Friday, April 26, 2024
31.7 C
Jayapura

Panglima TNI dan Kapolri Penuhi Dua Permintaan Komnas HAM

Frits Ramandey ( foto: Elfira/Cepos)

JAYAPURA-Dua hal yang disampaikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam kunjungan Kapolri ke Papua pada Jumat (7/5). Adapun permintaan Komnas HAM RI Perwakilan Papua yaitu menata pola komunikasi sesama anggota dan menghormati prinsip HAM.

Ketua Komnas HAM RI Perwakilan Papua, Frits Ramandey menyampaikan, dua permintaan Komnas HAM Perwakilan Papua ITU disanggupi oleh Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, saat berkunjung ke Papua tepatnya Kabupaten Mimika, pekan kemarin.

“Komnas HAM meminta kepada Panglima TNI dan Kapolri agar dalam penanganan kelompok ini (KKB, red) harus mempertimbangkan dua prisnip utama yakni penegakan hukum dan menghormt prinsip HAM. Sehingga dari operasi ini tidak menimbulkan  problem  HAM yang baru di tengah masyarakat,” ungkap Frits kepada Cenderawasih Pos.

Baca Juga :  TPNPB Sebut Bebi Kepanjangan Tangan Aparat Keamanan

Menurut Frits, terkait pelabelan teroris kepada Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Komnas memberikan catatan dalam perspektif HAM. Dirinya menyampaikan kepada Kapolri dan Panglima TNI bahwa organisasi KKB sudah ada sejak lama namun kemudian baru diberi label teroris.

“Kita minta Panglima dan Kapolri menata pola komunikasi di antara satuan yang ditugaskan pasca penetapan kelompok ini menjadi kelompok teroris. Namun yang terpenting adalah operasi penegakan hukum harus disertai dengan operasi kemanusiaan,” terangnya.

Dikatakan Frits, Komnas HAM HAM punya mandat dalam undang-undang di antaranya mempunyai fungsi mediasi. Komnas HAM sendiri sudah berkomunikasi dengan sejumlah kelompok ini dengan berbagai pandangan yang muncul dari mereka.

“Panglima dan Kapolri menyanggupi dua hal yakni menyatakan komitmen tetap menghormati HAM. Mereka juga akan berusaha menata pola komunikasi di antara satuan satuan baik itu Kogabwilhan, Kodam dan Polda Papua. Sehingga tidak menimbulkan kegaduhan dalam operasi di antara satuan ini,” jelas Frits.

Baca Juga :  175 Prajurit Dilepas ke Kongo

Komnas HAM juga meminta agar satuan yang dikirim ke Papua misalkan dari Jawa, langsung ditempatkan di Nduga atau puncak. Melainkan perlu transit di Timika lalu mendapat  pembekalan tentang kultur pola kebudayaan  yang ada di Papua.

“Sehingga kalau orang pegang panah atau pegang parang tidak dilihat sebagai sebuah ancaman. Karena itu sudah menjadi kebiasaan mereka. Panglima TNI dan Kapolri menyanggupi untuk menerapkan ini,” ucapnya.

Komnas HAM juga meminta mengedepankan pendekatakan penegakan hukum bukan pendekatan operasi, karena itu jauh lebih penting. Dengan pendekatan penegakan hukum maka operasinya terukur,  tindakannya juga terukur. “Dalam pertemuan tersebut, kami juga meminta pembatasan pengiriman pasukan,” tegas Frits. (fia/nat)

Frits Ramandey ( foto: Elfira/Cepos)

JAYAPURA-Dua hal yang disampaikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam kunjungan Kapolri ke Papua pada Jumat (7/5). Adapun permintaan Komnas HAM RI Perwakilan Papua yaitu menata pola komunikasi sesama anggota dan menghormati prinsip HAM.

Ketua Komnas HAM RI Perwakilan Papua, Frits Ramandey menyampaikan, dua permintaan Komnas HAM Perwakilan Papua ITU disanggupi oleh Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, saat berkunjung ke Papua tepatnya Kabupaten Mimika, pekan kemarin.

“Komnas HAM meminta kepada Panglima TNI dan Kapolri agar dalam penanganan kelompok ini (KKB, red) harus mempertimbangkan dua prisnip utama yakni penegakan hukum dan menghormt prinsip HAM. Sehingga dari operasi ini tidak menimbulkan  problem  HAM yang baru di tengah masyarakat,” ungkap Frits kepada Cenderawasih Pos.

Baca Juga :  Shio Harimau Doakan Kedamaian Papua

Menurut Frits, terkait pelabelan teroris kepada Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Komnas memberikan catatan dalam perspektif HAM. Dirinya menyampaikan kepada Kapolri dan Panglima TNI bahwa organisasi KKB sudah ada sejak lama namun kemudian baru diberi label teroris.

“Kita minta Panglima dan Kapolri menata pola komunikasi di antara satuan yang ditugaskan pasca penetapan kelompok ini menjadi kelompok teroris. Namun yang terpenting adalah operasi penegakan hukum harus disertai dengan operasi kemanusiaan,” terangnya.

Dikatakan Frits, Komnas HAM HAM punya mandat dalam undang-undang di antaranya mempunyai fungsi mediasi. Komnas HAM sendiri sudah berkomunikasi dengan sejumlah kelompok ini dengan berbagai pandangan yang muncul dari mereka.

“Panglima dan Kapolri menyanggupi dua hal yakni menyatakan komitmen tetap menghormati HAM. Mereka juga akan berusaha menata pola komunikasi di antara satuan satuan baik itu Kogabwilhan, Kodam dan Polda Papua. Sehingga tidak menimbulkan kegaduhan dalam operasi di antara satuan ini,” jelas Frits.

Baca Juga :  Lagi, Aksi OTK Minta Korban

Komnas HAM juga meminta agar satuan yang dikirim ke Papua misalkan dari Jawa, langsung ditempatkan di Nduga atau puncak. Melainkan perlu transit di Timika lalu mendapat  pembekalan tentang kultur pola kebudayaan  yang ada di Papua.

“Sehingga kalau orang pegang panah atau pegang parang tidak dilihat sebagai sebuah ancaman. Karena itu sudah menjadi kebiasaan mereka. Panglima TNI dan Kapolri menyanggupi untuk menerapkan ini,” ucapnya.

Komnas HAM juga meminta mengedepankan pendekatakan penegakan hukum bukan pendekatan operasi, karena itu jauh lebih penting. Dengan pendekatan penegakan hukum maka operasinya terukur,  tindakannya juga terukur. “Dalam pertemuan tersebut, kami juga meminta pembatasan pengiriman pasukan,” tegas Frits. (fia/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya