Saturday, April 27, 2024
28.7 C
Jayapura

DPRP-MRP Akan Temui Presiden

Ada Juga Transaksi Jual Beli Senpi, Harus Diusut

JAYAPURA – Kendati Presiden Jokowi sudah memberi sinyal terhadap kasus pembunuhan dan mutilasi yang dilakukan oknum anggota TNI di Mimika segera diproses dan diusut tuntas, namun hal tersebut belumlah cukup.

Ya, DPRP dan MRP sepakat untuk bersama-sama menghadap Presiden RI Joko Widodo di Jakarta. Ketua Fraksi Gerindra, Yanni menyampaikan agar persoalan kasus mutilasi di Timika dikawal secara baik.

Ia menyarankan dari kasus ini baik DPR Papua maupun Majelis Rakyat Papua (MRP) bisa sama – sama menghadap presiden di Jakarta. Politisi Gerindra  yang sudah 4 periode menjabat ini  melihat bahwa pendampingan hukum yang diberikan DPRP saja itu tidak cukup.

Hal lain yang perlu digali katanya adalah apakah kasus ini murni dari TNI atau  ada keterlibatan pihak lain. “Kita perlu  jadi satu kekuatan dimana anggota MRP dan DPRP  semua berjumlah 144 orang dan kita minta presiden juga bersikap.

Kalau hanya hukum positif paling begini begitu saja tapi apa jaminan ini tidak terulang. Presiden sudah  begitu baik jangan justru  ini merusak kebaikan itu. DPRP dan MRP tak boleh diam apalagi ini terjadi di depan mata kita,” cecarnya.

Penyampaian Yanni ini lantas mendapat banyak tanggapan positif dimana kata Ketua Komisi IV, Beatrix Monim ia setuju usulan tersebut dan DPRP maupun MRP selama ini belum memberikan pernyataan sikap dan tak salah jika disuarakan hingga ke presiden.

“Kalau kasus Sambo saja semua heboh mengapa yang lebih sadis begitu tidak bisa dibahas sampai ke pusat. Mengapa yang di Papua kita diam. Kita harus segera berbicara sebelum Oktober dan ada gubernur pemekaran dan semua sibuk,” tegas Beatrix.

Baca Juga :  Polisi Selalu Siap Bila KPK Butuh Bantuan

  Toni Wanggai dari MRP juga sependapat. “Saya sependapat dengan ibu Yanni dan ibu Beatrix bahwa kita harus temui presiden dan pertengahan September kami telah mengagendakan untuk bertemu presiden. Kami harap DPRP bisa ambil bagian,” katanya.

Hal ini disetujui Johny yang meyampaikan bahwa pihaknya akan bersurat lebih dulu ke presiden untuk bertemu. “Aspirasi ikutannya ini juga penting, jadi kita berbicara disana tak hanya soal kasus mutilasi tapi ada transaksi jual beli senpi dan itu jelas melanggar. Kita tidak mengintervensi tapi mengawal kasus ini dan saya punya rencana mengundang Kapolda, Pangdam, Kabinda selesaikan masalah ini,”  tutupnya.

Sementara itu salah satu anggota DPRP yang ikut mengawal kasus tersebut hingga rekonstruksi pembunuhan Namantus Gwijangge memberi kesimpulan bahwa kasus mutilasi di Timika bisa juga dijadikan  sebagai pintu masuk untuk membongkar sindikat jual beli senpi yang selama ini terjadi.

“Kami ikuti semua pembicaraan dari keluarga dan melakukan pertemuan dengan forkopimda Nduga termasuk bertemu dengan bupati serta jajaran. Kami juga mengikuti olah TKP dan kami telah laporkan secara resmi ke pimpinan DPRP dan pimpinan sudah meminta untuk digelar banmus dan setelah banmus barulah akan diputuskan apakah dibuat Pansus atau tim,” kata Namantus di ruang kerjanya di DPRP, Selasa (6/9) kemarin.

Ia menjelaskan bahwa pihaknya ingin kasus ini segera tuntas dan masyarakat serta pihak keluarga juga puas dengan proses hukum.

Pihak keluarga juga meminta segera dibentuk Pansus agar semua terungkap terang benderang. Lalu ada permintaan keluarga yang meminta semua proses melibatkan keluarga sebab katanya kasus ini akan diproses secara terbuka namun pihak keluarga tidak dilibatkan sehingga menganggap ini ada yang janggal. Keluarga meminta mereka dilibatkan sebab jika hasil otopsi  tidak dipegang maka sisa mayat tidak akan dimakamkan dan hanya dianggap sebagai Mr X. “Kalau Mr X dalam adat itu tak bisa dibakar,” tambahnya.

Baca Juga :  Cek Kesiapan Pasukan untuk Ditugaskan ke Papua

Namantus juga menduga ada motif lain dibalik kejadian ini dan itu harus diungkap. “Kami menduga ada bisnis senjata api yang sudah cukup lama berjalan selama ini dan kali ini baru terungkap. Kami meminta komunikasi korban dan pelaku  di Hp harus dibuka dan keluarga juga meminta untuk pelaku utama RM segera ditangkap dan menjelaskan apa dan bagaimana kasusnya,” cecarnya.

Dari kasus Timika ini kata Namantus bisa menjadi pintu masuk dari sindikat jual beli senjata yang sudah berjalan bertahun tahun. “Jika bicara keamanan Papua, kalau mau bilang pasokan amunisi Egianus Kogoya dan kawan – kawan ini darimana kalau bukan dari sindikat yang sudah berjalan lama ini. Ini juga menyangkut keamanan Papua dan bukan sekedar mutilasi jadi jaringan ini harus dibongkar serius,” tegasnya.

Karenanya pihaknya meminta RM sebagai otak kasus ini diungkap, kami dengar dia premannya Timika yang terlibat banyak tindak pidana dan kalau tidak tertangkap masyarakat bisa menyimpulkan bahwa jangan sampai banyak yang akan terdampak jika ia bersuara,” sindir Namantus. “Yah tangkap hidup, jangan ditembak karena banyak informasi yang bisa digali,” imbuhnya. (ade/wen)

Ada Juga Transaksi Jual Beli Senpi, Harus Diusut

JAYAPURA – Kendati Presiden Jokowi sudah memberi sinyal terhadap kasus pembunuhan dan mutilasi yang dilakukan oknum anggota TNI di Mimika segera diproses dan diusut tuntas, namun hal tersebut belumlah cukup.

Ya, DPRP dan MRP sepakat untuk bersama-sama menghadap Presiden RI Joko Widodo di Jakarta. Ketua Fraksi Gerindra, Yanni menyampaikan agar persoalan kasus mutilasi di Timika dikawal secara baik.

Ia menyarankan dari kasus ini baik DPR Papua maupun Majelis Rakyat Papua (MRP) bisa sama – sama menghadap presiden di Jakarta. Politisi Gerindra  yang sudah 4 periode menjabat ini  melihat bahwa pendampingan hukum yang diberikan DPRP saja itu tidak cukup.

Hal lain yang perlu digali katanya adalah apakah kasus ini murni dari TNI atau  ada keterlibatan pihak lain. “Kita perlu  jadi satu kekuatan dimana anggota MRP dan DPRP  semua berjumlah 144 orang dan kita minta presiden juga bersikap.

Kalau hanya hukum positif paling begini begitu saja tapi apa jaminan ini tidak terulang. Presiden sudah  begitu baik jangan justru  ini merusak kebaikan itu. DPRP dan MRP tak boleh diam apalagi ini terjadi di depan mata kita,” cecarnya.

Penyampaian Yanni ini lantas mendapat banyak tanggapan positif dimana kata Ketua Komisi IV, Beatrix Monim ia setuju usulan tersebut dan DPRP maupun MRP selama ini belum memberikan pernyataan sikap dan tak salah jika disuarakan hingga ke presiden.

“Kalau kasus Sambo saja semua heboh mengapa yang lebih sadis begitu tidak bisa dibahas sampai ke pusat. Mengapa yang di Papua kita diam. Kita harus segera berbicara sebelum Oktober dan ada gubernur pemekaran dan semua sibuk,” tegas Beatrix.

Baca Juga :  Teror KKB Lamek Taplo Resahkan Warga

  Toni Wanggai dari MRP juga sependapat. “Saya sependapat dengan ibu Yanni dan ibu Beatrix bahwa kita harus temui presiden dan pertengahan September kami telah mengagendakan untuk bertemu presiden. Kami harap DPRP bisa ambil bagian,” katanya.

Hal ini disetujui Johny yang meyampaikan bahwa pihaknya akan bersurat lebih dulu ke presiden untuk bertemu. “Aspirasi ikutannya ini juga penting, jadi kita berbicara disana tak hanya soal kasus mutilasi tapi ada transaksi jual beli senpi dan itu jelas melanggar. Kita tidak mengintervensi tapi mengawal kasus ini dan saya punya rencana mengundang Kapolda, Pangdam, Kabinda selesaikan masalah ini,”  tutupnya.

Sementara itu salah satu anggota DPRP yang ikut mengawal kasus tersebut hingga rekonstruksi pembunuhan Namantus Gwijangge memberi kesimpulan bahwa kasus mutilasi di Timika bisa juga dijadikan  sebagai pintu masuk untuk membongkar sindikat jual beli senpi yang selama ini terjadi.

“Kami ikuti semua pembicaraan dari keluarga dan melakukan pertemuan dengan forkopimda Nduga termasuk bertemu dengan bupati serta jajaran. Kami juga mengikuti olah TKP dan kami telah laporkan secara resmi ke pimpinan DPRP dan pimpinan sudah meminta untuk digelar banmus dan setelah banmus barulah akan diputuskan apakah dibuat Pansus atau tim,” kata Namantus di ruang kerjanya di DPRP, Selasa (6/9) kemarin.

Ia menjelaskan bahwa pihaknya ingin kasus ini segera tuntas dan masyarakat serta pihak keluarga juga puas dengan proses hukum.

Pihak keluarga juga meminta segera dibentuk Pansus agar semua terungkap terang benderang. Lalu ada permintaan keluarga yang meminta semua proses melibatkan keluarga sebab katanya kasus ini akan diproses secara terbuka namun pihak keluarga tidak dilibatkan sehingga menganggap ini ada yang janggal. Keluarga meminta mereka dilibatkan sebab jika hasil otopsi  tidak dipegang maka sisa mayat tidak akan dimakamkan dan hanya dianggap sebagai Mr X. “Kalau Mr X dalam adat itu tak bisa dibakar,” tambahnya.

Baca Juga :  Pemprov Akan Selalu Mendukung Pengembangan SDM Anak Muda Papua

Namantus juga menduga ada motif lain dibalik kejadian ini dan itu harus diungkap. “Kami menduga ada bisnis senjata api yang sudah cukup lama berjalan selama ini dan kali ini baru terungkap. Kami meminta komunikasi korban dan pelaku  di Hp harus dibuka dan keluarga juga meminta untuk pelaku utama RM segera ditangkap dan menjelaskan apa dan bagaimana kasusnya,” cecarnya.

Dari kasus Timika ini kata Namantus bisa menjadi pintu masuk dari sindikat jual beli senjata yang sudah berjalan bertahun tahun. “Jika bicara keamanan Papua, kalau mau bilang pasokan amunisi Egianus Kogoya dan kawan – kawan ini darimana kalau bukan dari sindikat yang sudah berjalan lama ini. Ini juga menyangkut keamanan Papua dan bukan sekedar mutilasi jadi jaringan ini harus dibongkar serius,” tegasnya.

Karenanya pihaknya meminta RM sebagai otak kasus ini diungkap, kami dengar dia premannya Timika yang terlibat banyak tindak pidana dan kalau tidak tertangkap masyarakat bisa menyimpulkan bahwa jangan sampai banyak yang akan terdampak jika ia bersuara,” sindir Namantus. “Yah tangkap hidup, jangan ditembak karena banyak informasi yang bisa digali,” imbuhnya. (ade/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya