Saturday, April 20, 2024
24.7 C
Jayapura

Demo Tolak DOB, Polisi Terpaksa Keluarkan Tembakan

JAYAPURA-Meskipun pihak kepolisian tidak memberikan izin untuk menggelar aksi demo, namun demo tolak pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) tetap digelar di bawah guyuran hujan, Selasa (8/3) kemarin.

Di wilayah Abepura hingga Heram, massa berkumpul di beberapa titik. Di Tanah Hitam terdapat dua titik  di Jalan Garuda, kemudian di gapura kampus Uncen Bawah, di Expo, Perumnas II dan Perumnas III.

Tolak DOB, begitu teriakan mahasiswa di gapura Kampus Universitas Cenderawasih, Selasa (8/3) pagi. Sejak pukul 08:00 WIT, puluhan mahasiswa sudah menduduki kampus Uncen untuk menyampaikan orasi mereka.

Para mahasiswa ini datang satu per satu ke Kampus Uncen. Setelah jumlah mereka mencapai puluhan orang, mereka langsung melakukan orasi “Tolak DOB, Tolak DOB. Hidup mahasiswa, hidup rakyat”. Begitu teriakan para mahasiswa dalam orasi mereka di Gapura Kampus Uncen Abepura.

Selain berorasi, para mahasiswa ini juga memegang pamflet bertuliskan “Cinta saya saja, tolak DOB. Tolak dengan tegas DOB”. “Pemekaran adalah ancaman bagi orang Papua,” tegas seorang masa aksi dalam orasinya.

Massa aksi lainnya dalam orasinya menyampaikan, dengan adanya DOB maka ruang gerak masyarakat adat semakin tersingkirkan. “Pihak keamanan dan kita mahasiswa adalah sama sama korban, korban dari Kapitalisme” ucap seorang massa aksi.

Keinginan dari massa aksi ini menyampaikan aspirasinya di gedung DPR Papua, hanya saja aparat tidak mengizinkan mahasiswa untuk longmarch ke DRP Papua.

Kapolresta Jayapura Kota Kombes Pol Gustav R Urbinas menyampaikan, situasi secara umum kondusif. Pihaknya tidak memberikan pendemo untuk longmarch dan pengumpulan massa yang cukup besar menuju ke kantor DPRP dengan alasan keamanan.

Kapolresta yang langsung turun menemui pendemo terpaksa membubarkan massa di beberapa titik. Sementara di beberapa titik lainnya seperti di Perumnas dan Gapura Uncen Bawah massa diberikan waktu untuk menyampaikan aspirasi mereka meski itu hanya disampaikan di Gapura Uncen.

“Di Perumnas II dan Gapura 2 pendemo sudah ditemui perwakilan anggota DPRP dan Ketua Komnas HAM,” ucap Kapolresta kepada wartawan usai menemui massa di Gapura Uncen bawah.

Lanjut Kapolres, alasan dirinya tidak membuka ruang terlalu besar dan menjadikan titik kumpul menjadi satu dengan alasan potensi kerawanan. Disamping itu, tidak boleh menciptakan kerumunan di tengah pandemi Covid-19.

“Saya cukup kecewa sebagai Kapolresta, apa yang saya prediksi untuk kerawanan itu ada. Anarkis dan provokatif ini terjadi, saat pembubaran massa demo di Perumnas, mobil kami dilempari dan anggota kami dikeroyok. Akibatnya, satu anggota kami mengalami luka-luka,” kata Kapolresta.

Terkait dengan satu unit mobil yang dirusaki dengan cara dilempari dengan batu dan satu anggota yang terluka, Kapolresta mengaku akan dibuatkan Laporan Polisi dan penyelidikan.

“Siapapun dia jika kedapatan akan saya tangkap, saat ini tim gabungan kami sedang memburu para pelaku. Dengan terlukanya satu anggota kami dan 1 unit mobil dirusaki, ini menjadi pembelajaran tidak akan mudah ada aksi lagi di kota ini,” tegas Kapolresta.

Lanjut Kapolresta, Polisi tidak menutup ruang demokrasi. Tetapi cara menyampaikannya  harus bijak, bisa melakukannya dengan cara audiens. Terlebih, banyak orang yang khawatir ketika adanya demo. Belajar dari peristiwa tahun 2019 lalu, banyak orang yang tidak bisa memegang komitmen saat demo hingga merugikan orang lain.

“Selama saya masih tugas di sini (Kota Jayapura-red), tidak akan ada aksi aksi demo dalam jumlah besar. Apalagi longmarch, karena merugikan orang lain. Jalan diblokade, orang tidak bisa lewat, kios dan tempat tempat usaha tutup akibat ketakutan,” tegasnya.

Baca Juga :  Satelit SATRIA-1 Resmi DiLuncurkan

Dikatakan Kapolresta, di wilayah Abepura sebagian tempat-tempat usaha memilih tutup saat adanya demo. Sementara di Jayapura Utara dan Jayapura Selatan aktivitas ekonomi berjalan seperti biasa.

Kapolresta juga menanggapi soal tembakan dan gas air mata yang ditujukan kepada massa yang ada Tanah Hitam dan mata jalan Abepura, menurutnya hal tersebut sifatnya sudah sesuai prosedur.

“Sifatnya sudah sesuai prosedur, karena imbauan sudah disampaikan dan mereka memaksa untuk longmarch. Sehingga kami mengambil tindakan tegas dengan menembakan gas air mata,” ucapnya.

Adapun, sebanyak 800 personel gabungan yang diterjunkan untuk mengamankan demo penolakan DOB. Selain ratusan pasukan yang diturunkan, kendaraan taktis juga diturunkan seperti barracuda dan water canon.

Adapun aksi demo tolak pemekaran di Provinsi Papua diikuti ribuan Mahasiswa yang tergabung dalam Solidaritas Mahasiswa dan Rakyat Papua.

Ribuan mahasiswa dengan mengenakan beragam jas almamater dari berbagai kampus di Kota Jayapura melakukan aksi demonstrasi menolak DOB dengan membawa sejumlah poster bertuliskan penolakan pemekaran.

Aksi yang berlangsung itu menurut mahasiswa dilakukan tanpa ada campur tangan pihak manapun. Hal ini sesuai undangan yang mereka sampaikan  kepada awak media untuk meliput demostrasi tersebut.

Dalam aksi demo kemarin, massa berkali-kali berteriak menolak DOB di Papua. Menurut mereka, rakyat Papua belum sejahtera dan belum membutuhkan pemekaran. “Kami orang Papua tidak butuh Pemekaran, kami tolak pemekaran,”  ucap para mahasiswa.

Koordinator Umum Aksi Demonstrasi Tolak DOB di Papua, Alfa Hisage mengungkapkan bahwa aksi yang dilaksanakan ini murni dari mahasiswa dan rakyat Papua tanpa ada campur tangan pihak manapun.

Alfa Hisage meminta tidak dikaitkan, karena mereka benar-benar bersama masyarakat Papua yang sudah paham permainan pusat yang mengandalikan orang Papua untuk dukung pemekaran yang tidak aspiratif. Untuk itu, mereka dengan tegas menolak DOB yang tengah dibahas oleh pemerintah pusat bersama para kepala daerah yang tidak tahu membangun daerahnya tapi malah pikir pemekaran.

“Aksi yang kita laksanakan ini murni dari mahasiswa dan masyarakat di Papua untuk menolak rencana DOB di Papua. Kami tidak butuh pemekaran,” tegas Alfa saat berorasi.

Dikatakan,  sesuai dengan surat pemberitahuan yang telah diberikan sebelumnya pada Sabtu (5/3) kepada DPR Papua dan Polresta Jayapura Kota bahwa, aksi demo damai menolak DOB ini sebenarnya tujuannya adalah ke gedung DPR Papua. “Dengan tujuan bahwa kami akan menuju ke kantor DPR Papua untuk menyerahkan aspirasi,” tuturnya.

Sementara itu, dari pernyataan sikapnya  mereka  mengatakan kehadiran daerah otonomi baru jelas merupakan pendudukan penduduk non pribumi dan investasi asing untuk merusak alam Papua.

Alfa Hisage menyebutkan, kebijakan pejabat Papua bersama Jakarta yang telah mengupayakan pemekaran merupakan siasat elit politik untuk mencari kekuasaan, dan pembahasan pembentukan pemekaran provinsi oleh DPR RI merupakan lemahnya legislasi dan tidak aspirasi sesuai keinginan masyarakat Papua yang jelas menolak pemekaran. “Maka solidaritas mahasiswa bersama masyarakat Papua secara tegas menolak pemekaran Provinsi Papua dan Papua Barat,” timpalnya.

“Sekalipun ada undang-undang otonomi khusus tetapi rakyat Papua saat ini menjadi minoritas di tanahnya sendiri, maka kami secara tegas mengatakan bahwa otonomi khusus telah gagal. Termasuk juga pemekaran dan merupakan kepentingan kapitalis dan menciptakan kan progam sepihak,” sambungnya.

Dalam pernyataan sikapnya juga disampaikan bahwa kehadiran pemekaran dan Otsus sudah dinilai sebagai pendudukan masyarakat non Papua serta penguasaan sumber daya alam Papua atas nama pembangunan.

Baca Juga :  Besok Finalisasi Persiapan, Lusa Vaksinasi Perdana Di Papua

“Di Jakarta dan elit Papua sedang berupaya mengekspansi, hingga berakibat kepada pembangunan poros militer yang jelas-jelas merugikan masyarakat Papua dan terjadi pelanggaran HAM yang terus terjadi dengan pengungsian masyarakat asli sampai dengan saat ini,” bebernya.

Lanjutnya bahwa kehadiran pemekaran tidak memberikan solusi persoalan Papua dan jelas mengambil  hak masyarakat Papua.

“Kami mahasiswa dan masyarakat Papua dengan tegas menolak pemekaran di atas tanah Papua. Mendesak agar pemerintah pusat mendengar aspirasi masyarakat Papua. Kami juga meminta penarikan pasukan non organik dan organik di beberapa daerah konflik Nduga Intan Jaya, Maybrat, Puncak dan Mee Pago. kami juga meminta Jakarta melihat susunan Papua menggunakan kacamata orang asli Papua. Secara aspiratif, kami juga secara tegas menolak paket otonomi khusus jilid 2 yang secara sepihak diciptakan oleh jakarta tanpa aspirasi masyarakat Papua,” tambahnya.

Aspirasi lainnya yang disampaikan kepada DPR Papua yaitu meminta untuk mencabut surat izin pertambangan di Papua. Massa juga meminta elite politik Papua untuk tidak memanfaatkan politik dan uang darah untuk kepentingan jabatan serta kepentingan pribadi dalam pembentukan pemekaran Provinsi Papua yang sepihak.

“Kami juga meminta kepada tokoh politik Papua yang melegitimasi orang asli Papua atas nama nenek moyang dan tanah Papua, dan kami juga mengutuk elit Papua yang memakan uang masyarakat Papua dengan darah  dan memaksakan pemekaran, dan kami juga meminta kepada pemerintah Indonesia untuk berhenti mengeksplor sumber daya alam di Papua. Kami minta segera Indonesia membuka akses kedatangan komisi tinggi HAM PBB ke Papua untuk investigasi kasus pelanggaran HAM di tanah Papua, serta menghentikan operasi militer, dan membuka ruang kepada wartawan asing untuk meliput Papua termasuk stop mengintimidasi aktivis Papua,” tutupnya.

Di tempat terpisah Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua Emanuel Gobay mengatakan  bahwa sebelum aksi digelar, mahasiswa Uncen telah mengirim permintaan izin kepada Polres. Selain itu, aksi tersebut digelar secara damai. Tapi aparat kepolisian malah melakukan berbagai tindakan represif seperti menyemburkan water canon dan membubarkan paksa aksi tersebut.

“Bahkan mereka (aparat) menggunakan water canon. Mahasiswanya lari masuk ke dalam asrama. Nah, itu yang di asrama yang beralamat di Abepura. Berikutnya di Uncen Abepura, itu sempat dihadang oleh aparat. Jadi massanya tidak bisa dikeluarkan. Akhirnya di Uncen Abepura bergabung ke Waena di Taruna Bakti, berkumpul di situ, kemudian yang di Uncen itu juga berkumpul di SMA Taruna Bakti,” kata Gobai.

Ia menjelaskan, mahasiswa sudah berupaya melakukan negosiasi dengan aparat. Namun, usaha tersebut tak disambut baik. Aparat gabungan menurut Emanuel, tetap memaksa massa aksi untuk bubar.

“Sangat disesalkan, di situ ada Kasat Intelkampol Polresta Jayapura. Bahkan beliau ini memerintahkan untuk bubar brutal. Brutal yang saya maksudkan dia tidak mengindahkan satu pun kata-kata dari para mahasiswa itu ketika mau diajak negosiasi. Sikap aparat itu menunjukkan bahwa ruang demokrasi untuk kemudian bernegosiasi tidak diindahkan. Padahal, hak negosiasi itu dijamin dalam UU No. 19/1998 tentang kemerdekaan mengemukakan pendapat di muka umum,” ujarnya.

Sementara itu, di Jakarta mahasiwa Papua melalui Ambrosius Mulait, Sekjen Aliansi Mahasiswa Pegunungan Tengah Indonesia (AMPTPI) melalui pers release kepada Cenderawasih Pos, mengatakan. otoritarisme pemerintahan Jokowi terlihat melaui Pansus Otsus yang mana gagal menghadirkan solusi bagi rakyat Papua. Respon tersebut penuh dengan berbagai kritik dari orang Papua, dengan ribuan orang turun jalan di Yahukimo, Deiyai dan berbagai daerah lainnya. (fia/oel/nat)

JAYAPURA-Meskipun pihak kepolisian tidak memberikan izin untuk menggelar aksi demo, namun demo tolak pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) tetap digelar di bawah guyuran hujan, Selasa (8/3) kemarin.

Di wilayah Abepura hingga Heram, massa berkumpul di beberapa titik. Di Tanah Hitam terdapat dua titik  di Jalan Garuda, kemudian di gapura kampus Uncen Bawah, di Expo, Perumnas II dan Perumnas III.

Tolak DOB, begitu teriakan mahasiswa di gapura Kampus Universitas Cenderawasih, Selasa (8/3) pagi. Sejak pukul 08:00 WIT, puluhan mahasiswa sudah menduduki kampus Uncen untuk menyampaikan orasi mereka.

Para mahasiswa ini datang satu per satu ke Kampus Uncen. Setelah jumlah mereka mencapai puluhan orang, mereka langsung melakukan orasi “Tolak DOB, Tolak DOB. Hidup mahasiswa, hidup rakyat”. Begitu teriakan para mahasiswa dalam orasi mereka di Gapura Kampus Uncen Abepura.

Selain berorasi, para mahasiswa ini juga memegang pamflet bertuliskan “Cinta saya saja, tolak DOB. Tolak dengan tegas DOB”. “Pemekaran adalah ancaman bagi orang Papua,” tegas seorang masa aksi dalam orasinya.

Massa aksi lainnya dalam orasinya menyampaikan, dengan adanya DOB maka ruang gerak masyarakat adat semakin tersingkirkan. “Pihak keamanan dan kita mahasiswa adalah sama sama korban, korban dari Kapitalisme” ucap seorang massa aksi.

Keinginan dari massa aksi ini menyampaikan aspirasinya di gedung DPR Papua, hanya saja aparat tidak mengizinkan mahasiswa untuk longmarch ke DRP Papua.

Kapolresta Jayapura Kota Kombes Pol Gustav R Urbinas menyampaikan, situasi secara umum kondusif. Pihaknya tidak memberikan pendemo untuk longmarch dan pengumpulan massa yang cukup besar menuju ke kantor DPRP dengan alasan keamanan.

Kapolresta yang langsung turun menemui pendemo terpaksa membubarkan massa di beberapa titik. Sementara di beberapa titik lainnya seperti di Perumnas dan Gapura Uncen Bawah massa diberikan waktu untuk menyampaikan aspirasi mereka meski itu hanya disampaikan di Gapura Uncen.

“Di Perumnas II dan Gapura 2 pendemo sudah ditemui perwakilan anggota DPRP dan Ketua Komnas HAM,” ucap Kapolresta kepada wartawan usai menemui massa di Gapura Uncen bawah.

Lanjut Kapolres, alasan dirinya tidak membuka ruang terlalu besar dan menjadikan titik kumpul menjadi satu dengan alasan potensi kerawanan. Disamping itu, tidak boleh menciptakan kerumunan di tengah pandemi Covid-19.

“Saya cukup kecewa sebagai Kapolresta, apa yang saya prediksi untuk kerawanan itu ada. Anarkis dan provokatif ini terjadi, saat pembubaran massa demo di Perumnas, mobil kami dilempari dan anggota kami dikeroyok. Akibatnya, satu anggota kami mengalami luka-luka,” kata Kapolresta.

Terkait dengan satu unit mobil yang dirusaki dengan cara dilempari dengan batu dan satu anggota yang terluka, Kapolresta mengaku akan dibuatkan Laporan Polisi dan penyelidikan.

“Siapapun dia jika kedapatan akan saya tangkap, saat ini tim gabungan kami sedang memburu para pelaku. Dengan terlukanya satu anggota kami dan 1 unit mobil dirusaki, ini menjadi pembelajaran tidak akan mudah ada aksi lagi di kota ini,” tegas Kapolresta.

Lanjut Kapolresta, Polisi tidak menutup ruang demokrasi. Tetapi cara menyampaikannya  harus bijak, bisa melakukannya dengan cara audiens. Terlebih, banyak orang yang khawatir ketika adanya demo. Belajar dari peristiwa tahun 2019 lalu, banyak orang yang tidak bisa memegang komitmen saat demo hingga merugikan orang lain.

“Selama saya masih tugas di sini (Kota Jayapura-red), tidak akan ada aksi aksi demo dalam jumlah besar. Apalagi longmarch, karena merugikan orang lain. Jalan diblokade, orang tidak bisa lewat, kios dan tempat tempat usaha tutup akibat ketakutan,” tegasnya.

Baca Juga :  Belum Juga Disidangkan,  Tuntut Keadilan Negara

Dikatakan Kapolresta, di wilayah Abepura sebagian tempat-tempat usaha memilih tutup saat adanya demo. Sementara di Jayapura Utara dan Jayapura Selatan aktivitas ekonomi berjalan seperti biasa.

Kapolresta juga menanggapi soal tembakan dan gas air mata yang ditujukan kepada massa yang ada Tanah Hitam dan mata jalan Abepura, menurutnya hal tersebut sifatnya sudah sesuai prosedur.

“Sifatnya sudah sesuai prosedur, karena imbauan sudah disampaikan dan mereka memaksa untuk longmarch. Sehingga kami mengambil tindakan tegas dengan menembakan gas air mata,” ucapnya.

Adapun, sebanyak 800 personel gabungan yang diterjunkan untuk mengamankan demo penolakan DOB. Selain ratusan pasukan yang diturunkan, kendaraan taktis juga diturunkan seperti barracuda dan water canon.

Adapun aksi demo tolak pemekaran di Provinsi Papua diikuti ribuan Mahasiswa yang tergabung dalam Solidaritas Mahasiswa dan Rakyat Papua.

Ribuan mahasiswa dengan mengenakan beragam jas almamater dari berbagai kampus di Kota Jayapura melakukan aksi demonstrasi menolak DOB dengan membawa sejumlah poster bertuliskan penolakan pemekaran.

Aksi yang berlangsung itu menurut mahasiswa dilakukan tanpa ada campur tangan pihak manapun. Hal ini sesuai undangan yang mereka sampaikan  kepada awak media untuk meliput demostrasi tersebut.

Dalam aksi demo kemarin, massa berkali-kali berteriak menolak DOB di Papua. Menurut mereka, rakyat Papua belum sejahtera dan belum membutuhkan pemekaran. “Kami orang Papua tidak butuh Pemekaran, kami tolak pemekaran,”  ucap para mahasiswa.

Koordinator Umum Aksi Demonstrasi Tolak DOB di Papua, Alfa Hisage mengungkapkan bahwa aksi yang dilaksanakan ini murni dari mahasiswa dan rakyat Papua tanpa ada campur tangan pihak manapun.

Alfa Hisage meminta tidak dikaitkan, karena mereka benar-benar bersama masyarakat Papua yang sudah paham permainan pusat yang mengandalikan orang Papua untuk dukung pemekaran yang tidak aspiratif. Untuk itu, mereka dengan tegas menolak DOB yang tengah dibahas oleh pemerintah pusat bersama para kepala daerah yang tidak tahu membangun daerahnya tapi malah pikir pemekaran.

“Aksi yang kita laksanakan ini murni dari mahasiswa dan masyarakat di Papua untuk menolak rencana DOB di Papua. Kami tidak butuh pemekaran,” tegas Alfa saat berorasi.

Dikatakan,  sesuai dengan surat pemberitahuan yang telah diberikan sebelumnya pada Sabtu (5/3) kepada DPR Papua dan Polresta Jayapura Kota bahwa, aksi demo damai menolak DOB ini sebenarnya tujuannya adalah ke gedung DPR Papua. “Dengan tujuan bahwa kami akan menuju ke kantor DPR Papua untuk menyerahkan aspirasi,” tuturnya.

Sementara itu, dari pernyataan sikapnya  mereka  mengatakan kehadiran daerah otonomi baru jelas merupakan pendudukan penduduk non pribumi dan investasi asing untuk merusak alam Papua.

Alfa Hisage menyebutkan, kebijakan pejabat Papua bersama Jakarta yang telah mengupayakan pemekaran merupakan siasat elit politik untuk mencari kekuasaan, dan pembahasan pembentukan pemekaran provinsi oleh DPR RI merupakan lemahnya legislasi dan tidak aspirasi sesuai keinginan masyarakat Papua yang jelas menolak pemekaran. “Maka solidaritas mahasiswa bersama masyarakat Papua secara tegas menolak pemekaran Provinsi Papua dan Papua Barat,” timpalnya.

“Sekalipun ada undang-undang otonomi khusus tetapi rakyat Papua saat ini menjadi minoritas di tanahnya sendiri, maka kami secara tegas mengatakan bahwa otonomi khusus telah gagal. Termasuk juga pemekaran dan merupakan kepentingan kapitalis dan menciptakan kan progam sepihak,” sambungnya.

Dalam pernyataan sikapnya juga disampaikan bahwa kehadiran pemekaran dan Otsus sudah dinilai sebagai pendudukan masyarakat non Papua serta penguasaan sumber daya alam Papua atas nama pembangunan.

Baca Juga :  Tiba di Papua, Pemrov Siap Dengar Arahan Wapres

“Di Jakarta dan elit Papua sedang berupaya mengekspansi, hingga berakibat kepada pembangunan poros militer yang jelas-jelas merugikan masyarakat Papua dan terjadi pelanggaran HAM yang terus terjadi dengan pengungsian masyarakat asli sampai dengan saat ini,” bebernya.

Lanjutnya bahwa kehadiran pemekaran tidak memberikan solusi persoalan Papua dan jelas mengambil  hak masyarakat Papua.

“Kami mahasiswa dan masyarakat Papua dengan tegas menolak pemekaran di atas tanah Papua. Mendesak agar pemerintah pusat mendengar aspirasi masyarakat Papua. Kami juga meminta penarikan pasukan non organik dan organik di beberapa daerah konflik Nduga Intan Jaya, Maybrat, Puncak dan Mee Pago. kami juga meminta Jakarta melihat susunan Papua menggunakan kacamata orang asli Papua. Secara aspiratif, kami juga secara tegas menolak paket otonomi khusus jilid 2 yang secara sepihak diciptakan oleh jakarta tanpa aspirasi masyarakat Papua,” tambahnya.

Aspirasi lainnya yang disampaikan kepada DPR Papua yaitu meminta untuk mencabut surat izin pertambangan di Papua. Massa juga meminta elite politik Papua untuk tidak memanfaatkan politik dan uang darah untuk kepentingan jabatan serta kepentingan pribadi dalam pembentukan pemekaran Provinsi Papua yang sepihak.

“Kami juga meminta kepada tokoh politik Papua yang melegitimasi orang asli Papua atas nama nenek moyang dan tanah Papua, dan kami juga mengutuk elit Papua yang memakan uang masyarakat Papua dengan darah  dan memaksakan pemekaran, dan kami juga meminta kepada pemerintah Indonesia untuk berhenti mengeksplor sumber daya alam di Papua. Kami minta segera Indonesia membuka akses kedatangan komisi tinggi HAM PBB ke Papua untuk investigasi kasus pelanggaran HAM di tanah Papua, serta menghentikan operasi militer, dan membuka ruang kepada wartawan asing untuk meliput Papua termasuk stop mengintimidasi aktivis Papua,” tutupnya.

Di tempat terpisah Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua Emanuel Gobay mengatakan  bahwa sebelum aksi digelar, mahasiswa Uncen telah mengirim permintaan izin kepada Polres. Selain itu, aksi tersebut digelar secara damai. Tapi aparat kepolisian malah melakukan berbagai tindakan represif seperti menyemburkan water canon dan membubarkan paksa aksi tersebut.

“Bahkan mereka (aparat) menggunakan water canon. Mahasiswanya lari masuk ke dalam asrama. Nah, itu yang di asrama yang beralamat di Abepura. Berikutnya di Uncen Abepura, itu sempat dihadang oleh aparat. Jadi massanya tidak bisa dikeluarkan. Akhirnya di Uncen Abepura bergabung ke Waena di Taruna Bakti, berkumpul di situ, kemudian yang di Uncen itu juga berkumpul di SMA Taruna Bakti,” kata Gobai.

Ia menjelaskan, mahasiswa sudah berupaya melakukan negosiasi dengan aparat. Namun, usaha tersebut tak disambut baik. Aparat gabungan menurut Emanuel, tetap memaksa massa aksi untuk bubar.

“Sangat disesalkan, di situ ada Kasat Intelkampol Polresta Jayapura. Bahkan beliau ini memerintahkan untuk bubar brutal. Brutal yang saya maksudkan dia tidak mengindahkan satu pun kata-kata dari para mahasiswa itu ketika mau diajak negosiasi. Sikap aparat itu menunjukkan bahwa ruang demokrasi untuk kemudian bernegosiasi tidak diindahkan. Padahal, hak negosiasi itu dijamin dalam UU No. 19/1998 tentang kemerdekaan mengemukakan pendapat di muka umum,” ujarnya.

Sementara itu, di Jakarta mahasiwa Papua melalui Ambrosius Mulait, Sekjen Aliansi Mahasiswa Pegunungan Tengah Indonesia (AMPTPI) melalui pers release kepada Cenderawasih Pos, mengatakan. otoritarisme pemerintahan Jokowi terlihat melaui Pansus Otsus yang mana gagal menghadirkan solusi bagi rakyat Papua. Respon tersebut penuh dengan berbagai kritik dari orang Papua, dengan ribuan orang turun jalan di Yahukimo, Deiyai dan berbagai daerah lainnya. (fia/oel/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya