehatan harus dipahami, terutama keluarga pasien.

   “Mereka (Nakes-red) sehari menangani begitu banyak pasien, sehingga mereka tidak boleh bekerja di bawah tekanan. Misalnya tekanan intimidasi, petugas kesehatan tidak boleh bekerja di bawah tekanan intimidasi,” tegas Kepala Komnas HAM Papua Frits Ramandey kepada Cenderawasih Pos, Kamis (19/5).

  Menurut Frits, ancaman terhadap seorang dokter di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dok II belum lama ini menjadi pelajaran penting. Komnas HAM sedang mendalami kasus tersebut.

“Berangkat dari penjelasan Direktur Rumah Sakit bahwa memang kondisi pasien saat itu adalah pasien rujukan, tapi jauh sebelumnya ada kasus-kasus yang kerap kali melanda para petugas medis,” paparnya.

Baca Juga :  Lanjutan Liga 1 2020 atau Liga 1 2021?

  Karena itu, Komnas HAM menegaskan, pasien dan keluarga pasien ketika datang berobat harus mematuhi Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ada di rumah sakit tersebut. Jangan ada lagi ancaman terhadap Nakes.

  “Kalaupun petugas medisnya melakukan salah, kan ada SOP-nya. Silahkan membuat laporan Polisi, bukan kemudian memberi ancaman kekerasan terhadap Nakes,” tegasnya.

  Fenomena ancaman terhadap para Nakes, kata Frits berdasarkan hasil kunjungan Komnas HAM di UGD, baik itu di RS Bhayangkara, Marthen Indey dan rumah sakit lainnya. “Untuk rumah sakit milik TNI-Polri, memang tidak ada ancaman, tapi rumah sakit swasta dan milik pemerintah ancamannya sangat tinggi. Komnas HAM mengingatkan masyarakat tidak boleh menggunakan cara-cara kekerasan, mengintimidasi petugas kesehatan, mantri, dokter dan sejenisnya,” cercanya.

Baca Juga :  Desa Tangguh Bencana, Siapkan Masyarakat Lebih Responsif Hadapi Bencana

  Di lain sisi, Komnas HAM juga berharap SOP yang ada di Rumah Sakit berkaitan dengan administrasi bisa diperpendek. Terutama rumah sakit milik pemerintah dan swasta, SOP-nya harus diperpendek supaya penanganan pasien tidak lambat.

  “Dari segi penanganan pasien, semua kewenangan ada di dokter dan perawat, kalau kemudian mereka memutuskan untuk melakukan tindakan, tentu mereka telah berkonsultasi terlebih dahulu dengan keluarga. Dan itu harus dihormati, jangan kemudian  memberi ancaman langsung kepada para Nakes,” tegasnya.

   Menurutnya, ada fenomena kekerasan yang spontan berulang kali terjadi pada petugas kesehatan. Terutama di rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta. “Para Nakes tidak boleh diintimidasi ketika melaksanakan tugas, karena mereka sedang melaksanakan tugas kemanusiaan. Memberi pelayanan kemanusiaan berupa pelayanan kesehatan dan keselamatan manusia yang lain,” pungkasnya. (fia/tri)

Menyikapi Ancaman Kekerasan Nakes di RS Pemerintah dan Swasta

JAYAPURA-Komisi Nasional (Komnas) Hak Azasi Manusia (HAM) menyebut, tugas dan pekerjaan dari para  petugas kesehatan di instansi pelayanan  kesehatan harus dipahami, terutama keluarga pasien.

   “Mereka (Nakes-red) sehari menangani begitu banyak pasien, sehingga mereka tidak boleh bekerja di bawah tekanan. Misalnya tekanan intimidasi, petugas kesehatan tidak boleh bekerja di bawah tekanan intimidasi,” tegas Kepala Komnas HAM Papua Frits Ramandey kepada Cenderawasih Pos, Kamis (19/5).

  Menurut Frits, ancaman terhadap seorang dokter di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dok II belum lama ini menjadi pelajaran penting. Komnas HAM sedang mendalami kasus tersebut.

“Berangkat dari penjelasan Direktur Rumah Sakit bahwa memang kondisi pasien saat itu adalah pasien rujukan, tapi jauh sebelumnya ada kasus-kasus yang kerap kali melanda para petugas medis,” paparnya.

Baca Juga :  Pembangunan RS Provinsi di Tiga DOB Tergantung Pj Gubernur dan Kadinkes

  Karena itu, Komnas HAM menegaskan, pasien dan keluarga pasien ketika datang berobat harus mematuhi Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ada di rumah sakit tersebut. Jangan ada lagi ancaman terhadap Nakes.

  “Kalaupun petugas medisnya melakukan salah, kan ada SOP-nya. Silahkan membuat laporan Polisi, bukan kemudian memberi ancaman kekerasan terhadap Nakes,” tegasnya.

  Fenomena ancaman terhadap para Nakes, kata Frits berdasarkan hasil kunjungan Komnas HAM di UGD, baik itu di RS Bhayangkara, Marthen Indey dan rumah sakit lainnya. “Untuk rumah sakit milik TNI-Polri, memang tidak ada ancaman, tapi rumah sakit swasta dan milik pemerintah ancamannya sangat tinggi. Komnas HAM mengingatkan masyarakat tidak boleh menggunakan cara-cara kekerasan, mengintimidasi petugas kesehatan, mantri, dokter dan sejenisnya,” cercanya.

Baca Juga :  Desa Tangguh Bencana, Siapkan Masyarakat Lebih Responsif Hadapi Bencana

  Di lain sisi, Komnas HAM juga berharap SOP yang ada di Rumah Sakit berkaitan dengan administrasi bisa diperpendek. Terutama rumah sakit milik pemerintah dan swasta, SOP-nya harus diperpendek supaya penanganan pasien tidak lambat.

  “Dari segi penanganan pasien, semua kewenangan ada di dokter dan perawat, kalau kemudian mereka memutuskan untuk melakukan tindakan, tentu mereka telah berkonsultasi terlebih dahulu dengan keluarga. Dan itu harus dihormati, jangan kemudian  memberi ancaman langsung kepada para Nakes,” tegasnya.

   Menurutnya, ada fenomena kekerasan yang spontan berulang kali terjadi pada petugas kesehatan. Terutama di rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta. “Para Nakes tidak boleh diintimidasi ketika melaksanakan tugas, karena mereka sedang melaksanakan tugas kemanusiaan. Memberi pelayanan kemanusiaan berupa pelayanan kesehatan dan keselamatan manusia yang lain,” pungkasnya. (fia/tri)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya