Wednesday, May 14, 2025
26.2 C
Jayapura

Di Atas Angin, Pansel dan Pj Gubernur Papua Dianggap Melanggar Prosedur

JAYAPURA – Untuk kedua kalinya di bulan Mei 2025, Forum Peduli Kursi Pengangkatan Masyarakat Adat Tabi-Saereri (FPKPMATS) Papua kembali mengelar konfrensi pers. Hal tersebut dilakukan sebagai tanda keseriusan FPKPMATS dalam memperjuangkan ketidakadilan yang dilakukan oleh Panitia seleksi (Pansel) untuk menempuh jalur hukum.

Melalui kuasa hukumnya, Gustaf Rudolf Kawer, S.H., M.Si pihak FPKPMATS mengapresiasi kinerja Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Papua yang telah mengusut dugaan penyimpangan dalam proses seleksi calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) melalui mekanisme pengangkatan periode 2024–2029.

Dalam konferensi pers yang berlangsung di Kantor Perkumpulan Pengacara Hak Asasi Manusia (PAHAM) di Kotaraja, Sabtu (10/5), Gustaf Kawer menegaskan bahwa laporan hasil pemeriksaan Ombudsman yang dirilis pada, 9 Mei 2025. Hasil itu dikatakan menjadi langkah penting dalam menegakkan prinsip-prinsip pelayanan publik yang transparan dan akuntabel.

Menurut Gustaf Kawer, laporan Ombudsman dengan nomor 0021/LM/II/2025/JPR mengungkap adanya mal administrasi serius dalam proses seleksi yang dilakukan oleh Pansel. Diantara temuan tersebut adalah penyimpangan prosedural dalam verifikasi dan validasi peserta, tidak transparannya nilai seleksi, serta pengangkatan calon yang tidak melalui mekanisme musyawarah adat yang sah.

Baca Juga :  IKM Wajib Diterapkan di Semua Sekolah 

“Ombudsman telah menunjukkan keberpihakan kepada kepentingan publik dan prinsip keadilan dengan menyatakan bahwa Panitia Seleksi dan Pj Gubernur Papua telah melanggar prosedur. Kami sebagai kuasa hukum dari Forum Peduli Kursi Pengangkatan Masyarakat Adat Tabi-Saireri mengapresiasi langkah tegas ini,” ucap Gustaf di Kotaraja.

Ia menjelaskan bahwa dalam pemeriksaan, tim Ombudsman telah menelaah 19 dokumen resmi seleksi, memeriksa keterangan dari pelapor maupun terlapor, serta mengkaji tanggapan dan bantahan kedua belah pihak. Hasilnya, ditemukan beberapa pelanggaran, antara lain, pertama, inkonsistensi tahapan seleksi.

Terjadi perubahan jumlah peserta secara tidak sah tanpa ada landasan hukum. Jumlah peserta pada tahap validasi sempat berkurang, lalu bertambah tanpa kejelasan prosedur, menimbulkan kecurigaan akan manipulasi. Kedua, musyawarah adat tidak dijalankan secara konsisten dari sembilan kabupaten yang mewakili wilayah pengangkatan.

Hanya Kabupaten Kepulauan Yapen yang menjalankan proses musyawarah adat sebagaimana mestinya. Banyak peserta yang dinyatakan lolos tanpa bukti keterlibatan dalam musyawarah adat yang sah. Ketiga, tidak ada skor terbuka.

Baca Juga :  Pembebasan Pilot Momentum Mengakhiri Pertumpahan Darah

Dalam seleksi, panitia tidak mengumumkan hasil nilai seleksi peserta, padahal hal ini wajib dipublikasikan berdasarkan PP 106 Tahun 2021. Pengumuman hanya menyebutkan nama-nama secara alfabetis tanpa rincian penilaian, sehingga melanggar prinsip keterbukaan.

Atas temuan tersebut, Ombudsman kata Gustaf memberikan waktu 30 hari kerja kepada Pansel dan Pj Gubernur Papua untuk menindaklanjuti tindakan korektif, termasuk membatalkan Keputusan Gubernur Nomor: 100.3.3.1/KEP.73/2025 tentang penetapan anggota DPRP terpilih.

“Jika rekomendasi Ombudsman tidak dilaksanakan, maka akan diterbitkan rekomendasi resmi yang bersifat terbuka, mengikat, dan wajib dijalankan sesuai dengan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia,” jelas Gustaf.

Ia menegaskan, keputusan gubernur tersebut mencederai hak-hak masyarakat adat karena tidak mencerminkan proses seleksi yang jujur dan inklusif. Oleh karena itu, pihaknya mendesak Menteri Dalam Negeri sebagai atasan langsung Pj Gubernur Papua untuk membatalkan keputusan tersebut dan memulai proses seleksi ulang yang menjunjung tinggi nilai-nilai adat dan norma hukum.

JAYAPURA – Untuk kedua kalinya di bulan Mei 2025, Forum Peduli Kursi Pengangkatan Masyarakat Adat Tabi-Saereri (FPKPMATS) Papua kembali mengelar konfrensi pers. Hal tersebut dilakukan sebagai tanda keseriusan FPKPMATS dalam memperjuangkan ketidakadilan yang dilakukan oleh Panitia seleksi (Pansel) untuk menempuh jalur hukum.

Melalui kuasa hukumnya, Gustaf Rudolf Kawer, S.H., M.Si pihak FPKPMATS mengapresiasi kinerja Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Papua yang telah mengusut dugaan penyimpangan dalam proses seleksi calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) melalui mekanisme pengangkatan periode 2024–2029.

Dalam konferensi pers yang berlangsung di Kantor Perkumpulan Pengacara Hak Asasi Manusia (PAHAM) di Kotaraja, Sabtu (10/5), Gustaf Kawer menegaskan bahwa laporan hasil pemeriksaan Ombudsman yang dirilis pada, 9 Mei 2025. Hasil itu dikatakan menjadi langkah penting dalam menegakkan prinsip-prinsip pelayanan publik yang transparan dan akuntabel.

Menurut Gustaf Kawer, laporan Ombudsman dengan nomor 0021/LM/II/2025/JPR mengungkap adanya mal administrasi serius dalam proses seleksi yang dilakukan oleh Pansel. Diantara temuan tersebut adalah penyimpangan prosedural dalam verifikasi dan validasi peserta, tidak transparannya nilai seleksi, serta pengangkatan calon yang tidak melalui mekanisme musyawarah adat yang sah.

Baca Juga :  Dievakuasi Pakai Tali Safety

“Ombudsman telah menunjukkan keberpihakan kepada kepentingan publik dan prinsip keadilan dengan menyatakan bahwa Panitia Seleksi dan Pj Gubernur Papua telah melanggar prosedur. Kami sebagai kuasa hukum dari Forum Peduli Kursi Pengangkatan Masyarakat Adat Tabi-Saireri mengapresiasi langkah tegas ini,” ucap Gustaf di Kotaraja.

Ia menjelaskan bahwa dalam pemeriksaan, tim Ombudsman telah menelaah 19 dokumen resmi seleksi, memeriksa keterangan dari pelapor maupun terlapor, serta mengkaji tanggapan dan bantahan kedua belah pihak. Hasilnya, ditemukan beberapa pelanggaran, antara lain, pertama, inkonsistensi tahapan seleksi.

Terjadi perubahan jumlah peserta secara tidak sah tanpa ada landasan hukum. Jumlah peserta pada tahap validasi sempat berkurang, lalu bertambah tanpa kejelasan prosedur, menimbulkan kecurigaan akan manipulasi. Kedua, musyawarah adat tidak dijalankan secara konsisten dari sembilan kabupaten yang mewakili wilayah pengangkatan.

Hanya Kabupaten Kepulauan Yapen yang menjalankan proses musyawarah adat sebagaimana mestinya. Banyak peserta yang dinyatakan lolos tanpa bukti keterlibatan dalam musyawarah adat yang sah. Ketiga, tidak ada skor terbuka.

Baca Juga :  20 Gugatan Pileg Mulai Digelar di MK

Dalam seleksi, panitia tidak mengumumkan hasil nilai seleksi peserta, padahal hal ini wajib dipublikasikan berdasarkan PP 106 Tahun 2021. Pengumuman hanya menyebutkan nama-nama secara alfabetis tanpa rincian penilaian, sehingga melanggar prinsip keterbukaan.

Atas temuan tersebut, Ombudsman kata Gustaf memberikan waktu 30 hari kerja kepada Pansel dan Pj Gubernur Papua untuk menindaklanjuti tindakan korektif, termasuk membatalkan Keputusan Gubernur Nomor: 100.3.3.1/KEP.73/2025 tentang penetapan anggota DPRP terpilih.

“Jika rekomendasi Ombudsman tidak dilaksanakan, maka akan diterbitkan rekomendasi resmi yang bersifat terbuka, mengikat, dan wajib dijalankan sesuai dengan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia,” jelas Gustaf.

Ia menegaskan, keputusan gubernur tersebut mencederai hak-hak masyarakat adat karena tidak mencerminkan proses seleksi yang jujur dan inklusif. Oleh karena itu, pihaknya mendesak Menteri Dalam Negeri sebagai atasan langsung Pj Gubernur Papua untuk membatalkan keputusan tersebut dan memulai proses seleksi ulang yang menjunjung tinggi nilai-nilai adat dan norma hukum.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya

/