Selain itu, perlunya mengevaluasi anggaran yang telah digunakan selama Pemilu dan Pilkada ketimbang mewacanakan pemilihan kepala daerah dikembalikan lewat DPR.
“Ini bisa membungkam suara rakyat kecil dalam menentukan sosok pemimpinnya, sebab representasi politiknya tidak terbuka hanya dikuasai oleh elit-elit politik, oligarki-oligarki yang memiliki kepentingan di suatu daerah,” bebernya.
Jika ini diterapkan, masyarakat dalam konteks partisipasi politik tidak bisa ikut menentukan siapa yang menjadi calon memimpin di daerahnya. Karena proses pemilihan secara tertutup di DPR dan tidak pernah diketahui masyarakat, baik dari segi pengambilan keputusan maupun pelaksanaannya.
“Ini adalah warisan orde baru yang ditolak kemudian kita masuk ke era reformasi yang kemudian adanya Pilkada atau pemilihan secara langsung,” ujarnya.
Yakobus khawatir jika wacana ini digulirkan demi kepentingan kelompok-kelompok tertentu, yang nantinya akan menimmbulkan presepsi publik dan melihat Indonesia bukan negara demokrasi yang pluralisme tapi demokrasi yang setengah-setengah
“Wacana pemilihan kepala daerah dikembalikan lewat DPR perlu dikaji dengan melibatkan banyak pihak, jangan asal-asalan,” tegasnya.
Sementara itu, Yakobus juga menyampaikan perlu dilakukan evaluasi terhadap kinerja penyelenggara Pemilu terkait beberapa kasus dan konflik yang berdampak terhadap tergaggunya penyelenggaraaan dalam pelaksanaaan Pilkada di Papua. (fia/ade)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos