Sementara itu, Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay, mengatakan perjuangan hak masyarakat Adat Awyu melawan pemerintah yang telah mengelapkan wilayah adatnya melalui penerbitan surat rekomendasi kelayakan lingkungan kepada PT. Indo Asiana Lestari di PTUN Jayapura. Selanjutnya di PT TUN Menado pada tingkat Banding dan saat ini di Mahkamah Agung Republik Indonesia pada tingkat kasasi.
“Sejak di tingkat pertama pada PTUN Jayapura ditemukan fakta Majelis Hakim mengabaikan peraturan MA RI, Nomor 1 Tahun 2023 tentang pendoman mengadili perkara lingkungan hidup yang terlihat melalui sikap Majelis Hakim yang tidak membuka dokumen Amdal yang ditanda tangani oleh Ketua LMA yang tidak memiliki hak atas tanah Adat Marga di wilayah Adat Masyarakat Awyu,” terang Gobay kepada Cenderawasih Pos.
Sementara di tingkat banding pada PT TUN Menado, ditemukan fakta Majelis Hakim pemeriksa perkara mengabaikan peraturan MA RI Nomor 1 Tahun 2023 tentang pedoman mengadili perkara lingkungan hidup karena majelis pemeriksa perkara tidak memiliki lisensi hakim lingkungan.
“Kedua fakta di atas merupakan tindakan yang jelas-jelas melanggar peraturan MA RI Nomor 1 Tahun 2023. Sehingga dalam pemeriksaan perkara ditingkat kasasi pada MA akan membuktikan apakah MA akan menegakkan aturannya atau justru sebaliknya akan melanggara aturamnya sendiri,” bebernya.
Gobay berharap Ketua MA mendengar suara masyarakat Adat Awyu dan Masyarakat Adat Moi yang melakukan aksi damai untuk mempertahankan wilayah adatnya bagi generasi penerus marganya di atas wilayah adatnya didepan Kantor MA.
“Semoga Hakim MA pemeriksa perkara masyarakat Adat Vs pemerintah di tingkat kasasi dapat mengimplementasikan perintah peraturan MA RI nomor 1 Tahun 2023 tentang pedoman mengadili perkara lingkungam hidup dan melindungi eksistensi masyarakat adat sesuai perintah Pasal 28i ayat (4), UUD 1945,” harapnya.
Sekadar diketahui, perjuangan Suku Awyu dan Moi menuai perhatian seiring bergaungnya poster “All Eyes on Papua” di media sosial. Poster bertajuk “All Eyes on Papua” merujuk permintaan masyarakat adat Awyu dan Moi agar pemerintah mengembalikan dan menyelamatkan hutan Papua dari pembukaan perkebunan sawit.
Berdasarkan laporan Greenpeace tercatat sejak 2017 PT IAL mengantongi izin lokasi perkebunan kelapa sawit seluas 39.190 hektare. (fia/wen)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos