Friday, April 26, 2024
32.7 C
Jayapura

Dugaan Persetubuhan Anak Dibawah Umur, 8 Orang Diperiksa

JAYAPURA-Sebanyak delapan orang diperiksa penyidik Direktorat Kriminal Umum Polda Papua terkait dengan kasus dugaan pencabulan atau persetubuhan anak dibawah umur yang diduga dilakukan oleh oknum pimpinan OPD di Provinsi Papua dan oknum politisi.

Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol Ahmad Mustofa Kamal menyampaikan, kasus ini dalam proses penyelidikan.

“Terhadap kasus ini kita bisa jerat dengan Pasal 28 UU Perlindungan Anak. Pasal inilah nantinya ke mana kasus ini bermuara dan siapa berbuat apa nanti akan terjawab,” ungkap AM Kamal, Senin (13/9).

Lanjut Kamal, kasus ini masih butuh waktu. Dari lidik menjadi sidik dan ini menjadi atensi dari penyidik Direskrimum Polda Papua. “Rekan-rekan kami serius mengungkap peristiwa ini. Termasuk kejadiannya terjadi pada April lalu namun baru dilaporkan. Itu kita dalami, apakah ada hal-hal lain di balik itu semua,” kata Kamal.

Dikatakan Kamal, apapun keterangan yang dapat diberikan saksi dari peristiwa tersebut penyidik akan terima dan mempelajarinya, serta akan dilakukan gelar untuk menentukan kasus ini naik lidik atau tidak dan sampai dengan adanya tersangka dan lainnya. “Kasus ini masih dalam lidik belum sidik atau belum jadi Laporan Polisi,” ungkapnya.

Baca Juga :  Puluhan Orang Tua dan Mahasiswa Memilih Tidur di Halaman Kantor Gubernur

Secara terpisah, Direktur LBH APIK Jayapura, Nur Aida Duwila menyampaikan dalam kasus ini, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) dan Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi Papua (LP3AP) melakukan pendampingan berupa pemulihan psikososial korban.

Pihaknya bersama UPTD PPA Provinsi Papua mendampingi korban untuk melakukan pemulihan psikologi dengan menghadirkan psikolog untuk melakukan bantuan pemulihan psikologi terhadap salah satu korban. “Kami saat ini fokus pemulihan korban,” kata Nona.

Dalam kasus ini, LBH APIK mendorong pemulihan korban bukan hanya bicara psikologi korban. Melainkan kehidupan sosial korban, baik di sekolah maupun di masyarakat, sebagaimana terbentuk imej bahwa korban adalah anak nakal.

“Anak anak tidak akan melakukan kenakalan kalau tidak ada konspirasi dari orang dewasa, anak anak ini (korban -red) segera dipulihkan mental dia, bagaimana kedepan dia menghadapi kehidupan dia selanjutnya,” paparnya.

Baca Juga :  Warga Reaktif Covid-19 Tetap Dikarantina di Hotel

Disampaikan, sejak kasus ini diproses, korban merasa takut, takut bagaimana akhir dari kasus ini. Sehingga itu, perlu semua orang membantu untuk memulihkan korban.

“Dalam kasus ini harus ada proses hukum agar terjadi pembelajaran kepada pelaku kekerasan seksual terhadap anak, kalau tidak ada proses hukum maka tidak ada pembelajaran berharga buat pelaku,” tegasnya.

Menurut Nona, jika hari ini ada perdamaian mungkin besok akan terjadi lagi hal serupa. Karena pelaku menganggap kasus seperti ini tidak akan sampai ke pengadilan. Penyelesaian secara kekeluargaan tanpa pernah berfikir psikologi dan masa depan anak (korban-red) seperti apa.

“Alangkah baiknya tanpa melihat yang lain, kasus ini kalau bisa diproses lanjut maka silahkan diproses. Agar ada pemulihan psikososial terhadap anak, kedepannya masyarakat bertanggung jawab untuk melindungi anak,” pungkasnya. (tim)

JAYAPURA-Sebanyak delapan orang diperiksa penyidik Direktorat Kriminal Umum Polda Papua terkait dengan kasus dugaan pencabulan atau persetubuhan anak dibawah umur yang diduga dilakukan oleh oknum pimpinan OPD di Provinsi Papua dan oknum politisi.

Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol Ahmad Mustofa Kamal menyampaikan, kasus ini dalam proses penyelidikan.

“Terhadap kasus ini kita bisa jerat dengan Pasal 28 UU Perlindungan Anak. Pasal inilah nantinya ke mana kasus ini bermuara dan siapa berbuat apa nanti akan terjawab,” ungkap AM Kamal, Senin (13/9).

Lanjut Kamal, kasus ini masih butuh waktu. Dari lidik menjadi sidik dan ini menjadi atensi dari penyidik Direskrimum Polda Papua. “Rekan-rekan kami serius mengungkap peristiwa ini. Termasuk kejadiannya terjadi pada April lalu namun baru dilaporkan. Itu kita dalami, apakah ada hal-hal lain di balik itu semua,” kata Kamal.

Dikatakan Kamal, apapun keterangan yang dapat diberikan saksi dari peristiwa tersebut penyidik akan terima dan mempelajarinya, serta akan dilakukan gelar untuk menentukan kasus ini naik lidik atau tidak dan sampai dengan adanya tersangka dan lainnya. “Kasus ini masih dalam lidik belum sidik atau belum jadi Laporan Polisi,” ungkapnya.

Baca Juga :  Pemilik Ganja Sudah  Ditetapkan Tersangka

Secara terpisah, Direktur LBH APIK Jayapura, Nur Aida Duwila menyampaikan dalam kasus ini, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) dan Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi Papua (LP3AP) melakukan pendampingan berupa pemulihan psikososial korban.

Pihaknya bersama UPTD PPA Provinsi Papua mendampingi korban untuk melakukan pemulihan psikologi dengan menghadirkan psikolog untuk melakukan bantuan pemulihan psikologi terhadap salah satu korban. “Kami saat ini fokus pemulihan korban,” kata Nona.

Dalam kasus ini, LBH APIK mendorong pemulihan korban bukan hanya bicara psikologi korban. Melainkan kehidupan sosial korban, baik di sekolah maupun di masyarakat, sebagaimana terbentuk imej bahwa korban adalah anak nakal.

“Anak anak tidak akan melakukan kenakalan kalau tidak ada konspirasi dari orang dewasa, anak anak ini (korban -red) segera dipulihkan mental dia, bagaimana kedepan dia menghadapi kehidupan dia selanjutnya,” paparnya.

Baca Juga :  Pertama dan Tercepat Serahkan LKPD, Pemkot Jayapura Diapresiasi BPK RI

Disampaikan, sejak kasus ini diproses, korban merasa takut, takut bagaimana akhir dari kasus ini. Sehingga itu, perlu semua orang membantu untuk memulihkan korban.

“Dalam kasus ini harus ada proses hukum agar terjadi pembelajaran kepada pelaku kekerasan seksual terhadap anak, kalau tidak ada proses hukum maka tidak ada pembelajaran berharga buat pelaku,” tegasnya.

Menurut Nona, jika hari ini ada perdamaian mungkin besok akan terjadi lagi hal serupa. Karena pelaku menganggap kasus seperti ini tidak akan sampai ke pengadilan. Penyelesaian secara kekeluargaan tanpa pernah berfikir psikologi dan masa depan anak (korban-red) seperti apa.

“Alangkah baiknya tanpa melihat yang lain, kasus ini kalau bisa diproses lanjut maka silahkan diproses. Agar ada pemulihan psikososial terhadap anak, kedepannya masyarakat bertanggung jawab untuk melindungi anak,” pungkasnya. (tim)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya