Sunday, April 28, 2024
27.7 C
Jayapura

Disesalkan Penyelesaian Secara Kekeluargaan

*Terkait Kasus Pelecehan Seksual Anak Dibawah Umur

JAYAPURA-Kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak di bawah yang menimpa empat siswi SMA di Kota Jayapura, yang empat dilaporkan ke Mapolda Papua, Agustus 2021 lalu, baru sampai pada tahap penyelidikan dan pihak keluarga telah mencabut pengaduannya.

Direktur Kriminal Umum Polda Papua, Kombes Pol Faizal Ramadhani menyampaikan, kasus tersebut baru sampai ditahap penyelidikan.

“Kasus ini baru sampai tahap penyelidikan, belum sampai ke penyidikan dan sudah ada restorasi justice. Kasusnya disudahi karena mereka sudah selesaikan secara adat,” jelas Faizal kepada Cenderawasih Pos, Selasa (12/10).

Ditambahkan, pengaduan yang disampaikan pihak keluarga korban sudah dicabut dan diselesaikan dengan damai yang difasilitasi LSM.

Secara terpisah, Aktifis HAM Perempuan Papua, Fine Jarangga menyampaikan, dalam kasus dugaan pelecehan seksual proses hukum tidak berjalan sesuai dengan aturan yang ada. Terkesan gagal lantaran ada unsur politik terhadap korban dan keluarga atau siapa saja yang melakukan pembelaan terhadap korban.

“Ini satu argument yang buruk dalam rangka menegakan hukum terhadap kejahatan seksual, apa yang dilakukan tersangka mungkin sudah sering, namun yang ketahuan hanyalah dalam kasus ini,” jelas Fine.

Baca Juga :  Tunggakan Biaya Beasiswa Segera Dibayarkan Pemprov

Dalam kasus ini lanjut Fine, terduga pelaku seakan tidak merasa bersalah. Padahal korbannya adalah anak dibawah umur yang harusnya dilindungi.

“Kasus ini penuh dengan tekanan, dan saya pikir semua orang yang terlibat dalam kasus ini pasti mendapatkan tekanan dari pelaku,” kata Fine.

Lanjutnya, dari informasi yang didapat ini bukan kasus pertama yang dilakukan terduga pelaku. Namun seringkali melakukan tindakan pembelaan diri sepihak dengan memanfaatkan kekuasaan yang ada.

“Pelaku seringkali melakukan tindakan pembelaan diri sepihak dengan memanfaatkan kekuasaan yang ada. Saya sebagai orang Papua yang melahirkan anak merasa ada kesulitan di antara orang Papua untuk menyelesaikan persoalan seperti ini,” tuturnya.

“Jika tidak ada niat baik atau kekuatan dari orang Papua tentang bagaimana melindungi orang Papua itu sendiri, maka kejahatan itu akan meningkat tidak akan ada perbaikan,” sambung Fine.

Ia juga mengingatkan, jika dalam kasus pelecehan seksual kerap menyalahkan korban. Lantas siapa nanti yang menghentikan kasus kejahatan seksual yang terjadi pada anak-anak dan perempuan.

Baca Juga :  Yopi Murib: Jangan Ada Pungli Bagi Pencaker yang Daftar Kerja!

“Mirisnya lagi, korban pelecehan seksual kerap disalahkan hingga ada bahasa “Itu biasa saja”. Ini maksudnya apa hingga dengan enteng mengatakan hal itu,” sesalnya.

“Keinginan kami, sekalipun kasusnya diselesaikan secara kekeluargaan. Namun harus ada pengakuan dari tersangka bahwa dia bersalah dan mengakui perbuatannya. Sehinga kedepan hal ini tidak terjadi lagi dan ada efek jera kepada tersangka,” tambahnya.

Fine berharap, seharusnya dalam kasus pelecehan seksual tidak boleh diselesaikan secara kekeluargaan melainkan harus diproses hukum. Sehingga ada efek jera pada pelaku.

“Dengan kejadian seperti ini, pemerintah segera mengesahkan RUU Peghapusan Kekerasan Seksual yang menjamin hak hak perlindungan dan pemulihan korban,” pintanya.

Fine cukup menyayangkan kasus pelecehan seksual yang kerap diselesaikan secara kekeluargaan. Pasalnya korban adalah perempuan yang kemudian akan melahirkan anak lagi.

“Jika terjadi kekerasan seksual, jangan justru menyalahkan korban dan melupakan tersangka utama. Kita harus sama sama menguatkan dan membela korban,” tutup Fine.(tim)

*Terkait Kasus Pelecehan Seksual Anak Dibawah Umur

JAYAPURA-Kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak di bawah yang menimpa empat siswi SMA di Kota Jayapura, yang empat dilaporkan ke Mapolda Papua, Agustus 2021 lalu, baru sampai pada tahap penyelidikan dan pihak keluarga telah mencabut pengaduannya.

Direktur Kriminal Umum Polda Papua, Kombes Pol Faizal Ramadhani menyampaikan, kasus tersebut baru sampai ditahap penyelidikan.

“Kasus ini baru sampai tahap penyelidikan, belum sampai ke penyidikan dan sudah ada restorasi justice. Kasusnya disudahi karena mereka sudah selesaikan secara adat,” jelas Faizal kepada Cenderawasih Pos, Selasa (12/10).

Ditambahkan, pengaduan yang disampaikan pihak keluarga korban sudah dicabut dan diselesaikan dengan damai yang difasilitasi LSM.

Secara terpisah, Aktifis HAM Perempuan Papua, Fine Jarangga menyampaikan, dalam kasus dugaan pelecehan seksual proses hukum tidak berjalan sesuai dengan aturan yang ada. Terkesan gagal lantaran ada unsur politik terhadap korban dan keluarga atau siapa saja yang melakukan pembelaan terhadap korban.

“Ini satu argument yang buruk dalam rangka menegakan hukum terhadap kejahatan seksual, apa yang dilakukan tersangka mungkin sudah sering, namun yang ketahuan hanyalah dalam kasus ini,” jelas Fine.

Baca Juga :  Pilkada Boven Digoel Ditunda

Dalam kasus ini lanjut Fine, terduga pelaku seakan tidak merasa bersalah. Padahal korbannya adalah anak dibawah umur yang harusnya dilindungi.

“Kasus ini penuh dengan tekanan, dan saya pikir semua orang yang terlibat dalam kasus ini pasti mendapatkan tekanan dari pelaku,” kata Fine.

Lanjutnya, dari informasi yang didapat ini bukan kasus pertama yang dilakukan terduga pelaku. Namun seringkali melakukan tindakan pembelaan diri sepihak dengan memanfaatkan kekuasaan yang ada.

“Pelaku seringkali melakukan tindakan pembelaan diri sepihak dengan memanfaatkan kekuasaan yang ada. Saya sebagai orang Papua yang melahirkan anak merasa ada kesulitan di antara orang Papua untuk menyelesaikan persoalan seperti ini,” tuturnya.

“Jika tidak ada niat baik atau kekuatan dari orang Papua tentang bagaimana melindungi orang Papua itu sendiri, maka kejahatan itu akan meningkat tidak akan ada perbaikan,” sambung Fine.

Ia juga mengingatkan, jika dalam kasus pelecehan seksual kerap menyalahkan korban. Lantas siapa nanti yang menghentikan kasus kejahatan seksual yang terjadi pada anak-anak dan perempuan.

Baca Juga :  Polresta Beri Raport Merah Untuk KNPB

“Mirisnya lagi, korban pelecehan seksual kerap disalahkan hingga ada bahasa “Itu biasa saja”. Ini maksudnya apa hingga dengan enteng mengatakan hal itu,” sesalnya.

“Keinginan kami, sekalipun kasusnya diselesaikan secara kekeluargaan. Namun harus ada pengakuan dari tersangka bahwa dia bersalah dan mengakui perbuatannya. Sehinga kedepan hal ini tidak terjadi lagi dan ada efek jera kepada tersangka,” tambahnya.

Fine berharap, seharusnya dalam kasus pelecehan seksual tidak boleh diselesaikan secara kekeluargaan melainkan harus diproses hukum. Sehingga ada efek jera pada pelaku.

“Dengan kejadian seperti ini, pemerintah segera mengesahkan RUU Peghapusan Kekerasan Seksual yang menjamin hak hak perlindungan dan pemulihan korban,” pintanya.

Fine cukup menyayangkan kasus pelecehan seksual yang kerap diselesaikan secara kekeluargaan. Pasalnya korban adalah perempuan yang kemudian akan melahirkan anak lagi.

“Jika terjadi kekerasan seksual, jangan justru menyalahkan korban dan melupakan tersangka utama. Kita harus sama sama menguatkan dan membela korban,” tutup Fine.(tim)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya