Menurutnya, pemerintah dan operator proyek PSN Merauke telah melanggar hak dasar masyarakat adat, hak hidup, hak atas pembangunan, hak atas pangan dan gizi dan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
“Proyek ini bukan proyek kemanusiaan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, melainkan bagian dari proyek pembesaran dan perluasan bisnis meraup keuntungan modal bagi kepentingan penguasa dan pemilik modal, yang dilakukan dengan cara-cara tak manusiawi dan merusak lingkungan hidup,” tegasnya.
Simon menyebut aparat militer bersenjata terlibat memfasilitasi, memperlancar dan mengamankan aktivitas perusahaan. Cara cara ini membuar kekhawatiran dan menciptakan rasa tak aman bagi masyarakat adat setempat.
“Keterlibatan militer dalam proyek food estate PSN Merauke berpotensi mengancam dan menghilangkan hak hidup Orang Asli Papua (OAP), sekaligus memperluas terjadinya pelanggaran HAM, kekerasan dan kesewenang-wenangan, yang melanggar konstitusi dan peraturan perundang-undangan.
Serta kebijakan Internasional berhubungan dengan prinsip dan tujuan pembangunan berkelanjutan,” bebernya.
Menurutnya, pelibatan militer dalam proyek PSN Merauke tidak tepat dan tidak sesuai dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Untuk itu, Solidaritas Merauke dan Forum Masyarakat Adat Malind Kondo – Digoel meminta Panglima TNI membatalkan pembentukan Batalyon baru di tanah Papua, mengevaluasi dan menghentikan pendekatan keamanan dan keterlibatan militer dalam proyek komersial atas nama PSN Merauke.
“Presiden RI Joko Widodo dan calon presiden terpilih Prabowo Subianto segera menghentikan proyek PSN Merauke,” tegasnya. (fia/ade)
Lokasi pembukaan lahan untuk sarana dan prasarana cetak sawah di Wanam yang diabadikan pada Agustus lalu. (foto: Istimewa)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos