Tuesday, September 30, 2025
26.7 C
Jayapura

Sampai Kapan Pasal Makar Dialamatkan ke Orang Papua ?

Frits menyampaikan, berdasarkan temuan fakta-fakta dan informasi tersebut bahwa penetapan Abraham Goram Gaman, Maksi Sangkek, Piter Robaha dan Nikson Mai sebagai tersangka diduga akibat adanya tekanan politik yang cukup kuat.

“Penegakan hukum dalam kaitan dengan kasus makar di Papua semestinya mempertimbangkan akar permasalahan sehingga tidak hanya menyelesaikan kasus-kasus yang timbul semata tetapi juga diharapkan menyentuh akar permasalahan demi mewujudkan Papua tanah damai,” kata Frits.

Menurutnya, aksi unjuk rasa pada 27-30 Agustus 2025 di Kota Sorong merupakan reaksi kemarahan warga atas pemindahan 4 tahanan kasus makar untuk menjalani proses persidangan di PN Makassar. Selain itu tindakan APH juga memicu kemarahan warga karena dinilai tidak transparan dan terkesan tertutup.

“Pola pemindahan tahanan kasus makar di Papua untuk disidangkan di luar locus delicti dengan alasan keamanan berpotensi menimbulkan pelanggaran hak atas proses hukum yang adil karena dinilai tidak efektif dalam upaya menggali kebenaran materiil serta terganggunya akses bagi keluarga untuk bertemu dengan terdakwa. Dalam penegakan hukum jaminan keamanan menjadi tanggung jawab negara,” kata Frits, saat memberikan keterangan pers kepada wartawan di Kantor Komnas HAM, Selasa (16/9).

Baca Juga :  Pemerintah Uji Vaksin Booster dan Obat Covid-19

Sambung frits, diduga kuat bahwa dalam upaya pengendalian eskalasi massa di Kota Sorong, gabungan aparat keamanan juga melepaskan tembakan peluru tajam yang menyebabkan Mikhael Welerubun tertembak dan mengalami luka serius di bagian pergelangan siku tembus dada bagian kiri. Yang menyebabkan korban cacat seumur hidup dan berpotensi mengancam keselamatan jiwanya di masa depan.

Menurut Frits, pemindahan empat tahanan kasus makar NFRPB agak unik. Sebab, kelompok yang sama juga sebarkan surat di berbagai kantor di Papua. Mendatangi Kantor Komnas HAM, kantor gubernur, Polda dan Kodam. “Mereka memasukan surat pemberitahuan bukan hanya di Papua Barat, melainkan juga di beberapa daerah. Namun yang hanya diproses di Papua Barat,” ujarnya.

Baca Juga :  Tim Investigasi Bakal Identifikasi Menyeluruh 

Berdasarkan itu, Komnas HAM RI Perwakilan Papua merekomendasikan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Republik Indonesia meminta Menkopolkam memberi perhatian khusus terhadap kondisi politik di Papua terutama bagi warga Papua yang menyampaikan keyakinan politiknya secara damai dengan mengedepankan upaya penyelesaian melalui dialog dan pendekatan sosial-budaya, untuk mewujudkan Papua tanah damai.

Kapolri melakukan asistensi dan pengawasan terhadap proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan Polresta Sorong Kota agar tercipta proses penegakan hukum yang transparan dan profesional serta menghormati prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam mengungkap pelaku penembakan Mikhael Welerubun.

Frits menyampaikan, berdasarkan temuan fakta-fakta dan informasi tersebut bahwa penetapan Abraham Goram Gaman, Maksi Sangkek, Piter Robaha dan Nikson Mai sebagai tersangka diduga akibat adanya tekanan politik yang cukup kuat.

“Penegakan hukum dalam kaitan dengan kasus makar di Papua semestinya mempertimbangkan akar permasalahan sehingga tidak hanya menyelesaikan kasus-kasus yang timbul semata tetapi juga diharapkan menyentuh akar permasalahan demi mewujudkan Papua tanah damai,” kata Frits.

Menurutnya, aksi unjuk rasa pada 27-30 Agustus 2025 di Kota Sorong merupakan reaksi kemarahan warga atas pemindahan 4 tahanan kasus makar untuk menjalani proses persidangan di PN Makassar. Selain itu tindakan APH juga memicu kemarahan warga karena dinilai tidak transparan dan terkesan tertutup.

“Pola pemindahan tahanan kasus makar di Papua untuk disidangkan di luar locus delicti dengan alasan keamanan berpotensi menimbulkan pelanggaran hak atas proses hukum yang adil karena dinilai tidak efektif dalam upaya menggali kebenaran materiil serta terganggunya akses bagi keluarga untuk bertemu dengan terdakwa. Dalam penegakan hukum jaminan keamanan menjadi tanggung jawab negara,” kata Frits, saat memberikan keterangan pers kepada wartawan di Kantor Komnas HAM, Selasa (16/9).

Baca Juga :  Pemerintah Uji Vaksin Booster dan Obat Covid-19

Sambung frits, diduga kuat bahwa dalam upaya pengendalian eskalasi massa di Kota Sorong, gabungan aparat keamanan juga melepaskan tembakan peluru tajam yang menyebabkan Mikhael Welerubun tertembak dan mengalami luka serius di bagian pergelangan siku tembus dada bagian kiri. Yang menyebabkan korban cacat seumur hidup dan berpotensi mengancam keselamatan jiwanya di masa depan.

Menurut Frits, pemindahan empat tahanan kasus makar NFRPB agak unik. Sebab, kelompok yang sama juga sebarkan surat di berbagai kantor di Papua. Mendatangi Kantor Komnas HAM, kantor gubernur, Polda dan Kodam. “Mereka memasukan surat pemberitahuan bukan hanya di Papua Barat, melainkan juga di beberapa daerah. Namun yang hanya diproses di Papua Barat,” ujarnya.

Baca Juga :  Tim Investigasi Bakal Identifikasi Menyeluruh 

Berdasarkan itu, Komnas HAM RI Perwakilan Papua merekomendasikan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Republik Indonesia meminta Menkopolkam memberi perhatian khusus terhadap kondisi politik di Papua terutama bagi warga Papua yang menyampaikan keyakinan politiknya secara damai dengan mengedepankan upaya penyelesaian melalui dialog dan pendekatan sosial-budaya, untuk mewujudkan Papua tanah damai.

Kapolri melakukan asistensi dan pengawasan terhadap proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan Polresta Sorong Kota agar tercipta proses penegakan hukum yang transparan dan profesional serta menghormati prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam mengungkap pelaku penembakan Mikhael Welerubun.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya