Saturday, April 27, 2024
28.7 C
Jayapura

KPK Umumkan Bupati Mamteng dan Tiga Swasta Tersangka Suap

Jakarta- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak (RHP) dan tiga pihak swasta sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait dengan proyek pembangunan infrastruktur di Kabupaten Mamberamo Tengah, Provinsi Papua.

“Diawali pengumpulan berbagai informasi dan data dan selanjutnya ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan berlanjut ke tahap penyidikan, dengan mengumumkan empat tersangka,” kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (8/9)  kemarin.

Selain Ricky yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap, tiga tersangka lainnya dari pihak swasta selaku pemberi suap adalah Direktur Utama PT Bina Karya Raya (BKR) Simon Pampang (SP), Direktur PT Bumi Abadi Perkasa (BAP) Jusieandra Pribadi Pampang (JPP), dan Direktur PT Solata Sukses Membangun (SSM) Marten Toding (MT).

Terkait dengan konstruksi perkara, Karyoto menjelaskan SP, JPP dan MT adalah kontraktor yang ingin mendapatkan beberapa proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Mamberamo Tengah. Agar bisa mendapatkan proyek pekerjaan tersebut, mereka melakukan pendekatan dengan Ricky yang menjabat Bupati Mamberamo Tengah pada periode 2013-2018 dan periode 2018-2023.

Baca Juga :  Berbica Otsus Bicara Tentang Masyarakat Papua

Dalam pendekatan itu, KPK menduga ada penawaran dari SP, JPP dan MT pada Ricky. Di antaranya, mereka akan memberikan sejumlah uang apabila Ricky bersedia untuk langsung memenangkan dalam pengerjaan beberapa paket pekerjaan di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mamberamo Tengah.

Kemudian, Ricky bersepakat dan bersedia memenuhi keinginan dan permintaan tiga tersangka itu dengan memerintahkan pejabat di Dinas Pekerjaan Umum Mamberamo Tengah untuk mengondisikan proyek-proyek bernilai anggaran besar agar diberi khusus pada SP, JPP, dan MT.

JPP diduga mendapatkan 18 paket pekerjaan dengan total nilai Rp217,7 miliar. Di antaranya, proyek pembangunan asrama mahasiswa di Jayapura. Lalu, SP diduga mendapatkan 6 paket pekerjaan dengan nilai Rp179,4 miliar dan MT diduga mendapatkan 3 paket pekerjaan dengan nilai Rp9,4 miliar.

“Realisasi pemberian uang pada RHP dilakukan melalui transfer rekening bank dengan menggunakan nama-nama dari beberapa orang kepercayaan RHP,” ucap Karyoto.

Baca Juga :  Baznas Papua Berikan Santunan Hari Raya Bagi Kaum Dhuafa

Adapun besaran uang yang diberikan oleh SP, JPP, dan MT kepada pada Ricky sekitar Rp24,5 miliar. Tidak hanya itu, KPK juga menduga RHP menerima uang dari beberapa pihak lainnya yang jumlahnya masih terus didalami pada penyidikan.

Sebagai penerima suap, Ricky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Sementara itu, sebagai pemberi suap, SP, JPP, dan MT disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (antara)

Jakarta- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak (RHP) dan tiga pihak swasta sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait dengan proyek pembangunan infrastruktur di Kabupaten Mamberamo Tengah, Provinsi Papua.

“Diawali pengumpulan berbagai informasi dan data dan selanjutnya ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan berlanjut ke tahap penyidikan, dengan mengumumkan empat tersangka,” kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (8/9)  kemarin.

Selain Ricky yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap, tiga tersangka lainnya dari pihak swasta selaku pemberi suap adalah Direktur Utama PT Bina Karya Raya (BKR) Simon Pampang (SP), Direktur PT Bumi Abadi Perkasa (BAP) Jusieandra Pribadi Pampang (JPP), dan Direktur PT Solata Sukses Membangun (SSM) Marten Toding (MT).

Terkait dengan konstruksi perkara, Karyoto menjelaskan SP, JPP dan MT adalah kontraktor yang ingin mendapatkan beberapa proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Mamberamo Tengah. Agar bisa mendapatkan proyek pekerjaan tersebut, mereka melakukan pendekatan dengan Ricky yang menjabat Bupati Mamberamo Tengah pada periode 2013-2018 dan periode 2018-2023.

Baca Juga :  Nakes Kewalahan Hadapi Permintaan Vaksinasi

Dalam pendekatan itu, KPK menduga ada penawaran dari SP, JPP dan MT pada Ricky. Di antaranya, mereka akan memberikan sejumlah uang apabila Ricky bersedia untuk langsung memenangkan dalam pengerjaan beberapa paket pekerjaan di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mamberamo Tengah.

Kemudian, Ricky bersepakat dan bersedia memenuhi keinginan dan permintaan tiga tersangka itu dengan memerintahkan pejabat di Dinas Pekerjaan Umum Mamberamo Tengah untuk mengondisikan proyek-proyek bernilai anggaran besar agar diberi khusus pada SP, JPP, dan MT.

JPP diduga mendapatkan 18 paket pekerjaan dengan total nilai Rp217,7 miliar. Di antaranya, proyek pembangunan asrama mahasiswa di Jayapura. Lalu, SP diduga mendapatkan 6 paket pekerjaan dengan nilai Rp179,4 miliar dan MT diduga mendapatkan 3 paket pekerjaan dengan nilai Rp9,4 miliar.

“Realisasi pemberian uang pada RHP dilakukan melalui transfer rekening bank dengan menggunakan nama-nama dari beberapa orang kepercayaan RHP,” ucap Karyoto.

Baca Juga :  Baznas Papua Berikan Santunan Hari Raya Bagi Kaum Dhuafa

Adapun besaran uang yang diberikan oleh SP, JPP, dan MT kepada pada Ricky sekitar Rp24,5 miliar. Tidak hanya itu, KPK juga menduga RHP menerima uang dari beberapa pihak lainnya yang jumlahnya masih terus didalami pada penyidikan.

Sebagai penerima suap, Ricky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Sementara itu, sebagai pemberi suap, SP, JPP, dan MT disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (antara)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya