Saturday, April 27, 2024
33.7 C
Jayapura

ULMWP Menyeruhkan Masyarakat Internasional Melihat Krisis Kemanusiaan di Papua

JAYAPURA – United liberation Movement For West Papua ( ULMWP)  Menyerukan kepada masyarakat internasional agar memberikan  perhatian serius dalam menyelesaikan konflik dan krisis kemanusiaan yang sedang  terjadi di West Papua.

Direktur Eksekutif ULMWP Markus Haluk melalui rilisnya kepada Cenderawasih Pos, mengatakan bahwa, Sejak terjadinya penyanderaan terhadap Capt. Philips Marthen, seorang Pilot berkebangsaan Selandia Baru, pada 7 Maret 2023 oleh TPNPB Tentara Pembebasan  Nasional Papua Barat (TPNPB) di Kabupaten Nduga, telah memicu ketegangan yang meluas di  wilayah Pegunungan Tengah Papua Barat.

  Ia mengatakan pemerintah Selandia Baru mendorong upaya  pembebasan secara damai, namun pihak militer Indonesia terus mendesak agar digelar  operasi militer untuk membebaskan sandera. TPNPB menyampaikan bahwa melalui aksi penyanderaan, mereka ingin menarik perhatian internasional atas krisis  kemanusiaan yang sedang terjadi, sekaligus meminta dunia internasional mengakui  kemerdekaan politik Papua Barat yang telah diduduki Indonesia sejak 1 Mei 1963.

  “Proses negosiasi pembebasan sandera sedang diupayakan, namun TPNPB tidak ingin ada campur tangan pemerintah Indonesia dalam proses pembebasan sandera. Dalam sepekan terakhir, telah terjadi konflik bersenjata antara TPNPB dan militer  Indonesia di Kabupaten Puncak Papua, Intan Jaya, Jayawijaya dan Yahukimo,” katanya.

Baca Juga :  Optimis PAD Pemprov Over di Pertengahan Tahun

  Haluk mengatakan, sejak 2018 konflik bersenjata telah menyebabkan lebih dari 67.000 warga sipil yang berada di wilayah konflik meliputi kabupaten Intan Jaya, Nduga, Puncak Papua, Puncak Jaya, Yahukimo, Pegunungan Bintang dan Maybrat, meninggalkan kampung mereka untuk mencari perlindungan ke wilayah lain.

  “Sejak dua hari lalu 16 Maret di kota Dekai,  Kabupaten Yahukimo, pemerintah lokal dan militer Indonesia mulai mengevakuasi penduduk migran dari Indonesia menggunakan pesawat Cargo militer. Sementara  penduduk asli Yahukimo tidak dievakuasi dari kota Dekai,” katanya.

  Sementara itu, Daniel R, Kepala Biro Hukum dan HAM ULMWP juga mengatakan untuk itu ULMWP menilai, upaya pengungsian warga migran adalah bagian dari persiapan militer Indonesia untuk menggelar operasi militer secara penuh, dan berpotensi menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

 “Ketika Indonesia menggelar Operasi Militer di wilayah West Papua, mereka tidak memperdulikan hukum humaniter internasional. Mereka akan merusak fasilitas sipil  seperti Gereja, Sekolah dan Klinik Kesehatan, membakar rumah masyarakat,  membakar kebun dan membunuh ternak milik masyarakat, menangkap warga sipil, bahkan membunuh warga sipil yang dicurigai sebagai anggota TPNPB,” kata Daniel.

Baca Juga :  Manajemen Persipura Tetap Evaluasi

  Mengatakan menyikapi situasi yang sedang terjadi saat ini di West Papua, Markus Haluk selaku Direktur Eksekutif ULMWP di West Papua juga menambahkan dengan meminta Organisasi  regional seperti Pacific Islands Forum dan African Caribbean Pacific, telah  menyerukan Dewan HAM Perserikatan Bangsa Bangsa agar segera mengirimkan Komisioner Tinggi HAM PBB untuk meninjau situasi HAM di Papua Barat.

”ULMWP menyerukan kepada masyarakat internasional agar mendesak pemerintah Indonesia segera menghentikan segala bentuk kejahatan kemanusiaan yang dilakukan di Papua Barat, dan membawa penyelesaian konflik Papua Barat melalui mekanisme  internasional yang secara bermartabat dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip kemanusiaan,” katanya.

ULMWP juga menyerukan Lanjut Markus Haluk agar masyarakat dan komunitas Melanesia, Pacifik,  Afrika, Karibia dan internasional supaya melakukan aksi nyata melalui doa dan kerja bersama dalam menyelesaikan konflik yang telah berlangsung selama enam decade, demi mewujudkan keadilan, perdamaian serta kemerdekaan dan kedaulatan Politik Bangsa Papua Barat, (oel).

JAYAPURA – United liberation Movement For West Papua ( ULMWP)  Menyerukan kepada masyarakat internasional agar memberikan  perhatian serius dalam menyelesaikan konflik dan krisis kemanusiaan yang sedang  terjadi di West Papua.

Direktur Eksekutif ULMWP Markus Haluk melalui rilisnya kepada Cenderawasih Pos, mengatakan bahwa, Sejak terjadinya penyanderaan terhadap Capt. Philips Marthen, seorang Pilot berkebangsaan Selandia Baru, pada 7 Maret 2023 oleh TPNPB Tentara Pembebasan  Nasional Papua Barat (TPNPB) di Kabupaten Nduga, telah memicu ketegangan yang meluas di  wilayah Pegunungan Tengah Papua Barat.

  Ia mengatakan pemerintah Selandia Baru mendorong upaya  pembebasan secara damai, namun pihak militer Indonesia terus mendesak agar digelar  operasi militer untuk membebaskan sandera. TPNPB menyampaikan bahwa melalui aksi penyanderaan, mereka ingin menarik perhatian internasional atas krisis  kemanusiaan yang sedang terjadi, sekaligus meminta dunia internasional mengakui  kemerdekaan politik Papua Barat yang telah diduduki Indonesia sejak 1 Mei 1963.

  “Proses negosiasi pembebasan sandera sedang diupayakan, namun TPNPB tidak ingin ada campur tangan pemerintah Indonesia dalam proses pembebasan sandera. Dalam sepekan terakhir, telah terjadi konflik bersenjata antara TPNPB dan militer  Indonesia di Kabupaten Puncak Papua, Intan Jaya, Jayawijaya dan Yahukimo,” katanya.

Baca Juga :  Tinggal Selangkah

  Haluk mengatakan, sejak 2018 konflik bersenjata telah menyebabkan lebih dari 67.000 warga sipil yang berada di wilayah konflik meliputi kabupaten Intan Jaya, Nduga, Puncak Papua, Puncak Jaya, Yahukimo, Pegunungan Bintang dan Maybrat, meninggalkan kampung mereka untuk mencari perlindungan ke wilayah lain.

  “Sejak dua hari lalu 16 Maret di kota Dekai,  Kabupaten Yahukimo, pemerintah lokal dan militer Indonesia mulai mengevakuasi penduduk migran dari Indonesia menggunakan pesawat Cargo militer. Sementara  penduduk asli Yahukimo tidak dievakuasi dari kota Dekai,” katanya.

  Sementara itu, Daniel R, Kepala Biro Hukum dan HAM ULMWP juga mengatakan untuk itu ULMWP menilai, upaya pengungsian warga migran adalah bagian dari persiapan militer Indonesia untuk menggelar operasi militer secara penuh, dan berpotensi menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

 “Ketika Indonesia menggelar Operasi Militer di wilayah West Papua, mereka tidak memperdulikan hukum humaniter internasional. Mereka akan merusak fasilitas sipil  seperti Gereja, Sekolah dan Klinik Kesehatan, membakar rumah masyarakat,  membakar kebun dan membunuh ternak milik masyarakat, menangkap warga sipil, bahkan membunuh warga sipil yang dicurigai sebagai anggota TPNPB,” kata Daniel.

Baca Juga :  Gubernur dan Kapolda NTT Wajib Lindungi Mahasiswa Papua di Kupang

  Mengatakan menyikapi situasi yang sedang terjadi saat ini di West Papua, Markus Haluk selaku Direktur Eksekutif ULMWP di West Papua juga menambahkan dengan meminta Organisasi  regional seperti Pacific Islands Forum dan African Caribbean Pacific, telah  menyerukan Dewan HAM Perserikatan Bangsa Bangsa agar segera mengirimkan Komisioner Tinggi HAM PBB untuk meninjau situasi HAM di Papua Barat.

”ULMWP menyerukan kepada masyarakat internasional agar mendesak pemerintah Indonesia segera menghentikan segala bentuk kejahatan kemanusiaan yang dilakukan di Papua Barat, dan membawa penyelesaian konflik Papua Barat melalui mekanisme  internasional yang secara bermartabat dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip kemanusiaan,” katanya.

ULMWP juga menyerukan Lanjut Markus Haluk agar masyarakat dan komunitas Melanesia, Pacifik,  Afrika, Karibia dan internasional supaya melakukan aksi nyata melalui doa dan kerja bersama dalam menyelesaikan konflik yang telah berlangsung selama enam decade, demi mewujudkan keadilan, perdamaian serta kemerdekaan dan kedaulatan Politik Bangsa Papua Barat, (oel).

Berita Terbaru

Artikel Lainnya