Monday, April 29, 2024
26.7 C
Jayapura

Perwakilan DPRD Tiga Kabupaten Datangi DPRP

JAYAPURA – Pasca aksi demo yang dilakukan di Jayawijaya pada 3 Juni lalu yang berisi penolakan Daerah Otonomi Baru (DOB), sejumlah anggota DPRD dari 3 kabupaten yakni Kabupaten Tolikara, Kabupaten Mimika dan Kabupaten Jayawijaya mendatangi kantor DPR Papua di Jl Samratulangi Jayapura. Mereka meneruskan aspirasi dari para pendemo ke Waket I DPRP, Dr Yunus Wonda.

  Wakil Ketua II DPRD Jayawijaya, Reynold menyampaikan bahwa pada 3 Juni massa dari 9 kabupaten melakukan aksi di Jayawijaya dan semua aspirasi tersebut kini diteruskan. “Sebab secara teknis disini (DPRP) ada Pansus DOB dan Otsus Jilid II sehingga nantinya DPR Papua yang menyampaikan ke pusat. Demo sendiri sudah dilakukan 7 kali dan kami DPR Jayawijaya sudah 4 kali mengantarkan aspirasi,” kata Reynold usai menyerahkan aspirasi di kantor DPRP, Rabu (8/6). “Kami dalam posisi tidak mendukung dan menolak sebab kami pada prinsipnya hanya menyalurkan apirasi,” kata Reynold.

   Sementara Yendiles Afrika Towolom, Ketua Komisi A DPRD Tolikara menjelaskan bahwa di Tolikara masyarakat sebagian besar menolak, namun dengan situasi yang ada saat ini diharapkan justru pemerintah lebih focus dalam pelayanan pendidikan, kesehatan, infrastruktur, pembangunan jalan  maupun kesejahteraan rakyat umumnya.

   “Disini kami simpulkan bahwa masyarakat di Tolikara lebih butuh pelayanan pemerintahan ketimbang pemekaran,” tutup Yendiles. DPR Mimika, DPR Tolikara dan DPR Jayawijaya menyerahkan aspirasi menolak Daerah Otonomi Baru (DOB).

   Sementara Yunus Wonda menjelaskan bahwa jika mau dilihat realitas hari ini sebagian besar masyarakat itu menolak pemekaran sehingga seharusnya pemerintah juga peka. “Yang mau menikmati saja menolak mengapa harus dipaksakan. Yang menerima hanya sebagian kecil itu dan ini bukan mengada – ngada. Jika ingin membangun Papua mengapa tidak berbicara membangun industri, membangun perusahaan yang dengan sendirinya  mempekerjakan anak – anak Papua. Kami pikir itu lebih tepat seperti itu ketimbang memberikan pemekaran,” cecar Yunus di ruang kerjanya.

Baca Juga :  Kota Jayapura Tembus 1.000 Kasus Positif

   Pemekaran dianggap hanya akan menambah pengangguran mengingat masyarakat dari luar akan berbondong-bondong masuk ke Papua dan orang asli akan semakin termarginal. Ia melihat saat ini orang Papua sudah cukup sadar mengapa mereka menolak dan dari demo itu  sejatinya kata Yunus bukan berbicara untuk kepentingan mereka atau suku mereka melainkan untuk Papua.

   “Jangan sampai mereka diam dan masyarakat mereka semakin tersisih. Pemerintah harus berfikir bahwa menyelamatkan orang itu jauh lebih penting dibanding menyelamatkan pembangunan sebab namanya pembangunan nantinya akan memberi dampak pada manusianya. Tapi saat ini manusianya menolak jadi mengapa harus dipaksakan,” singgungnya.

Ia meminta pemerintah pusat jangan menganggap demo – demo yang dilakukan adalah hal yang biasa sebab ini dilakukan  oleh semua daerah. “Kalau  mengatakan dengan pemekaran maka orang Papua akan sejahtera saya pikir ini omong kosong. Apa jaminan orang Papua akan sejahtera dengan pemekaran,” singgungnya.

  Yunus sendiri menyimak bahwa pemerintah pusat terus memaksakan untuk mekar. Meski demikian ia menganggap ini bukan hal baru. “Kami di Papua selalu diperlakukan seperti itu, contoh kecilnya saja soal Otsus jilid II itu, kami  tidak dilibatkan sama sekali. Hanya datang lalu putuskan tanpa melibatkan DPRP, MRP dan eksekutif. Kesannya  tidak memandang keberadaan lembaga negara lainya di daerah,” tambah Yunus.

Baca Juga :  Warga Wouma Tak Terima Wilayahnya Disebut Lokasi Perang

  Ia menyimpulkan seharusnya  bangsa Indonesia ini memberikan proteksi kepada orang hitam, rambut keriting dan ras melanesia yang ada di negara ini yakni orang Papua. “Kami ini kelompok kecil yang sepatutnya mereka diselamatkan bukan justru menghadirkan pemekaran dan masyarakat semakin tersisih. Hitung saja tiga provinsi ini berapa jumlah orang asli Papua? Paling banyak sekitar  2,7 juta orang kemudian dibagi tiga  sehingga angka OAP ditiap provinsi hanya sekitar 800 ribu orang  sementara pintu urbanisasi juga dibuka,” bebernya.

    Dengan  orang bermodal yang masuk lalu bagaimana mau berbicara penyelamatannya. “Kami akan melihat hingga akhir bulan apa keputusannya tapi sekali lagi pemerintah pusat jangan menutup mata dengan aspirasi saat ini,” tegas Yunus.

   Iapun melihat bahwa di balik pemekaran ada upaya untuk memecah kekuatan dan memecah aspirasi  merdeka. Yunus berpendapat bahwa jika pemekaran ditargetkan untuk menghentikan aspirasi merdeka maka itu tidak akan bisa. Sekalipun ada 100 provinsi yang dimekarkan ia meyakini tidak akan membunuh semangat masyarakat untuk meminta merdeka sebab itu berbicara ideologi .

   Tidak bisa membeli semua itu dengan pemekaran melainkan dengan cara politik saja. Kita bangun Papua itu bicara aman dulu. Setelah aman nyaman barulah Papua bisa dibangun  dan ingat gejolak atau bara di Papua belum padam. Dan protes ini bukan dilakukan  hanya kemarin – kemarin melainkan sudah menyala sejak 1960 an karenanya saya pikir pemerintah harus bijak,” tutupnya. (ade/tri)

JAYAPURA – Pasca aksi demo yang dilakukan di Jayawijaya pada 3 Juni lalu yang berisi penolakan Daerah Otonomi Baru (DOB), sejumlah anggota DPRD dari 3 kabupaten yakni Kabupaten Tolikara, Kabupaten Mimika dan Kabupaten Jayawijaya mendatangi kantor DPR Papua di Jl Samratulangi Jayapura. Mereka meneruskan aspirasi dari para pendemo ke Waket I DPRP, Dr Yunus Wonda.

  Wakil Ketua II DPRD Jayawijaya, Reynold menyampaikan bahwa pada 3 Juni massa dari 9 kabupaten melakukan aksi di Jayawijaya dan semua aspirasi tersebut kini diteruskan. “Sebab secara teknis disini (DPRP) ada Pansus DOB dan Otsus Jilid II sehingga nantinya DPR Papua yang menyampaikan ke pusat. Demo sendiri sudah dilakukan 7 kali dan kami DPR Jayawijaya sudah 4 kali mengantarkan aspirasi,” kata Reynold usai menyerahkan aspirasi di kantor DPRP, Rabu (8/6). “Kami dalam posisi tidak mendukung dan menolak sebab kami pada prinsipnya hanya menyalurkan apirasi,” kata Reynold.

   Sementara Yendiles Afrika Towolom, Ketua Komisi A DPRD Tolikara menjelaskan bahwa di Tolikara masyarakat sebagian besar menolak, namun dengan situasi yang ada saat ini diharapkan justru pemerintah lebih focus dalam pelayanan pendidikan, kesehatan, infrastruktur, pembangunan jalan  maupun kesejahteraan rakyat umumnya.

   “Disini kami simpulkan bahwa masyarakat di Tolikara lebih butuh pelayanan pemerintahan ketimbang pemekaran,” tutup Yendiles. DPR Mimika, DPR Tolikara dan DPR Jayawijaya menyerahkan aspirasi menolak Daerah Otonomi Baru (DOB).

   Sementara Yunus Wonda menjelaskan bahwa jika mau dilihat realitas hari ini sebagian besar masyarakat itu menolak pemekaran sehingga seharusnya pemerintah juga peka. “Yang mau menikmati saja menolak mengapa harus dipaksakan. Yang menerima hanya sebagian kecil itu dan ini bukan mengada – ngada. Jika ingin membangun Papua mengapa tidak berbicara membangun industri, membangun perusahaan yang dengan sendirinya  mempekerjakan anak – anak Papua. Kami pikir itu lebih tepat seperti itu ketimbang memberikan pemekaran,” cecar Yunus di ruang kerjanya.

Baca Juga :  Kapolda Pastikan Tindakan yang Diambil Aparat Terukur

   Pemekaran dianggap hanya akan menambah pengangguran mengingat masyarakat dari luar akan berbondong-bondong masuk ke Papua dan orang asli akan semakin termarginal. Ia melihat saat ini orang Papua sudah cukup sadar mengapa mereka menolak dan dari demo itu  sejatinya kata Yunus bukan berbicara untuk kepentingan mereka atau suku mereka melainkan untuk Papua.

   “Jangan sampai mereka diam dan masyarakat mereka semakin tersisih. Pemerintah harus berfikir bahwa menyelamatkan orang itu jauh lebih penting dibanding menyelamatkan pembangunan sebab namanya pembangunan nantinya akan memberi dampak pada manusianya. Tapi saat ini manusianya menolak jadi mengapa harus dipaksakan,” singgungnya.

Ia meminta pemerintah pusat jangan menganggap demo – demo yang dilakukan adalah hal yang biasa sebab ini dilakukan  oleh semua daerah. “Kalau  mengatakan dengan pemekaran maka orang Papua akan sejahtera saya pikir ini omong kosong. Apa jaminan orang Papua akan sejahtera dengan pemekaran,” singgungnya.

  Yunus sendiri menyimak bahwa pemerintah pusat terus memaksakan untuk mekar. Meski demikian ia menganggap ini bukan hal baru. “Kami di Papua selalu diperlakukan seperti itu, contoh kecilnya saja soal Otsus jilid II itu, kami  tidak dilibatkan sama sekali. Hanya datang lalu putuskan tanpa melibatkan DPRP, MRP dan eksekutif. Kesannya  tidak memandang keberadaan lembaga negara lainya di daerah,” tambah Yunus.

Baca Juga :  Perempuan Papua Pertama Jadi Pilot Helikopter

  Ia menyimpulkan seharusnya  bangsa Indonesia ini memberikan proteksi kepada orang hitam, rambut keriting dan ras melanesia yang ada di negara ini yakni orang Papua. “Kami ini kelompok kecil yang sepatutnya mereka diselamatkan bukan justru menghadirkan pemekaran dan masyarakat semakin tersisih. Hitung saja tiga provinsi ini berapa jumlah orang asli Papua? Paling banyak sekitar  2,7 juta orang kemudian dibagi tiga  sehingga angka OAP ditiap provinsi hanya sekitar 800 ribu orang  sementara pintu urbanisasi juga dibuka,” bebernya.

    Dengan  orang bermodal yang masuk lalu bagaimana mau berbicara penyelamatannya. “Kami akan melihat hingga akhir bulan apa keputusannya tapi sekali lagi pemerintah pusat jangan menutup mata dengan aspirasi saat ini,” tegas Yunus.

   Iapun melihat bahwa di balik pemekaran ada upaya untuk memecah kekuatan dan memecah aspirasi  merdeka. Yunus berpendapat bahwa jika pemekaran ditargetkan untuk menghentikan aspirasi merdeka maka itu tidak akan bisa. Sekalipun ada 100 provinsi yang dimekarkan ia meyakini tidak akan membunuh semangat masyarakat untuk meminta merdeka sebab itu berbicara ideologi .

   Tidak bisa membeli semua itu dengan pemekaran melainkan dengan cara politik saja. Kita bangun Papua itu bicara aman dulu. Setelah aman nyaman barulah Papua bisa dibangun  dan ingat gejolak atau bara di Papua belum padam. Dan protes ini bukan dilakukan  hanya kemarin – kemarin melainkan sudah menyala sejak 1960 an karenanya saya pikir pemerintah harus bijak,” tutupnya. (ade/tri)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya