“Disaat itulah korban dicabuli oleh terdakwa,”katanya. Aksi pencabulan itu baru diketahui beberapa hari setelah kejadian, setelah korban mengeluhkan sakit disekitar kelamin.
Selanjutnya, keluarga membawa korban ke klinik untuk memeriksakan kondisinya. Dan hasilnya cukup mencengangkan dimana dokter mengidentifikasi terjadinya infeksi diarea kelamin dan penyebabnya dipastikan karena hubungan badan.
Setelah ditanya oleh keluarga, korban baru menceritakan peristiwa itu, dan dia sempat diancam pelaku sehingga menutupi kasus ini.
“Itu bukan satu dokter saja, ada beberapa klinik kita datangi dan hasilnya sama, disampaikan seperti itu,”ujarnya.
Lanjut dia, kasus ini sempat dilaporkan ke Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) pada era Jokowi, Bintang Puspayoga.
Saat itu menteri tengah berkunjung ke Papua bersama Presiden Jokowi.
“Kami berhasil menemui menteri dan diperintahkan unit PPA Keerom untuk mengawal kasus ini,” cerita Deden. Namun pihaknya justru tak menyangka jika akhirnya pelaku bisa mengantongi putusan bebas. Atas putusan ini, penasihat hukum dan keluarga akan mendorong lewat kasasi di Mahkamah Agung.
“Kami berharap MA bisa memutuskan seadil-adilnya sehingga ada rasa keadilan yang kami dapat,” imbuhnya.
Upaya lain adalah menyurati Komisi Yudisial dan MA terkait hakim yang memutus bebas kasus ini.
“Hakim bilang bukti tidak kuat karena tidak ada saksi, tapi bagaimana dengan surat pernyataan di Polres Kerom dimana terdakwa sudah mengakui perbuatannya ditambah keterangan saksi dan medis,”pungkasnya.(roy/kar/ade).
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos