Friday, April 19, 2024
25.7 C
Jayapura

10 Mei, Demo Tolak DOB Kembali Digelar

JAYAPURA-Setelah menggelar aksi demo menolak otonomi khusus dan pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) di Provinsi Papua, 1 April 2022 lalu, 122 organisasi yang tergabung dalam Petisi Rakyat Papua (PRP) kembali akan menggelar aksi demo, Selasa (10/5).

Aksi Demonstrasi Nasional ini tetap menyuarakan penolakan otonomi khusus  dan pembentukan DOB di Provinsi Papua.

Juru Bicara PRP, Jefry Wenda menegaskan pihaknya akan melakukan demo damai menolak Otsus dan DOB. “Cabut otonomi khusus Jilid 2, tolak DOB dan berikan hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa West Papua,” tegas Jefry Wenda.

Jefry Wenda  menyampaikan bahwa penolakan otonomi khusus jilid II dan pembentukan DOB oleh rakyat Papua melalui 122 organisasi yang tergabung dalam PRP tidak didengar oleh Jakarta yang tetap memaksakan kehendak untuk kepentingan ekonomi dan politik kekuasaan di Papua.

“Pengesahan otonomi khusus oleh Jakarta secara sepihak tanpa melibatkan rakyat Papua bertujuan menghapus semua kewenangan Pemerintah Provinsi Papua dan MRP melalui undang-undang otonomi khusus (Otsus) tahun 2001, yang mana UU No.21 tahun 2001 menjadi penghambat realisasi Undang-Undang Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020 terlabih khusus untuk investasi dan eksploitasi sumber daya alam di West Papua. Sehingga Otsus jilid II diloloskan melalui DPR RI, agar RUU DOB tiga provinsi dapat membuka akses investasi di Papua tanpa hambatan,” beber Jefry Wenda.

Dia mengatakan selama ini DPR RI secara sepihak mengesakan tiga RUU pemekaran pada tanggal 12 April 2022 tanpa mempertimbngan aspirasi rakyat Papua selama 2 bulan terakhir yang telah melakukan aksi demonstrasi penolakan secara masif terhadap kebijakan kolonial di 24 kabuten/kota yang tersebar di Indonesia dan Papua.

Baca Juga :  KPK Umumkan Bupati Mamteng dan Tiga Swasta Tersangka Suap

“Pemekaran tiga provinasi diputuskan berdasarkan pertimbangan politik dan laporan BIN guna menghancurkan nasionalisme rakyat Papua dan bagian dari politik adu-domba yang hanya memperkuat politik identitas yang dengan mudah memicu konflik horizontal di antara rakyat Papua,” bebernya.

“Lebih gila lagi, secara gamblang Menkopolhukam Mahfud MD dalam jumpa pers secara langsung pada 25 April 2022 mengklaim bahwa 82% rakyat Papua meminta pemekaran. Pertanyaanya, rakyat Papua yang mana? Tentu saja apa yang disampaikan Mafud MD guna membenarkan niat busuk penjajah di Papua,” tudingnya.

Lanjud Wenda, otonomi khusus jilid II dan DOB tidak melibatkan orang Papua sebagai subyek. Hal ini menurutnya sama dengan New York Agreement 15 Agustus 1962, perjanjian Roma 30 September 1962, penyerahan Administrasi west Papua 1 Mei 1963, kontrak karja PT Freeport 1967 dan Pepera 1969 yang cacat hukum dan moral serta penuh dengan rekayasa. “Rakyat Papua 95 % menolak kebijakan penjajah kerena Otsus dan DOB hanyalah racun pembunuh bagi rakyat Papua. DOB hanya memperluas infrastruktur militer dan perampasan tanah atas nama pembangunan,” koarnya.

Jefry Wenda juga menuding bahwa alasan pemerintah menerapkan DOB dan otonomi khusus jilid II demi kesejatrahaan dan pembangunan bagi rakyat Papua hanya  omong-kosong.  Dia mengklaim bahwa realitasnya saat ini rakyat Papua hanya menjadi objek, bukan subjek.

“Otonomi khusus jilid II dan pemakaran bukan untuk rakyat Papua melainkan membuka lapangan pekerjaan bagi kaum migran dan hanya membuka akses bagi investor asing untuk dapat melakukan eksploitasi sumber daya alam secara masif yang tentunya akan berdampak pada marginalisasi, genosida, ekosida dan etnosida di Papua,” tudingnya.

Baca Juga :  Akan Dorong Unmus Buka Fakultas Kedokteran

Jefry juga menambahkan di tengah hiruk pikuk penolakan kebijakan kolonialisme oleh rakyat Papua hingga jatuhnya korban jiwa, pemerintah Indonesia masih terus menunjukkan sikap tidak tahu malu dan keras kepala, tanpa mendengar atau mempertimbangankan tuntutan pokok rakyat Papua yaitu mencvut otonomi khusus jilid II, tolak DOB dan berikan hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa west Papua melalui Petisi Rakyat Papua (PRP).

“Kepada 122 organisasi gerakan akar rumput, pemuda mahasiswa dan rakyat Papua yang tergabung dalam Petisi Rakyat Papua serta 718.179 suara rakyat Papua yang telah menandatangani petisi yang tersebar di seluruh Papua dan Indonesia untuk segera melakukan konsolidasi dan mobilisasi guna melakukan aksi pada tanggal 10 Mei 2022 secara nasional dan serentak di Papua maupun di luar Papua,” tambahnya.

Dalam aksi demo ini, Jefry Wenda juga mengajak masyarakat  non Papua dari berbagai suku yang telah lama hidup di Papua dan telah menganggap diri bagian dari rakyat bangsa Papua untuk dapat berpartisipasi dalam rencana aksi serentak ini.

Mereka juga meminta Polri, Polda Papua dan Polda Papua Barat untuk dapat mengawal jalanya aksi nasional 10 Mei dengan tertib, aman dan damai serta mendesak untuk tidak merespon aksi demonstrasi tersebut secara membabibuta.

“Petisi Rakyat Papua bertanggung jawab atas semua rangkaian aksi Nasional yang akan dilaksanakan pada 10 Mei 2022,” tutup Jefry Wenda.(oel/nat)

JAYAPURA-Setelah menggelar aksi demo menolak otonomi khusus dan pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) di Provinsi Papua, 1 April 2022 lalu, 122 organisasi yang tergabung dalam Petisi Rakyat Papua (PRP) kembali akan menggelar aksi demo, Selasa (10/5).

Aksi Demonstrasi Nasional ini tetap menyuarakan penolakan otonomi khusus  dan pembentukan DOB di Provinsi Papua.

Juru Bicara PRP, Jefry Wenda menegaskan pihaknya akan melakukan demo damai menolak Otsus dan DOB. “Cabut otonomi khusus Jilid 2, tolak DOB dan berikan hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa West Papua,” tegas Jefry Wenda.

Jefry Wenda  menyampaikan bahwa penolakan otonomi khusus jilid II dan pembentukan DOB oleh rakyat Papua melalui 122 organisasi yang tergabung dalam PRP tidak didengar oleh Jakarta yang tetap memaksakan kehendak untuk kepentingan ekonomi dan politik kekuasaan di Papua.

“Pengesahan otonomi khusus oleh Jakarta secara sepihak tanpa melibatkan rakyat Papua bertujuan menghapus semua kewenangan Pemerintah Provinsi Papua dan MRP melalui undang-undang otonomi khusus (Otsus) tahun 2001, yang mana UU No.21 tahun 2001 menjadi penghambat realisasi Undang-Undang Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020 terlabih khusus untuk investasi dan eksploitasi sumber daya alam di West Papua. Sehingga Otsus jilid II diloloskan melalui DPR RI, agar RUU DOB tiga provinsi dapat membuka akses investasi di Papua tanpa hambatan,” beber Jefry Wenda.

Dia mengatakan selama ini DPR RI secara sepihak mengesakan tiga RUU pemekaran pada tanggal 12 April 2022 tanpa mempertimbngan aspirasi rakyat Papua selama 2 bulan terakhir yang telah melakukan aksi demonstrasi penolakan secara masif terhadap kebijakan kolonial di 24 kabuten/kota yang tersebar di Indonesia dan Papua.

Baca Juga :  103 Personel Satgas Damai Cartenz Terima Penghargaan dari Kapolri

“Pemekaran tiga provinasi diputuskan berdasarkan pertimbangan politik dan laporan BIN guna menghancurkan nasionalisme rakyat Papua dan bagian dari politik adu-domba yang hanya memperkuat politik identitas yang dengan mudah memicu konflik horizontal di antara rakyat Papua,” bebernya.

“Lebih gila lagi, secara gamblang Menkopolhukam Mahfud MD dalam jumpa pers secara langsung pada 25 April 2022 mengklaim bahwa 82% rakyat Papua meminta pemekaran. Pertanyaanya, rakyat Papua yang mana? Tentu saja apa yang disampaikan Mafud MD guna membenarkan niat busuk penjajah di Papua,” tudingnya.

Lanjud Wenda, otonomi khusus jilid II dan DOB tidak melibatkan orang Papua sebagai subyek. Hal ini menurutnya sama dengan New York Agreement 15 Agustus 1962, perjanjian Roma 30 September 1962, penyerahan Administrasi west Papua 1 Mei 1963, kontrak karja PT Freeport 1967 dan Pepera 1969 yang cacat hukum dan moral serta penuh dengan rekayasa. “Rakyat Papua 95 % menolak kebijakan penjajah kerena Otsus dan DOB hanyalah racun pembunuh bagi rakyat Papua. DOB hanya memperluas infrastruktur militer dan perampasan tanah atas nama pembangunan,” koarnya.

Jefry Wenda juga menuding bahwa alasan pemerintah menerapkan DOB dan otonomi khusus jilid II demi kesejatrahaan dan pembangunan bagi rakyat Papua hanya  omong-kosong.  Dia mengklaim bahwa realitasnya saat ini rakyat Papua hanya menjadi objek, bukan subjek.

“Otonomi khusus jilid II dan pemakaran bukan untuk rakyat Papua melainkan membuka lapangan pekerjaan bagi kaum migran dan hanya membuka akses bagi investor asing untuk dapat melakukan eksploitasi sumber daya alam secara masif yang tentunya akan berdampak pada marginalisasi, genosida, ekosida dan etnosida di Papua,” tudingnya.

Baca Juga :  Polisi Diingatkan Kurangi Narsis

Jefry juga menambahkan di tengah hiruk pikuk penolakan kebijakan kolonialisme oleh rakyat Papua hingga jatuhnya korban jiwa, pemerintah Indonesia masih terus menunjukkan sikap tidak tahu malu dan keras kepala, tanpa mendengar atau mempertimbangankan tuntutan pokok rakyat Papua yaitu mencvut otonomi khusus jilid II, tolak DOB dan berikan hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa west Papua melalui Petisi Rakyat Papua (PRP).

“Kepada 122 organisasi gerakan akar rumput, pemuda mahasiswa dan rakyat Papua yang tergabung dalam Petisi Rakyat Papua serta 718.179 suara rakyat Papua yang telah menandatangani petisi yang tersebar di seluruh Papua dan Indonesia untuk segera melakukan konsolidasi dan mobilisasi guna melakukan aksi pada tanggal 10 Mei 2022 secara nasional dan serentak di Papua maupun di luar Papua,” tambahnya.

Dalam aksi demo ini, Jefry Wenda juga mengajak masyarakat  non Papua dari berbagai suku yang telah lama hidup di Papua dan telah menganggap diri bagian dari rakyat bangsa Papua untuk dapat berpartisipasi dalam rencana aksi serentak ini.

Mereka juga meminta Polri, Polda Papua dan Polda Papua Barat untuk dapat mengawal jalanya aksi nasional 10 Mei dengan tertib, aman dan damai serta mendesak untuk tidak merespon aksi demonstrasi tersebut secara membabibuta.

“Petisi Rakyat Papua bertanggung jawab atas semua rangkaian aksi Nasional yang akan dilaksanakan pada 10 Mei 2022,” tutup Jefry Wenda.(oel/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya