Thursday, December 19, 2024
29.7 C
Jayapura

Justru Kinerja Penyelenggara yang Patut Dievaluasi

JAYAPURA – Akademisi Program Studi Ilmu Pemerintahan Fisip Uncen, Yakobus Richard tidak sepakat dengan usulan konsep pemilihan kepala daerah dikembalikan lewat DPR. Sebab menurutnya, usulan itu tidak akan mengatasi substansi persoalan di Pilkada yakni politik berbiaya tinggi.

Yakobus menyebut ini menunjukan daya politik kita mengalami kemunduran, terutama dalam hal berdemokrasi. “Indonesia belum pantas menerapkan pemilihan kepala daerah melalui DPRD,” tegas Yakobus saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Selasa (17/12).

Menurutnya, ini justru akan menimbulkan konflik kepentingan dan menimbulkan oligarki baru yang ada di pusat maupun di daerah. Sebab yang bisa mengakses kekuasaan adalah mereka yang memiliki sumberdaya sosial dan sumber daya ekonomi.

Baca Juga :  Tokoh Agama Sepakat Bantu TNI-Polri Bebaskan Sandera dari KKB

Ini juga membuat distribusi kekuasaan tidak merata dan tidak memberikan ruang kepada siapa pun yang memiliki kualitas dan kompetensi untuk dapat masuk dalam arena kontestasi, baik Pemilihan Umum (Pemilu) maupun Pilkada.

“Ini justru melemahkan citra komisi II jika wacana itu sampai ditindaklanjuti atau dilaksanakan,” tegasnya.

Lanjut Yakobus menerangkan, mestinya Pilkada maupun Pemilu harus dievaluasi dari beberapa aspek. Khusus pelaksanaan Pilkada banyak yang perlu dievaluasi, contohnya kinerja penyelenggara Pemilu apakah memungkinkan KPU dan Bawaslu dikembalikan ke model format lama dengan menggunakan sistem ad hock tidak definitif.

JAYAPURA – Akademisi Program Studi Ilmu Pemerintahan Fisip Uncen, Yakobus Richard tidak sepakat dengan usulan konsep pemilihan kepala daerah dikembalikan lewat DPR. Sebab menurutnya, usulan itu tidak akan mengatasi substansi persoalan di Pilkada yakni politik berbiaya tinggi.

Yakobus menyebut ini menunjukan daya politik kita mengalami kemunduran, terutama dalam hal berdemokrasi. “Indonesia belum pantas menerapkan pemilihan kepala daerah melalui DPRD,” tegas Yakobus saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Selasa (17/12).

Menurutnya, ini justru akan menimbulkan konflik kepentingan dan menimbulkan oligarki baru yang ada di pusat maupun di daerah. Sebab yang bisa mengakses kekuasaan adalah mereka yang memiliki sumberdaya sosial dan sumber daya ekonomi.

Baca Juga :  BTM Utus Tim Kerja Ikut Pelatihan di Bogor

Ini juga membuat distribusi kekuasaan tidak merata dan tidak memberikan ruang kepada siapa pun yang memiliki kualitas dan kompetensi untuk dapat masuk dalam arena kontestasi, baik Pemilihan Umum (Pemilu) maupun Pilkada.

“Ini justru melemahkan citra komisi II jika wacana itu sampai ditindaklanjuti atau dilaksanakan,” tegasnya.

Lanjut Yakobus menerangkan, mestinya Pilkada maupun Pemilu harus dievaluasi dari beberapa aspek. Khusus pelaksanaan Pilkada banyak yang perlu dievaluasi, contohnya kinerja penyelenggara Pemilu apakah memungkinkan KPU dan Bawaslu dikembalikan ke model format lama dengan menggunakan sistem ad hock tidak definitif.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya