Friday, March 28, 2025
21.9 C
Jayapura

Tiga Hakim PN Jayapura Dilaporkan ke Komisi Yudicial

Kata Methodius, kasus ini dianggap menarik karena pelaku dari kasus ini adalah seorang penegak hukum yang seharusnya menegakan hukum malah justru terbalik atau melakukan pelanggaran hukum.

“Kasus ini sebenarnya kasus yang bisa menilaikan kita bersama bahwa sistem praperadilan kita di Indonesia ini sebagai ujung tombak menegakan keadilan,” jelas Methodius.

Sebut Methodius, ada 10 kode etik hakim, yang juga dikenal sebagai Pedoman Perilaku Hakim (PPH), mencakup prinsip-prinsip perilaku yang diharapkan dari seorang hakim. Jika salah satu dari 10 kode etik hakim itu dilanggar oleh hakim itu sendiri akan dilakukan proses lebih lanjut.

Terkait dengan kasus pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur di Arso Kabupaten Keerom yang diduga dilakukan oleh seorang aparat penegak hukum pihaknya terlebih dahulu melakukan telaah dan dianalisa lebih mendalam.

Baca Juga :  Penegak Hukum Tak Serius Berantas Korupsi di Papua

Adapun 10 kode etik hakim disebutkan Methodius antara lain berperilaku adil, jujur, arif, bijaksana, mandiri, berintegritas tinggi, bertanggung jawab, menjunjung tinggi harga diri, berdisiplin tinggi, dan bersikap profesional.Sementara  menangapi itu, Tobias Benggian selaku Hakim Humas Pengadilan Negeri mengatakan bahwa Terdakwa (AF) diputuskan bebas karena pasal yang didakwakan kepada terdakwa itu tidak terbukti.

“Majelis hakim melihatnya pasal yang didakwakan kepada terdakwa itu tidak terbukti sehingga majelis hakim membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan yang didakwakan,” kata Tobias kepada Cenderawasih Pos, di PN Jayapura, Selasa (18/3).

Sementara itu, terkait dengan banyaknya bukti termasuk pengakuan dari korban sendiri dan dari para ahli yang menyebutkan bahwa terdakwa terbukti melakukan itu. Tak sedikit yang menilai bahwa hakim telah mengabaikan bukti-bukti itu.

Baca Juga :  RSUD Yowari dan Dukcapil Kolaborasi, Bantu Pasien Yang Tak Miliki KTP

“Walaupun banyak bukti yang diajukan oleh saksi atau korban ataupun jaksa kepada hakim kalau menurut hakim tidak cukup membuktikan kesalahan terdakwa maka di vonis bebas,” jelas Tobias. Diketahui kasus tersebut dilimpahkan ke pengadilan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jayapura sejak Agustus 2024 dan baru diputus pada, 20 Januari 2025. Adapun alasan penanganan kasus tersebut lama ditangani disebabkan karena banyaknya kasus-kasus yang ditangani PN Jayapura.

Kata Methodius, kasus ini dianggap menarik karena pelaku dari kasus ini adalah seorang penegak hukum yang seharusnya menegakan hukum malah justru terbalik atau melakukan pelanggaran hukum.

“Kasus ini sebenarnya kasus yang bisa menilaikan kita bersama bahwa sistem praperadilan kita di Indonesia ini sebagai ujung tombak menegakan keadilan,” jelas Methodius.

Sebut Methodius, ada 10 kode etik hakim, yang juga dikenal sebagai Pedoman Perilaku Hakim (PPH), mencakup prinsip-prinsip perilaku yang diharapkan dari seorang hakim. Jika salah satu dari 10 kode etik hakim itu dilanggar oleh hakim itu sendiri akan dilakukan proses lebih lanjut.

Terkait dengan kasus pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur di Arso Kabupaten Keerom yang diduga dilakukan oleh seorang aparat penegak hukum pihaknya terlebih dahulu melakukan telaah dan dianalisa lebih mendalam.

Baca Juga :  Secara Logika Tata Negara, Gubernur Tidak Bisa Diganti

Adapun 10 kode etik hakim disebutkan Methodius antara lain berperilaku adil, jujur, arif, bijaksana, mandiri, berintegritas tinggi, bertanggung jawab, menjunjung tinggi harga diri, berdisiplin tinggi, dan bersikap profesional.Sementara  menangapi itu, Tobias Benggian selaku Hakim Humas Pengadilan Negeri mengatakan bahwa Terdakwa (AF) diputuskan bebas karena pasal yang didakwakan kepada terdakwa itu tidak terbukti.

“Majelis hakim melihatnya pasal yang didakwakan kepada terdakwa itu tidak terbukti sehingga majelis hakim membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan yang didakwakan,” kata Tobias kepada Cenderawasih Pos, di PN Jayapura, Selasa (18/3).

Sementara itu, terkait dengan banyaknya bukti termasuk pengakuan dari korban sendiri dan dari para ahli yang menyebutkan bahwa terdakwa terbukti melakukan itu. Tak sedikit yang menilai bahwa hakim telah mengabaikan bukti-bukti itu.

Baca Juga :  Mekanisasi Pertanian Lengkap, Tapi Areal Sawah Cenderung Menurun

“Walaupun banyak bukti yang diajukan oleh saksi atau korban ataupun jaksa kepada hakim kalau menurut hakim tidak cukup membuktikan kesalahan terdakwa maka di vonis bebas,” jelas Tobias. Diketahui kasus tersebut dilimpahkan ke pengadilan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jayapura sejak Agustus 2024 dan baru diputus pada, 20 Januari 2025. Adapun alasan penanganan kasus tersebut lama ditangani disebabkan karena banyaknya kasus-kasus yang ditangani PN Jayapura.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya